PART 3 ||

115 7 0
                                    

Kafka Samesta Pramudya, mungkin para murid Jaya Raya High School sudah tidak asing lagi dengan nama itu. Laki - laki dengan tinggi 180 cm itu merupakan anak salah satu donatur tetap di sekolah tempatnya menimba ilmu. Dikaruniai wajah yang tampan serta kekayaan berlimpah membuat Kafka menjadi pribadi yang semena - mena. Laki - laki dengan tatapan tajam itu tidak segan untuk menghabisi siapapun yang berani mencari masalah dengannya, bahkan tidak jarang orang yang tidak bersalah akan ikut kena imbas jika dirinya sedang dalam mood yang buruk.

Kafka terkenal dengan ketampanannya yang sangat tidak munusiawi, bahkan dengan wajah datar serta sangarnya tidak mengurangi kadar ketampanan laki - laki itu. Setidaknya itulah yang dikatakan oleh para penghuni Jaya Raya high School, sebelum laki - laki itu mengenal Sarella, gadis yang berhasil membuat moodnya membaik beberapa minggu ini serta membuat Kafka yang beberapa kali terlihat memamerkan senyumannya walau sedikit. Tidak ada Kafka yang mencari masalah dengan murid lain, bahkan ini adalah rekor terlama Kafka tidak dipanggil oleh guru karena perkelahian.

Mungkin itu adalah berita baik bagi sebagian penghuni Jaya Raya High School, tetapi tidak dengan Sarella, gadis yang baru saja turun dari mobil Kafka. Wajah gadis itu terlihat pucat pasi, bahkan gadis itu tidak repot - repot menatap Kafka yang ada dibalik kemudi. Gadis itu memasuki rumahnya dengan perasaan was - was, bukan karena Kafka telah melakukan hal kurang ajar, tapi lebih kepada apa yang akan dirinya terima setelah membuka pintu utama rumahnya. Jam menunjukan pukul tujuh malam, seharusnya ia sampai rumah pukul empat sore, tetapi karena Kafka mengajaknya makan serta menemani laki - laki itu, membuat Sarella harus pulang sangat terlambat. Dan benar saja, baru saja memasuki rumahnya, Sarella sudah disambut dengan tatapan tajam ayahnya. Gadis itu menundukan kepalanya siap menerima apapun kosekuensi yang akan diterinya saat ini.

Plak

Satu tamparan mendarat mulus di pipi Sarella dari ayahnya setelah pria paruh baya itu tiba di depannya, membuat wajahnya menghadap ke kiri. Rasa perih langsung menjalar, membuat air mata yang tidak sempat ditahannya jatuh membasahi pipi putih yang kini sudah memerah itu.

"Murahan!" Ucap laki - laki paruh baya itu begitu menusuk. Sarella hanya menundukan kepalanya, tidak berani menatap ayahnya.

"Apa begini cara kamu membalas kebaikan saya? Gadis tidak tau terimakasih!"

"Maaf Ayah." Cicit Sarella pelan, bahkan untuk bersuara saja rasanya sangat sulit bagi Sarella.

"Jam berapa ini? Kenapa baru pulang? Kamu sudah mulai mengikuti jejak ibumu yang jalang itu? hah?!"

"Ngga ayah, aku..."

"Diam!"

Pria paruh baya itu berbalik, menganbil amplop lalu melemparkan isinya tepat ke wajah Sarella, membuat Sarella kebingungan, tetapi setelahnya gadis itu menutup mulutnya tidak percaya. Disitu, tepat dibawah kakinya berserakan foto - foto dirinya yang dicium oleh Kafka dan foto saat dirinya berada si perpustakaan. Sarella menggekengkan kepalanya, mencoba menjelaskan pada ayahnya agar tidak salah faham. "Ini tidak ngga seperti ayah pikirkan..."

"Apa lagi! Buktinya jelas menunjukan apa saja kegiatan kamu diluar sana!"

"Ngga ayah, ini salah faham."

"Mata saya masih berfungsi Sarella! Kamu mau mengelak?"

"Sudah pah, jangan terlalu keras pada Sarella." Ucap wanita paruh baya yang sedaritadi hanya berdiri di belakang, menonton drama antara suami dan anak sambungnya.

"Kamu masih membela dia?"

"Tidak. Aku cuma ngga mau kamu makin stres ngurus masalah Sarella."

Restu, ayah Sarella berlahan - lahan menghela nafasnya lalu mendudukan dirinya di sofa ruang keluarga itu. "Kamu urus anak itu, aku ngga mau denger dia buat masalah lagi. Dan Sania, kamu awasi apapun yang dilakukan Sarella di sekolah."

KAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang