Part - 03

373 31 0
                                    

Flashback on

Jan dengan tubuh bergetar berjalan beriringan dengan siswa yang tidak menyayanginya menuju gudang. Diminta untuk mengambil tali.

Siswa yang tidak lain adalah Andra, memperhatikan tingkah Jan. Padahal dirinya tidak ada niat buruk, kenapa tubuh Jan bergetar?

Sesampainya di gudang mereka segera mengambil tali yang dimaksud. Dan saat ingin membuka pintu gudang, tidak bisa. Loh?

Andra dengan kasar mendobrak pintu itu tapi tidak berhasil. Justru tangannya yang terluka karena paku yang tertancap di pintu.

"Sial. Siapa yang ceroboh nempelin paku di sini?" Tangan kirinya meremas lengan atas tangan kanannya yang terluka dan sudah mengeluarkan darah. Ditekannya kuat bermaksud menghentikan pendarahan tapi malah semakin parah.

"Si-ni ... biar Jan ... bantu."

Alis Andra terangkat melihat Jan yang masih bergetar itu berjalan mendekat ke arahnya.

Andra memperhatikan tiap gerakan Jan yang mulai dari membuka seragamnya dan melilitkan seragamnya tadi ke lengannya. Dirinya meringis pelan saat Jan memakai tali sebagai pengikat.

"Darahnya ... tidak ke-keluar ...."

Andra gemas sendiri mendengar cara Jan berucap. Lucu. Sadar Andra memperhatikannya, Jan langsung menunduk. Dan mundur ke belakang.

Andra menarik tangan Jan.

Jan langsung memberontak. "Jangan sentuh Jan!"

"Kenapa? Lo boleh nyentuh gue, kenapa gue nggak boleh nyentuh lo?"

Jan menggeleng dengan tetap berusaha melepaskan cekalan pada tangannya.

"Andra."

Jan menatap Andra dengan tatapan bingung, Andra tersenyum kecil, "lo boleh manggil gue Andra. Apa gue boleh juga manggil lo Jan?"

Pipi Jan memerah, "Andra, lepaskan tangan Jan."

Andra tertawa, "jawab dulu. Gue boleh manggil lo Jan?"

Pipi Jan semakin merah mendengar tawa Andra. Tidak pernah ada yang bicara selembut Andra padanya. Orang-orang yang menyayanginya juga tidak pernah.

"Kalo lo nggak jawab, gue bakal terus genggan tangan lo. Biarin aja kita di sini selamanya."

Jan menggeleng panik, "Jan tidak ingin lebih lama di sini."

"Makanya jawab, boleh gue manggil lo Jan?"

Jan menunduk sedih, tidak tahu harus jawab apa. Dadanya berdegup kencang.

"Apa yang buat lo ragu?"

"Apa Andra menyayangi Jan?"

Andra yang ditanya seperti itu terdiam. Ternyata benar gosip perihal kata sayang yang sering ditagih Jan. Kalau diminta jujur, Andra tidak menyayangi Jan. Mereka saja baru berbicara tadi.

Tapi ... melihat binar harap di mata Jan, entah kenapa Andra tidak ingin kehilangan kebinaran itu.

"Tentu. Andra sayang pada Jan. Eh? Apa Andra sudah diperbolehkan belum ya memanggil Jan?" Andra bertanya jahil. Mencoba menggoda Jan yang terbengong. Raut wajahnya begitu lucu di mata Andra.

Setelah sadar dari kebengongannya Jan langsung memeluk tubuh Andra. Andra terkejut, tapi kemudian dia terkekeh pelan. Membalas pelukan Jan. Ternyata Jan hanya sebatas dadanya.

"Boleh! Andra boleh memanggil Jan!"

"Beneran boleh?"

"Iya beneran! Andra boleh!"

Angel's like You [end] [republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang