Pengalaman pertama

12 5 0
                                    

Huff—

Aku langsung menghempaskan punggungku ke atas kasur saat baru beberapa menit yang lalu aku tiba di dalam kamar kosku.

Niat awalku untuk menginap tiga hari di rumah kedua orang tuaku gagal karena aku lelah harus bersitegang dengan Nenek dan juga Kakak perempuanku.

Biarlah aku hidup seorang diri di dalam kamar kosku yang hening dan sepi ini. Tapi setidaknya aku merasa nyaman dan tidak terganggu dengan keadaan yang sering memancing emosiku. Katakanlah aku adalah remaja labil yang masih dalam proses mencari jati diri. Namun aku juga tidak akan berisik jika aku tidak terusik.

Karena aku suka kesendirian tapi tidak suka dengan kesepian. Aku suka kebersamaan tapi tidak suka keramaian. Aku hanya ingin dimengerti dan aku juga hanya melakukan apa yang aku inginkan tanpa dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak aku suka. Apalagi dibanding - banding dengan orang lain yang jelas sangat berbeda denganku.

Sejauh ini masih Mas Alfian yang menduduki posisi tertinggi sebagai orang yang paling memahamiku. Aku benar - benar merasa nyaman dengan Kakak lelakiku itu. Karena dengannya lah aku bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga.

"Mas Alfian sekarang pasti mencariku di rumah Ibu karena aku pergi tadi dia masih berada di kampus. Ya Allah maafin adikmu ini Mas, ternyata tidak semudah itu berdamai dengan Nenek dan Kak Alya. Mereka selalu menyudutkan aku dengan masalah sepele yang sebenarnya sangat tidak perlu untuk mereka lakukan."

Aku ingin sekali memejamkan mata akibat rasa penat yang aku rasakan. Tetapi aku segera teringat bahwa aku belum mandi, karena sudah dapat dipastikan aku tidak akan bisa tidur dengan nyaman dalam keadaan tubuh yang masih kotor.

Dengan langkah berat dan malas aku menyeret kakiku menuju kamar mandi. Kemudian berdiri di bawah shower untuk membersihkan tubuhku dari keringat dan debu yang menempel.

Hanya butuh waktu 15 menit untuk ku habiskan di dalam kamar mandi sebelum kemudian aku menyambar handuk yang aku gunakan untuk mengeringkan rambut dan tubuhku.

Badanku seketika menjadi segar namun tidak menyurutkan kantuk yang semakin aku rasakan. Bergegas aku berpakaian, berusaha secepat mungkin agar rambutku segera mengering agar tidak membasahi bantal jika aku gunakan untuk tidur.

Hoamm—

Aku menguap lebar dengan sudut mata yang mulai berair.

"Tumben ngantuk banget. Tidur sebentar kayaknya enak nih."

Tanpa aku sadari akhirnya aku pun terlelap dalam posisi tidur telungkup.

Entah jam berapa sekarang. Namun aku terjaga saat mendengar bunyi ponselku berdering.

Tanpa melihat nama yang tertera di layar ponselku, aku segera menggeser ikon berwarna hijau sebelum mendekatkan benda tersebut ke depan telingaku.

"Halo!" jawabku dengan suara serak khas bangun tidur.

"Halo Len kamu di mana sekarang?"

"Mbak Nani?"

"Iya."

"Oh maaf Mbak, aku nggak tahu kalo Mbak yang nelfon. Akunya baru bangun. Nih masih di atas kasur."

"Memang kamu habis dari mana sampai kecapean seperti itu. Waktu cuti bukan malah digunakan untuk istirahat dengan baik."

"Aku baru saja pulang dari kampung Mbak. Mumpung dikasih jatah cuti aku gunain itu buat berkunjung ke rumah orang tuaku."

"Oh begitu, tapi kenapa cepet banget pulangnya? Besokkan masih ada sisa satu hari cutinya."

"Nggak papa sih Mbak, karena aku juga masih banyak pekerjaan di kosan. Kosanku sudah waktunya dibersihkan deh kayaknya. Mbak Nani telfon aku ada perlu apa? Bukan masalah pekerjaan 'kan?"

"Sebenarnya ada kaitannya sih. Kamu cuti jadi nggak tahu info penting dari cafe kita. Makanya aku sengaja telfon buat ngasih tahu kamu."

"Info penting apa Mbak?" tanyaku penasaran.

"Malam ini hari jadi cafe kita, semua karyawan diundang Pak Bimo untuk merayakannya di Dexmon's Club malam ini juga. Apa kamu mau ikut?"

"Semua dapat undangannya, Mbak? Anak magang juga?"

Aku segera beranjak bangun dan menegakkan posisi dudukku setelah mendapat informasi dari seniorku.

"Iya semuanya tanpa terkecuali."

"Tapi aku belum pernah pergi ke tempat seperti itu Mbak. Lagian KTP ku baru bisa keluar dua bulan lagi. Memangnya aku bisa masuk?"

"Jangan kuatir kalo masalah itu mah. Pak Bimo sudah menyewa tempat di Club tersebut, jadi kau dan teman - teman yang lain aman."

"Lalu bagaimana dengan usiaku Mbak?"

"Dilihat dari postur tubuhmu yang tinggi semampai itu siapa yang mengira kalo kau masih bocah SMA. Ikut ya, nanti aku jemput."

"Tapi Mbak, aku—"

"Sudah jangan kelamaan mikir. Kamu pasti aman pergi dengan kami karena ini termasuk acara gathering biasa. Siap - siap sana, nanti jam 7 aku jemput di kosanmu!"

"Apa semua pegawai ikut Mbak?"

"Ya iya donk Len, namanya juga acara kerja. Ya sudah ya aku tutup dulu. Mau info ke yang lain juga. Bye!"

"Bye Mbak!"

Setelah mengakhiri pembicaraan ku dengan Mbak Nani tadi aku tampak menimbang - nimbang lagi untuk pergi atau tidak. Tetapi jika aku tidak datang ke acara ulang tahun cafe, aku merasa tidak enak kepada Pak Bimo dan yang lainnya. Sehingga akupun nekat untuk pergi.

Lagi pula aku tidak sendirian di tempat itu, juga ada Mbak Nani dan teman - teman lainnya di sana.

Tepat pukul 7 malam, Mbak Nani menepati janjinya untuk menjemputku dari kosan agar kami berangkat ke tempat ulang tahun cafe bersama.

Malam itu aku memakai dress sepanjang lutut berwarna biru muda. Karena menurutku hanya itu pakaian yang cocok aku gunakan untuk menghadiri acara ulang tahun cafe tempatku bekerja. Apalagi tempat itu merupakan Club malam yang biasa digunakan untuk anak muda bersenang - senang.

Tin - tin.

Suara klakson mobil menyadarkan aku dari lamunan. Sekali lagi aku mematut diri di depan cermin untuk memastikan penampilanku sudah sempurna. Sebelum aku menyambar tas selempang yang tergeletak di atas ranjang dan berlari keluar kamar.

"Sudah siap Len? Ayo berangkat!" seru Mbak Nani saat melihatku keluar dan mengunci pintu kamarku.

"Susah nggak Mbak nyari alamat kosku?" tanyaku saat aku sudah mendekat ke arah mobil.

"Nggak juga, kan ada si Juki yang pernah nganter kamu pulang," jawab Mbak Nani sembari menunjuk ke arah pria yang sedang duduk di belakang kemudi.

"Oh iya ya!"

"Ya udah cepetan masuk!"

Aku segera masuk mobil dan mengambil tempat duduk di bangku penumpang bagian belakang. Sedangkan Mbak Nani ada di bangku penumpang bagian depan sebelah sopir.

Setelah 30 menit berkendara, mobil yang membawa kami sudah berhenti di depan sebuah bangunan megah yang bertuliskan Dexmon's Club dengan sangat besar di depannya.

"Ayo turun Len!"

Seperti orang bodoh aku hanya mengikuti ke manapun Mbak Nani dan Mas Juki membawaku pergi.

Aku terperangah takjub saat melihat pemandangan yang ada di dalam Club. Di sana aku melihat lautan manusia yang sedang berjoged ria mengikuti alunan suara musik yang begitu memekakkan telinga.

Suara dentuman musik yang ada di dalam tempat ini seakan membuat gendang telingaku pecah. Di sudut lain banyak tertata meja yang sudah penuh diisi pengunjung. Keadaan sekitar hanya terlihat samar di mataku karena pencahayaan remang dengan lampu warna - warni yang menghiasi tempat ini.

"Ayo kita ke sana Len!"

Mbak Nani segera menarik tanganku karena aku tidak bisa mendengar ucapannya dan terlalu sibuk memperhatikan keadaan di sekitar tempat ku berdiri. Tempat yang baru pertama kali aku datangi.


Hijrah Cinta Si Gadis NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang