Prolog

36 6 0
                                    

Ada yang bilang kenakalan remaja banyak dialami oleh mereka yang memiliki latar belakang keluarga yang tidak harmonis dan broken home.

Namun menurut ku itu semua tidak lah benar. Karena masih banyak alasan lain yang membuat seorang anak tidak merasa nyaman di dalam lingkup keluarganya sendiri. Entah sejak kapan aku merasa di fase itu tapi yang pasti aku pernah mengalaminya.

Nama ku Shergia Magdalena atau yang biasa dipanggil Alen, seorang gadis yang terlahir 16 tahun yang lalu dari rahim seorang wanita biasa bernama Nila Rahmawati, istri kedua Ayah ku.

Kenapa istri kedua? Akan aku ceritakan bagaimana Ibuku bisa sampai menikah dengan Ayah.

Ayah ku bernama Ghani Prayoga, beliau berprofesi sebagai guru SMA dan seorang dosen tidak tetap di sebuah universitas swasta di kota Malang. Sedangkan Ibu adalah putri dari seorang petani di sebuah dusun kecil daerah Pasuruan.

Sebelumnya hubungan antara Ayah dan Ibu hanya sebatas guru dan murid saja. Namun siapa sangka dari status guru dan murid itulah akhirnya mereka berjodoh.

Mereka menikah setelah Ayah menjadi duda karena ditinggal meninggal oleh istri pertamanya saat melahirkan putri kedua mereka yang bernama Alya.

Dari pernikahan pertama Ayah dengan almarhuma istrinya telah dikaruniai dua orang anak. Anak pertama berjenis kelamin laki - laki yang bernama Alfian dan yang kedua seorang anak perempuan yang diberi nama Alya.

Sedangkan aku adalah anak sulung dari istri kedua Ayah, karena aku masih punya 2 adik laki - laki yang bernama Andi dan Anggi.

Masa kecil ku lalui tak jauh berbeda dengan anak seusia ku yang lain. Ayah yang notabene berprofesi sebagai pengajar membuatnya keras dalam mendidik kami anak - anaknya dalam hal pendidikan. Sejak kecil aku didoktrin untuk menjadi yang terbaik melalui prestasi dibidang akademik. Bahkan aku pernah menjuarai qori tingkat kabupaten saat aku masih duduk di bangku SD.

Sejak kecil aku lebih memilih pendidikan berbasis islam dengan memilih bersekolah di sebuah madrasah yang lebih banyak mengajarkan tentang ilmu keagamaan.

Hingga menginjak usia remaja aku masih menjadi anak baik dan penurut. Sebelum tekanan itu membakar gejolak jiwa muda ku yang masih labil. Tekanan yang ku dapat dalam lingkungan keluarga yang terlihat baik - baik saja di luar. Namun, sebenarnya bobrok di dalam.

Awalnya semua baik - baik saja dan aku juga merasa masa bodoh dengan semua hal yang terjadi dalam hidupku. Tapi ucapan yang kerap keluar dari bibir Nenek yang teramat aku sayangi lama - kelamaan membuat benteng pertahanan ku pun goyah. Apalagi setelah kejadian itu.

Kejadian di mana aku mengetahui bahwa selama ini Nenek sambungku telah merendahkan wanita yang begitu aku hormati. Wanita yang telah melahirkan aku di dunia ini.

Tepatnya pada malam itu. Saat aku baru saja keluar dari kamar untuk mengambil air minum karena rasa dahaga yang tak bisa aku bendung.

Aku segera menghentikan langkah menuju ke dapur saat aku samar - samar mendengar suara orang sedang berbicara. Namun bukan pembicaraan biasa karena aku bisa mendengar nada emosi dari setiap kata yang diucapkannya.

"Sedang bicara dengan siapa Nenek?" gumamku lirih.

Karena dilanda rasa penasaran akupun semakin mendekat ke arah dapur untuk melihat siapa lawan bicara Nenek hingga beliau bisa semarah itu.

"Ibu?!"

Ku lihat Ibuku menunduk sedih di hadapan Nenek karena segala caci maki yang Nenek lontarkan kepada Ibu.

Aku tidak tahu awal mulanya bagaimana, tapi yang aku fahami adalah Nenek selalu merendahkan Ibu karena hingga saat ini Nenek masih beranggapan bahwa Ibu adalah orang ketiga dalam kehidupan rumah tangga Ayah dan almarhumah putrinya.

Meskipun kejadian yang sebenarnya tidak seperti itu karena Ibu baru menjalin hubungan dengan Ayah setelah Ayah menjadi seorang duda. Namun Nenek selalu menyangkal kenyataan itu sehingga membuat Nenek selalu menganggap Ibu dan anak - anaknya sebagai benalu. Apalagi Ibu terlahir dari keluarga petani miskin.

Ayah memang masih menjadi menantu kesayangan Nenek. Tetapi berbeda dengan Ibu, aku dan adik - adikku yang selalu menjadi sasaran kebencian Nenek.

Nenek selalu pilih kasih dalam hal menyayangi kami. Namun Nenek akan bersikap baik - baik saja ketika ada Ayah di sekitar kami.

Sedangkan putri Ayah dengan istri terdahulunya selalu menjadi Tuan putri di keluarga kami.

Umur Kak Alya lebih tua dua tahun dariku sehingga aku selalu mendapatkan barang - barang bekas darinya. Aku tidak akan mendapatkan apa yang aku inginkan jika keinginan Alya belum terpenuhi. Untung saja ada Mas Alfian yang sangat menyayangi kami.

Mas Alfian tidak pernah membeda - bedakan kasih sayangnya sehingga aku sangat nyaman berada di dekat Mas Alfian.

Aku adalah cucu yang selalu menemani hari - hari Nenek di masa tua. Tapi aku juga yang selalu mendapat kebenciannya. Aku pun menyadari bahwa aku hanya seorang cucu sambung. Namun menemani keseharian Nenek merupakan kesenangan tersendiri bagiku.

Hingga suatu hari aku yang merasa sudah tidak kuat lagi menerima perlakuan Nenek padaku pun akhirnya memilih untuk keluar dari rumah dan menjalani hidupku sendiri dengan menyewa tempat kos yang tidak jauh dari tempatku bersekolah.

Ya, umurku baru menginjak 16 tahun saat aku memutuskan untuk hidup sendiri dan jauh dari keluarga.

Selain bersekolah aku juga bekerja part time sebagai seorang waiter di sebuah cafe yang selalu rame digunakan untuk tongkrongan anak muda. Dan dari sinilah kisah ku bermula.

Hijrah Cinta Si Gadis NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang