Konflik keluarga

13 6 0
                                    

Aku terbangun saat mencium aroma makanan yang menguar dari arah dapur. Ternyata pemuda yang semalaman memeluk tubuhku sudah terbangun lebih dulu. Dan melakukan aktivitas memasak untuk sarapan kami berdua.

Dengan malas aku berusaha membuka kelopak mata yang seakan ada lem di sana.

"Selamat pagi!" sapa Mas Alfian saat dia melihat ku sudah menggeliat bangun.

"Pagi Mas, masak apa Mas. Baunya enak banget?"

"Nasi goreng sosis kesukaanmu. Cepetan bangun dan cuci muka sana. Nasi gorengnya nanti keburu dingin."

Tanpa menjawab apa - apa lagi aku menuruti perintah Mas Alfian dengan segera masuk ke dalam kamar mandi.

Hanya membutuhkan waktu lima menit untuk ku bisa mencuci muka dan menggosok gigiku. Rasa kantukku menghilang seketika dan kini wajahku sudah terlihat lebih segar.

Setelah keluar dari kamar mandi aku segera ikut mendudukkan diri di atas lantai yang hanya dilapisi dengan karpet tipis. Tempat yang biasa aku gunakan untuk menonton televisi atau sekedar bersantai.

"Sarapan Dek."

Mas Alfian segera mengangsurkan sepiring nasi goreng sosis kepadaku.

"Makasih Mas."

Aku yang memang sudah merasa lapar langsung menyuapkan nasi goreng yang masih sedikit menguapkan asap itu ke dalam mulut dengan lahap.

"Hati - hati masih panas!" ucap Mas Alfian mengingatkan.

"Memang ya nasi goreng bikinan Mas nggak pernah gagal. Kalo saja Mas Alfian lebih sering datang ke sini dan masakin aku kayak gini terus, pasti pipi aku tambah chubby."

"Mas pasti ke sini buat nengokin adik Mas yang paling cantik ini kalo kegiatan Mas di kampus udah longgar. Kamunya juga harus sering - sering pulang ke rumah jengukin keluarga. Kasihan Ibu sekarang lebih sering jagain toko sendirian. Kamu nggak kangen apa sama Nenek. Meskipun galak dan cerewet, Nenek sering nanyain kamu sama Mas. Dan ngasi uang buat kamu melalui Mas. Kamu harus lebih sabar ngadepin orang tua kayak Nenek. Percaya deh sama Mas kalo sebenarnya Nenek itu sayang banget sama kamu."

Aku menghentikan kunyahanku dan menatap lekat wajah Kakak lelakiku satu - satunya ini.

"Aku juga sangat menyayangi Nenek, Mas. Meskipun Nenek bukan Nenek kandungku tapi aku selalu ingin menjadi cucu yang baik untuk beliau tapi terkadang sikap Nenek juga keterlaluan. Orang sabar ada batasnya kan Mas?"

"Iya Dek, Mas ngerti. Mas juga nggak bisa nyalahin kamu karena mungkin Mas juga akan mengambil keputusan yang sama jika Mas berada di posisi kamu. Bahkan bisa lebih parah dari yang kamu lakukan sekarang. Oh ya Dek, Ayah bilang kamu harus meningkatkan belajar lagi karena akhir - akhir ini prestasimu di sekolah menurun."

Aku mendesah pasrah mendengar ucapan Mas Alfian kepadaku. Karena orang tua kandung ku itu hanya bisa menuntutku agar aku memenuhi standar yang sudah mereka tetapkan dalam bidang akademik. Bahkan aku juga sudah bosan menjadi bahan perbandingan dengan Kak Alya. Yang menurut mereka Kak Alya lebih segalanya dariku.

Mereka tidak pernah mau mengerti apa yang aku rasakan dan yang aku inginkan. Mereka hanya bisa menuntutku agar aku bisa menjadi seperti yang mereka inginkan. Sungguh aku benar - benar lelah menjalani hidup seperti ini.

"Maaf Mas, mungkin aku belum bisa memenuhi ekspektasi Ayah agar aku bisa menjadi apa yang Ayah inginkan. Aku bukan Kak Alya Mas. Kita orang yang berbeda."

"Kamu sama cerdasnya dengan Alya, karena kita semua mewarisi gen dari Ayah yang memiliki kecerdasan di atas rata - rata. Mungkin hanya masalah waktu, suatu hari nanti kamu pasti bisa membuktikan kepada Ayah bahwa kamu juga bisa. Yang penting kamu jangan pernah putus asa."

Hijrah Cinta Si Gadis NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang