Setahun yang lalu.
.
.
.Pria itu bernama lengkap Uchiha Sasuke. Tubuhnya tegap dengan bahu lebar dan bentuknya semakin ramping saat menyentuh pinggang pria itu. Bentuk tubuh yang proposional bagi seseorang yang menjalankan bisnis sebagai sumber penghasilannya.
Saat pertama kali mencuri pandang pada Sasuke. Naruto tidak sanggup menyembunyikan semburat merah pipinya yang merona seperti tomat cery. Wanita itu hanya mampu menunduk untuk menyembunyikan pipinya yang memerah. Sementara kedua tangannya saling tertaut dan memainkan jemarinya demi menghilangkan detak jantungnya yang berdebar kencang.
Sasuke jelas adalah tipe ideal Naruto. Dia adalah pria yang memiliki segala hal yang diinginkan Naruto dari seorang pria.
Dia tinggi, tegap dan saat tersenyum tipis, senyuman itu mampu menarik dirinya masuk ke dalam dunia pria itu.
Dalam hati Naruto bertanya-tanya, apakah... apakah Sasuke juga menyukainya?
Hari ini cuaca sangat cerah. Secerah isi hati Naruto saat ini. Ditemani dengan beberapa pelayan yang menungguinya di sudut taman dan Sasuke yang duduk di hadapannya.
"Naruto? Kau mendengarkanku kan?" Pria itu menegur ketika dilihatnya Naruto yang menunduk sejak tadi.
Apakah pembicaraan ini membosankan bagi gadis itu?
Naruto mengangkat kepalanya. Matanya tidak sengaja berbenturan dengan iris onyx Sasuke yang segelap langit malam.
Pipinya kembali merona, kali ini lebih merah. Naruto takut kalau Sasuke menyadari hal itu. Jadi dia secepat mungkin mengalihkan pandangan ke arah lain.
Sayangnya, bagi Sasuke, Naruto terlihat menghindarinya. Dalam artian 'Naruto mungkin tidak menyukaiku.'
Sasuke menghela napas. Tentu saja, tidak mungkin dia berharap Naruto suka padanya hanya dengan beberapa kali pertemuan.
Pria itu menghabiskan tehnya dalam satu tegukan dan dengan gerakan cukup cepat, dia membenarkan kancing jasnya dan berdiri.
"Mungkin kau sudah lelah. Sebaiknya aku pulang, minggu depan aku akan datang lagi untuk melamarmu secara resmi," tukas Sasuke memberitahu. "Aku harap kau bersiap-siap," sambungnya.
Ha? Apa yang terjadi?
Naruto belum sempat membalas ucapan Sasuke namun pria itu sudah pergi dari hadapannya. Menyisakan Naruto dengan tanda tanya di kepalanya.
Apakah Sasuke membenciku? Kenapa dia pergi begitu cepat? Apakah aku membosankan?
*
Naruto mengernyit dan memegang kepalanya yang terasa pusing teramat sangat. Seolah-olah sesuatu tengah mencoba membelah kepalanya dari dalam.
"Tuan! Tuan Sasuke!" Karin berseru hebat kala dilihatnya Naruto yang sudah membuka mata dari tidur panjangnya. "Nyonya sudah bangun!"
Naruto makin mengernyit dalam. Ada apa ini?
"Ka-" ucapan Naruto berhenti di tengah jalan saat dia merasakan perih luar biasa pada kerongkongannya. Tangannya terulur menyentuh tempat yang terasa sakit itu dan menemukan sesuatu yang cukup tebal menempel di sana.
"Aku belum mati?" tanya Naruto tanpa suara.
Tentu saja dia belum mati. Buktinya dia baru saja bermimpi buruk tentang pertemuannya dengan Sasuke setahun silam, dan rasa sakit yang menyerangnya bertubi-tubi meyadarkann bahwa Naruto belum mati.
"Kau sudah sadar?"
Kini Sasuke tepat berada di depannya. Sorot matanya terlihat panik namun juga menyiratkan bahwa dia juga terluka akibat perbuatan Naruto yang nekat.
Naruto tidak menjawab. Dia hanya diam, terpaku menatap Sasuke yang segera mengalihkan pandangan.
"Kenapa?" pria itu berujar lirih.
"Kenapa kau melakukannya?" tanya Sasuke. Dia sungguh ingin tahu.
Sepanjang ingatannya, Naruto tidak pernah mengeluh padanya, tidak pernah sekali pun menunjukan bahwa dia memiliki masalah. Semua terasa sangat tidak nyata ketika Sasuke menemukan Naruto dalam keadaan mengenaskan setelah menggorok lehernya sendiri, namun tidak cukup dalam hingga tidak memutuskan bagian-bagian penting dari syaraf maupun nadinya tetapi pita suaranya terluka.
Nona Tsunade berkata bahwa kemungkinan Naruto masih memiliki sedikit keraguan ketika melakukan tindakan nekat itu, sehingga tusukannya tidak dalam.
"Apa kau benar-benar membenciku? Sampai-sampai kau harus membunuh dirimu sendiri agar terbebas dari pernikahan ini?" Sasuke menghujamnya dengan pertanyaan.
Tidak. Itu sama sekali tidak benar. Naruto tidak membenci Sasuke sama sekali. Bukankah pria itu yang membencinya?
"Kalau kau membenciku, kenapa kau menerima pernikahan ini?" Sasuke sekali lagi menusuknya dengan pertanyaan tajam. "Kau bisa membatalkannya, tetapi kau tidak melakukannya."
Tidak. Aku tidak membencimu, Sasuke.
Meski begitu, kata-kata Naruto tertahan di tenggorokannya dan tidak dapat dikeluarkan. Rasa perih yang membakar kerongkongannya tidak dapat dihilangkan begitu saja. Akibat luka di lehernya.
Naruto menyesal melakukan tindakan nekat tersebut kalau justru membuat Sasuke salah paham terhadapnya.
"Kau punya kesempatan saat itu untuk menolakku, Naruto. Tetapi kenapa kau menerimaku hanya untuk menyiksaku seperti ini?"
Naruto menggeleng. Tidak. Semua itu tidak benar.
"Apakah... apakah sulit melihatmu tersenyum?" Sasuke bertanya lirih.
"Bahkan setelah setahun pernikahan kita, kau sama sekali tidak menggunakan barang pemberian dariku," ungkit Sasuke.
Pria itu mengingat dengan jelas setiap detail penolakan Naruto ketika Sasuke memberikannya hadiah. Bahkan sekedar hadiah pernikahan saja tidak diterimanya.
Apakah Naruto sebenci itu padanya? Kalau begitu kenapa dia menerima pernikahan ini dulu?
"Apa yang harus kulakukan Naruto? Katakan padaku," ucap Sasuke dengan kepala tertunduk dan menggenggam erat tangan Naruto hingga nyaris terasa seperri mencengkramnya.
Lelaki itu sudah frustrasi. Tekanan dari masalah bisnisnya, juga Naruto yang menjadi prioritasnya. Namun nampaknya semua hal yang Sasuke lakukan untuk membuat wanita itu nyaman dengannya hanya sia-sia belaka.
Tindakan Naruto adalah bukti bahwa wanita itu tidak menganggapnya penting. Kalau dia memiliki perasaan sedikit saja untuk Sasuke, maka wanita itu tidak akan melakukan hal seperti ini.
"Jika kau benar-benar tersiksa saat bersamaku, bagaimana kalau kita akhiri saja?"
¤¤¤
Minggu, 10 April 2022
Dengan cinta
Marstarius♡