PART 4 ||

122 9 0
                                    

Sarella mencoba melepaskan tanganya dari cengkraman Kafka, tetapi seberapa keras usahanya gadis itu tetap tidak bisa. "Aku mohon, lepasin aku." Ucap Sarella lirih.

Kafka yang mendengar ucapan Sarella berlahan melepaskan cengkramannya. Laki - laki itu mendekati Sarella lalu dengan lembut mengusap pelan pipi gadis itu yang sekilas terlihat lebam. "Siapa?" Tanya Kafka, sambil mengusap pipi Gadis itu, dan membuat meringis, karena rasa perih dqri tamparan yang diberikan ayahnya semalam.

"Bukan urusan kamu."

Kafka menghela nafasnya, mencoba merendam emosinya. "Oke, jangan dijawab, gue yang akan nyari tau sendiri." Ucap Kafka, dengan emosi yang siap meledak kapan saja.

"Kenapa?" Tiba - tiba Sarella bertanya. Gadis itu menatap Kafka yang hendak pergi dari kelasnya.

Kafka kembali mendekati Sarella, tetapi gadis itu malah mundur menjauh dari laki - laki itu. "Kenapa kamu seolah - olah peduli sama aku?" Tanya Sarella dengan mata berkaca - kaca.

"Karna lo udah buat gue tertarik sama lo Sarella." Jawab Kafka. Laki - laki itu mengurung Sarella yang terpojok dengan kedua tangannya, tidak memberikan aksen bagi gadis itu untuk menghindar. "Dan disaat gue cium lo di sini, disaat itu pula lo udah jadi milik gue. Jadi apapun yang menyangkut diri lo itu urusan gue." Lanjut Kafka, sambil menundukan kepalanya hendak mencuri ciuman dari gadis yang kini sudah berani menatapnya. Tetapi sebelum itu terjadi, Sarella sudah terlebih dahulu membuang wajahnya membuat bibir laki - laki itu mendarat di pipi Sarella. Kafka menyeringai, lalu dengan santainya laki - laki itu sedikit menhisap kulit pipi Sarella membuat gadis itu terkesiap lalu mendorongnya sekuat tenaga.

Sarella langsung berlari keluar saat lepas dari kungkungan Kafka. Sedangkan Kafka, laki - laki itu hanya tersenyum melihat Sarella yang berlari, tetapi setelah tubuh Sarella tidak terlihat, wajah Kafka langsung berubah drastis. Laki - laki itu langsung keluar dari kelas Sarella. Daffa dan Kenzo yang memang berdiri diluar kelas mengerutkan kening saat melihat wajah tidak bersahabat temannya itu.

Mereka berdua tidak ada yang berani bertanya, keduanya mengikuti Kafka di belakang, sampai tiba - tiba seseorang menabrak Kafka menyebabkan minuman yang dibawanya mengenai seragam Kafka. Kafka menatap seragamnya yang terkena tumpahan itu dengan tidak suka. "Lo ngga punya mata?!" Bentak Kafka.

"Maaf kak, aku bener - bener ngga sengaja." Ucap gadis yang tidak sengaja menabrak Kafka.

Kafka, menatap tajam gadis itu, lalu tanpa mengatakan apapun langsung pergi dari sana. Kali ini ia memiliki urusan yang lebih penting.

Sania, gadis itu langsung berlari kearah teman - temannya dengan wajah yang sumringah. "Ya Tuhan, gue meleleh ditatap kak Kafka. Lo liat kan, dia ngga marahin gue, padahal gue udah numpahin minuman gue ke seragamnya." Ucap Gadis itu heboh.

"Fix sih ini, kak Kafka pasti suka sama lo, soalnya tadi dia kan sempet bentak lo tapi waktu liat muka lo tiba - tiba dia ngga jadi marah - marah."

Sania mengipas - ngipaskan tangannya di depan wajah, kedua pipinya memerah mendengar ucapan temannya. "Aduhh lo ngga usah bilang gitu dong, nanti gue kepedean."

"Yang dibilang Gita bener San, gue juga liat. Pokoknya kalo lo jadi pacarnya kak Kafka, gue dukung lo seratus persen."

Senia tersenyum malu - malu mendengarkan ucapan temannya. Dalam hati ia bersorak gembira. Setidaknya usahanya tidak sia - sia. Lagipula siapa yang bisa menolak pesona seorang Sania? Seluruh murid di Jaya Raya mengetahui dirinya. Cantik, pintar, dan seorang model. Jangan lupakan dirinya putri tunggal dari salah satu pengusaha terkenal dikotanya. Siapa yang tidak akan tertarik dengan seorang Sania, bahkan Kafka, laki - laki yang dikatakan sangat dingin itupun tertarik padanya hanya dengan sekali melihat. Setidaknya itulah yang dipirkan oleh gadis dengan rambut curly dibagian bawahnya itu.

KAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang