Sarella menundukan kepalanya saat memasuki area kantin bersama Kafka yang menggenggam tangannya. Di belakangnya ada Daffa dan Kenzo yang mengekori mereka. Sejak seminggu yang lalu, Kafka benar -benar menjemputnya untuk ke kantin bersama setiap jam istirahat. Tidak hanya itu, Kafka bahkan memesankan menu khusus untuk Sarella makan setiap harinya.
"Aku boleh makan di kelas aja kak?" Tanya Sarella takut - takut. Sangat terlihat jika gadis itu tidak nyaman dengan tatapan para penghuni kantin yang dengan terang - terangan menatapnya.
"Makan disini, sama gue." Jawab Kafka tegas, tanpa menatap Sarella.
"Tapi kak..."
"Kenapa Sarella?" Ucap Kafka memotong ucapan gadis itu.
Sarella meneguk ludahnya susah payah, ia tidak siap dengan nada bicara Kafka yang terdengar jengkel padanya. "A...Aku ngga nyaman kak."
Kafka menatap sekelilingnya, lalu menghela nafas mulai mengerti dengan apa yang depermasalahkan Sarella. "Lo harus terbiasa sama situasi kaya gini Sarella." Ucap Kafka lalu menggiring Sarella agar duduk di sebelahnya, Sarella mau tidak mau menuruti apa yang diinginkan oleh Kafka karena ia tau jika ia menolak Kafka masih memiliki banyak cara agar Sarella mengikuti apa yang diinginkan laki - laki itu.
Gadis itu memakan makanannya dalam diam, yang dipikirkan Sarella saat ini adalah cepat - cepat menghabiskan makanannya lalu, kembali ke kelas. Sarella benar - benar tidak tahan dengan tatapan orang - orang yang dengan terang - terangan memperhatikannya.
Sedangkan tidak jauh dari Sarela, seorang gadis tengah mati - matian menahan umpatannya, rahang gadis itu mengeras kedua tangannya mengepal manandakan dirinya sedang menahan amarahnya yang siap meledak saat itu juga. Sania, berdiri dari duduknya, lalu dengan langkah lebar mrninggalkan kantin diikuti oleh teman - temannya.
***
Brak
Sarela meringis saat seseoramg mendorongnya hingga terjatuh di lantai, gadis itu hendak berdiri, namun belum sempat dirinya melakukan hal itu rambutnya sudah terlebih dahulu dijambak oleh gadis cantik di depannya.
"Berapa kali harus gue bilang, jangan pernah deketin Kafka. Lo ngerti bahasa gue ngga sih." Ucap Sania sambil mengencangkan jambakannya.
Sarella meringis, tangannya berusaha melepaskan jambakan Sania di rambutnya, tapi seberapa keras usahanya, Sarella tetap gagal karena Sania tidak juga melepaskannya dan malah semakin mengencangkan jambakannya. Bahkan Sarella yakin jika rambutnya bisa saja putus saat itu juga.
"Jawab sialan!" Bentak Sania, lalu memukul Sarella membabi buta.
"Sania stop, aku bisa jelasin." Ucap Sarella sambil menahan Sania, tetapi hal itu malah membuat Sania semakin murka.
"Stop lo bilang? Asal lo tau aja, sekarang gue lagi nahan diri buat ngga bunuh lo anjing!" Sania terus saja memukuli Sarella, yang sekarang mencoba melindungi dirinya dengan kedua tangannya.
"Jauhin Kafka, Jauhin Kafka, jauhin Kafka! Dari kata itu bagian mana yang ngga lo ngerti?!"
"Sania kamu salah faham."
Plak
Sania kembali melayangkan tamparannya pada Sarella, kali ini lebih keras dari sebelumnya terbukti dari darah segar yang keluar dari sudut bibir Sarella. Sarella mencoba menahan semua rasa sakit ditubuhnya. Setidaknya gadis itu bersyukur karena Sania hanya memukulnya saja, karena tidak jarang Sania akan menendangnya saat dirinya kesal pada Sarella.
"Ini peringatan terakhir buat lo Sarella, jauhin Kafka kalo lo ngga mau hal buruk terjadi sama lo!" Ucap Sania sebelum pergi meninggalkan Sarella.
Sarella menghela nafas, mencoba mengumpulkan tenaganya yang terkuras habis karena menghadapi keberutalan Sania. Gadis itu berdiri, lalu dengan susah payah membenahi penampilannya yang begitu berantakan. Dilihatnya pantulan dirinya di cermin, sedikit meringis saat melihat dirinya dalam kedaan yang sangat mengenaskan. Ada luka cakaran disekitaran dahi dan pipinya juga ujung bibirnya sedikit terluka. Sarella menghela nafas, entah bagaimana lagi ia harus menyembunyikan bekas luka itu.
Sarella keluar dari toilet sesaat setelah merapikan dirinya dan betapa terkejutnya Sarella saat mendapati Kafka. Laki - laki itu bersender sambil memainkan ponselnya. cepat - cepat Sarella berjalan menghindari Kafka, tetapi dengan cepat Kafka, menahannya. Laki - laki itu mengerutkan keningnya melihat penampilan Sarella yang jauh dari kata baik - baik saja.
"Apa yang terjadi?" Tanya Kafka khawatir. Terlihat jelas wajah laki - laki itu memerah karena menahan amarah.
Sarella mencoba melepaskan cengkraman Kafka di pergelangan tangannya, tetapi tentu saja tidak berhasil. "Bukan urusan kakak."
"Urusan gue kalo itu menyangkut lo." Ucap Kafka.
Memejamkan matanya, Sarella lalu dengan berani menatap Kafka, tatapan yang begitu dingin, dan Kafka tidak menyukai tatapan itu tertuju padanya.
"Aku mohon sama kakak, jauhin aku. Aku cuma mau hidup tenang."
Mendengar kata - kata yang keluar dari mulut Sarella, tentu saja membuat emosi Kafka langsung naik. "Siapa yang ngajarin lo ngomong gitu?"
"Kak.."
"Kita pulang." Ucap Kafka, memotong ucapan Sarella, lalu menarik gadis itu untuk ikut bersamanya.
"Kak Kafka!" Entah mendapat keberanian dari mana Sarella menghempas tangan Kafka dan membentak laki - laki itu.
Kafka mengeraskan rahangnya, lalu tanpa peringatan laki - laki itu langsung mengangkat tubuh Sarella. "Jangan bikin gue tambah marah Sarella. Lo ngga tau seberapa marahnya gue sekarang." Ucap Kafka, yang berhasil membuat rontaan Sarella melemah.
***
Prang
Sania melempar semua barang yang ada di kamarnya. Kamar yang tadinya tertata rapi berubah benjadi kapal pecah tidak lama setelah gadis cantik itu memasuki kamarnya dan mengobrak - abriknya. "Sarella sialan!" Maki Sania sambil mengacak - acak rambutnya.
Brak
Safira membuka pintu kamar Sania dengan kasar, wanita paruh baya itu dengan cepat langsung menghentikan kegilaan Sania yang melempar segala jenis barang yang dapat dijangkaunya. "Berhenti Sania!"
Sania menatap ibunya, lalu dengan wajah menahan tangisan gadis itu memeluk Safira. "Aku benci Sarella ma, aku benci sama dia!"
Safira mencoba menenangkan Sania yang kini menangis dipelukannya, tentu saja melihat anak gadinya menangis histeris dengan penampilan yang sangat berantakan membuat dirinya tidak suka. "Apa yang dilakukan gadis itu?"
Menghela nafasnya, Sania melepaskan pelukan Safira. "Dia rebut Kafka, dia terang - terangan mau ambil kak Kafka dari aku! Mama harus lakuin sesuatu ma, kalau perlu usir dia dari rumah ini. Atau buat dia mati ma!"
Sania kembali histeris, pandangan gadis itu tidak fokus dan terlihat jelas Sania samgat membenci Sarella. Melihat hal itu Safira kembali memeluk Sania dan menenangkannya. "Kafka punya kamu sayang, ngga akan ada yang bisa rebut Kafka dari kamu mama jamin itu."
Tentu saja Safira akan melakukan apapun untuk kebahagiaan Sania. Sebagai seorang ibu, sudah sepantasnya Safira menomorsatukan kebahagiaan anaknya, dan Safira tidak segan - segan untuk menyingkirkan apapun yang bisa membuat kebahagiaan anaknya lenyap.
***
Kafka mengajak Sarella ke aprtemennya, saat ini gadis itu tengah tertidur pulas digendongan Kagka. Laki - laki itu sengaja mencampurkan obat tidur di air mineral yang diminum oleh Sarella karena gadis itu sejak tadi terus saja memaksa ingin pulang kerumahnya. Laki - laki itu menghela nafas, cukup lelah menghadapi Sarella yang mulai keras kepala.
Dengan berlahan Kafka, menidurkan Sarella diranjangnya. Dibenarkannya letak bantal Sarella agar gadis itu dapat tidur dengan nyaman. Laki - laki itu menarik sedikit sudut bibirnya, diperhatikannya Sarella sambil tangannya mengelus halus rambut gadis yang kini tertidur nyenyak.
Kafka kembali menghela nafas saat melihat beberapa luka dikening dan sudut bibir Sarella, laki - laki itu beranjak lalu tidak lama setelahnya kembali membawa kotak kesehatan dan mulai mengobati luka - luka Sarella. Kafka ikut keningnya tidak suka menatap bekas luka cakaran itu, sebisa mungkin laki - laki itu menahan emosinya. Dalam hati Kafka berjanji akan menghabisi siapa saja yang sudah membuat Sarellanya terluka seperti saat ini.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
KAFKA
RomanceKafka menarik sudut bibirnya sedikit lebih lebar, orang - orang tersentak melihat senyum itu, karena sangat jarang seorang Kafka tersenyum walau sedikit. Ini adalah momen langka bagi mereka semua. Kafka tidak memperdulikan orang - orang yang heboh m...