Sudah dua bulan berlalu semenjak Andra menceritakan segalanya pada Saga. Dan pertemanan mereka tidak mengendor. Begitu juga hubungan Andra dan Jan.
Andra dan Saga mendatangi kelas Jan. Tapi yang ingin ditemui tidak ada.
"Jan nggak hadir?" Tanya Andra pada salah satu penghuni kelas tersebut. Yang ditanya menggelng. "Keterangannya apa?"
"Nggak ada."
Andra mengangguk, mengucapkan terima kasih dan bersama Saga beranjak pergi.
"Gue ke rumahnya Jan. Kalo ditanya guru bilang aja gue bolos."
Saga menatap tidak yakin pada Andra. Tapi Andra langsung melengos pergi. Saga menghela napas, apakah temannya sudah di tahap tertinggi bucin? Wow, dirinya juga harus mencari partner bucin dengan segera!
Pikiran Andra tidak tenang, biasanya kalau Jan tidak hadir pasti Jan akan mengabarinya. Tapi ini tidak ada. Apa yang sebenarnya terjadi? Ayolah jangan membuat Andra khawatir begini.
Tidak memakan waktu lama- karena sedari tadi ia mengebut, dirinya sudah sampai di rumah Jan. Pintu rumah tersebut terbuka, terdengar suara ribut dari dalam.
Andra segera memasuki rumah tersebut. Keadaan dalam rumah berantakan. Seperti abis terkena badai yang dahsyat.
Terdengar suara tangisan dari dalam kamar Jan. Dibukanya pintu, dan pemandangan di dalam sana menyusut emosinya.
"Jan tidak ingin lagi! Jan tidak ingin lagi! Jan tidak ingin, Ayah!"
Di dalam kamar, tubuh Jan yang telanjang terikat di tempat tidur. Tubuhnya memberontak saat seorang pria ingin memasukinya. Dan sang ayah yang hanya diam memperhatikan sembari merokok.
"Berisik, Jan! Kamu pikir uang dari kekasihmu itu cukup buatku? Ha?"
"Jan tidak ingin, Ayah! Jan sedang mengandung anak Andra. Jan tidak ingin lagi!"
"Itu sebabnya aku akan menggugurkannya seperti sebelumnya. Anak haram itu hanya akan menjadi beban," ucapnya dengan tanpa merasa bersalah sedikitpun. "Cepat lakukan. Biarkan dia keguguran."
"Aku akan melakukannya kalau anakmu ini tidak memberontak!"
"Diam Jan!"
Jan menggeleng brutal, dirinya tidak ingin lagi mencari orang yang sayang padanya. Sudah ada Andra. Dan anak mereka. Dia tidak butuh apapun lagi.
"Jan tidak ingin, Ayah! Jan ingin bersama Andra!"
Sang ayah berdecak, saat ingin menghampiri anaknya tunjangan keras mengenai kepalanya. Dirinya tumbang ke lantai.
"Andra!"
Pria yang ingin menyetubuhi Jan membeku, dia mengenal siapa yang dipanggil Jan dengan sebutan Andra ini. Anak bosnya.
"Oh, Pak Jason?"
Pak Jason dengan segera turun dari ranjang, berlari keluar kamar. Tidak memedulikan uang yang sudah diberikannya pada sosok paruh baya yang pingsan di lantai.
Andra menghampiri Jan, langsung dibukanya ikatan yang mengikat tubuh Jan. Dipeluknya erat tubuh bergetar tersebut.
"Tidak apa, ada Andra."
Jan mengangguk, menyembunyikan tangisannya di dada Andra. Andra melepaskan pelukannya, lalu dengan cekatan memakaikan Jan pakaian. Mereka harus segera pergi.
Baru saja Jan ingin turun dari tempat tidur, Andra menghentikannya. "Biar Andra gendong."
Lantas setelah memastikan Jan aman dalam gendongannya, ia membawa Jan keluar rumah. Menaiki motornya, masih dengan Jan yang digendong dengan cara koala. Otomatis Jan duduk di depan bukan di boncengan.
"Peluk yang erat. Jangan dilepas."
Jan mengangguk dan memeluk tubuh Andra dengan sangat erat. Hangat. Andra mengecup pucuk kepala Jan. Lalu menjalankan motornya.
Di perjalanan banyak yang memperhatikan. Andra membalas setiap orang yang memperhatikannya dengan anggukan kepala sekali. Meminta maaf jika yang mereka lihat tidak menyenangkan mata.
Ya ... mereka berada di negara yang haram hukumnya menjalin hubungan sejenis. Hal itu berarti harus mereka lah yang sadar tempat.
Andra membawa Jan ke rumahnya. Ada mamahnya di rumah. Mamahnya panik melihat Jan berada di pelukan anaknya.
"Nak Jan kenapa, Ndra?"
"Aku jelaskan di kamar, Mah. Aku minta tolong siapkan makanan buat Jan ya, Mah? Maaf merepotkan, Mamah."
Mamah berdecak tidak terima dengan kata merepotkan dari anaknya. Biar bagaimanapun Andra kan anaknya, berarti tidak ada kata merepotkan.
"Sana bawa Nak Jan ke kamar dulu. Biar mamah siapkan."
"Terima kasih, Mah."
Mamah mengangguk kemudian berlalu menuju dapur, begitu juga dengan Andra yang menuju kamarnya. Dibaringkannya Jan ke atas ranjang yang empuk.
Jan menatapnya, "tidak apa, Jan. Ada Andra. Jan akan baik-baik saja."
"Anak bayi ...."
Andra baru sadar, tangannya terulur menyentuh perut rata Jan. "Andra akan memanggil dokter. Anak bayi akan baik-baik saja, Jan. Jan harus kuat demi anak bayi."
Jan menggenggam tangan Andra yang menyentun perutnya, senyumnya hadir. Ah, kekhawatiran Andra langsung terangkat. "Lebih lebar coba senyumnya!"
Jan menatap bingung pada Andra, tapi tetap melaksanakan apa yang dikatakan Andra. Senyumnya dilebarkan. Sampai-sampai matanya menjadi sipit.
Andra terkekeh dengan gemas ia mengecup pipi Jan, kanan dan kiri berulang kali. Jan tertawa dibuatnya. Kumis tipis Andra menggelitik pipinya. Dan justru semakin membuat Andra semangat menghujani kecupan demi kecupan.
"Ehem!"
Mereka membeku, tidak pernah terpikirkan oleh mereka kalau mereka akan kepergok seperti ini. Andra langsung berbalik menatap mamahnya. Sedangkan Jan menunduk. Takut menatap mamahnya Andra.
"Mah, aku bisa jelasin!"
Dahi mamah mengkerut, merasa aneh dengan perkataan anaknya. "Jelasin apa?"
Mamah menggeser tubuh Andra supaya dirinya bisa duduk di tepi ranjang tepat di samping Jan. Diusapnya dengan perlahan rambut Jan. Jan menatap mamahnya Andra. Takut-takut.
Mamah tersenyum penuh keibuan, "apa yang sakit, Nak Jan?" Jan menggeleng sebagai jawaban. Mamah tetap tersenyum, tangannya mengelus perut Jan dengan perlahan. "Mamah sudah memanggil dokter. Semoga cucu mamah baik-baik saja."
Andra yang mendengar ucapan sang mamah, tak hayal langsung memeluk mamahnya dengan erat.
"Mamah yang terbaik!"
Mamah menarik telinga Andra yang mengaduh kesakitan. "Kamu ini, bisa-bisanya nggak pakai pengaman! Kamu harus bertanggung jawab menjaga Jan juga anak kalian!"
"Iya, Mah! Aku pasti bertanggung jawab."
Andra bersimpuh di samping Jan. Jan langsung mengusap-usap telinga Andra yang memerah karena jeweran mamahnya.
"Kita harus menikah sih ini, Jan. Terus kita buat anak bayi lagi."
"Heh!"
Jan tertawa melihat Andra yang takut pada mamah. Hatinya menghangat.
"Jangan mau ya, Nak Jan. Nanti anak bayi jelek kayak bapaknya."
"Mamah! Aku ganteng ya! Ya kan Jan?"
Jan yang ditanya begitu, pipinya memerah malu. Dirinya mengakui ketampanan Andra yang sangat rupawan. Tapi terlalu malu mengutarakan secara gamblang terlebih ada mamah di sini.
"Tuh! Nak Jan nggak setuju kamu ganteng."
"Andra tampan kok! Eh ...." Pipinya semakin memerah begitu mendapatkan tatapan jahil dari mamah dan anak itu.
-
TBCKebahagiaan itu misteri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel's like You [end] [republish]
Teen FictionMencari kasih sayang? Hah .... "Jan ingin disayangi!" - 09/04/22 10/04/22