BAB XXX

483 44 5
                                    

Typo itu wajar 🤗
Happy reading!

Tangisan semesta kian mereda. Udara diluar terasa sangat sejuk ketika bau tanah aspal yang terkena air mengeluarkan aroma yang khas, dan meliuk di indra penciuman Faisal yang kini tengah duduk di kursi depan ditemani dengan segelas coklat hangat buatan sang istri.

"Gak ngantor Kak?" Suara berat itu tiba-tiba terdengar dan sedikit membuat Faisal terperanjat.

"Besok aja. Nanggung kalau sekarang" katanya setelah menyeruput coklat hangat itu. "Kamu sendiri?" Tanya Faisal balik.

"Sebentar lagi" jawabnya yang ikut duduk dan menghadapkan pandangannya kedepan.

Hening, ada jeda diantara keduanya setelah beberapa pertanyaan dan jawaban yang terlontar tadi. Terdengar helaan nafas yang terasa berat dari mulut Rassya, Faisal menoleh dan bertanya "Kenapa?" Namun hanya dibalas gelengan kepala oleh sang empu.

Lagi-lagi hening yang mereka ciptakan. Tak ada yang mau memulai pembicaraan. Keduanya tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, pikiran Faisal dengan penyesalannya dan pikiran Rassya dengan rasa yang mengganjalnya.

"Kak" Rassya memecah keheningan itu

Faisal menoleh saat merasa namanya terpanggil. "Ya?"

"Kakak tahu kalau om Jonathan punya riwayat serangan jantung?" Tanyanya

Faisal faham kemana arah pembicaraan ini maksudnya, mungkin Rassya masih penasaran kenapa sang ayah- em maksudnya mendiang calon ayah mertuanya mengalami insiden kemarin karena Faisal masih belum menjelaskan apapun.

Faisal mengangguk guna menjawab pertanyaan tadi, "Udah lama"

Rassya hanya mangut-mangut saja, enggan sebenarnya untuk menanyakan hal ini karena sedikit 'sensitif' jika membahasnya. "Terus kena--"

"Ini salah Kakak." Sela Faisal yang membuat kening Rassya mengerut.

"Ini salah Kakak, Sya..."

"Andai Kakak gak biarin ayah pergi sendiri"

"Andai Kakak yang dampingin dia waktu itu"

"Andai Kakak gak biarin ayah bawa mobil sendiri"

"Semuanya...." Faisal menggantung ucapannya

"Semuanya gak bakalan kayak gini" sambungnya dengan suara yang bergetar.

Rassya yang bingung harus menjawab apa hanya bisa berucap, "Ikhlas Kak, jangan putus berdoa" Rassya menjeda ucapannya,

"Om Jo bakal sedih kalau Kakak terus kayak gini" tambah Rassya, pasalnya sudah tiga hari dari kematian sang ayah, Rassya melihat Faisal selalu melamun di halaman rumah yang tak luput dari segelas coklat hangat. Niat Rassya hendak menghampiri Faisal dan berbicara beberapa hal yang mengganjal hatinya, namun niatnya urung dan baru memberanikan diri sekarang untuk berbicara bersamanya.

"Semuanya masih terasa mimpi Sya..." Ucap Faisal yang terkekeh pahit, terlihat bahwa kekehan itu menyimpan banyak luka.

Rassya menepuk bahu tegas Faisal seolah memberitahu bahwa ia ada untuknya, dan masalah keluarganya adalah masalahnya juga. Iyakan?

"Ayah pasti benci sama Kakak ya Sya? Ayah pasti merutuki Kakak disana dengan semua sumpah-serapah nya kan?" Lagi lagi Faisal berbicara dengan suara yang bergetar.

"Engga Kak, Om Jo udah tenang disana."

"Tapi ayah mati karena kesalahan Kakak." intonasi Faisal sedikit meninggi menandakan bahwa ia sangat menyesal dan hatinya semakin sesak mengingat kejadian saat itu.

Syaqeel (Benci Jadi Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang