Suara gaduh terdengar dikawasan kolam renang milik Jaya Raya School, salah satu SMA bertaraf Internasional yang ada di kota itu. Para murid asik berbicara satu sama lain, sambil menunggu pelatih mereka datang untuk memulai olahraga renang. Kafka, laki - laki dengan tinggi 185 cm itu hanya menatap malas pada sekumpulan perempuan yang sedaritadi dengan terang - terangan melemparkan tatapan menggoda serta senyum manis padanya.
Demi Tuhan, ingin rasanya Kafka, mendorong mereka satu persatu ke dalam kolam renang. Ini adalah salah satu hal yang paling dibenci Kafka, laki - laki itu sangat tidak suka jika jadwal pelajarannya harus disatukan dengan kelas lain, menghadapi teman sekelasnya saja rasanya Kafka sudah sangat malas, kini ia harus dihadapkan dengan orang - orang asing yang dengan tidak tau malunya membicarakannya secara terang terangan. Memang ini bukan pertama kali baginya, bahkan hari - harinya tidak pernah lepas dari tatapan memuja para perempuan.
"Senyum dikit kenapa sih Ka, kasian tu mereka nungguin lo senyum balik." Ucap Daffa, laki - laki yang menjadi tersangka mengapa Kafka harus berada di situasi seperti saat ini. Jika saja Daffa tidak memaksanya untuk mengikuti kelas ini mungkin saat ini Kafka tidak akan kebosanan disini. Lihatlah, kini laki - laki dengan senyum manis itu tengah melemparkan senyum manisnya pada beberapa perempuan yang kebetulan menatapnya, membuat para perempuan - perempuan itu menjerit tertahan.
Kafka tidak menunjukan ekspresi apapun, bahkan laki- laki itu tidak menghiraukan perkataan Daffa, terlalu malas meladeni perkataan Daffa yang menurutnya tidak penting menurutnya.
"Tapi serius Ka, lo ngga tertarik sama mereka? Coba lo liat deh yang itu tuh, beuhh bodynya goals gila! Type lo banget." Heboh Daffa sambil menunjuk perempuan berambut kecoklatan.
"Ngga." Balas Kafka seadanya, ohh ayolah, Kafka bahkan pernah melihat yang lebih daripada itu.
"Gila, gila, gila, temen lo buta keknya Ken, curiga gue kalo sebenernya dia ngga suka cewek."
"Hmm." Jawab laki - laki bernama Kenzo, laki - laki yang tidak jauh berbeda dengan Kafka, bedanya Kenzo lebih terlihat manusiawi dibandingkan Kafka yang memiliki wajah yang sangat tegas.
"Lo berdua kenapa sih, daritadi gue ngomong cuma dibales seadanya doang, cepe ni bibir gue lama - lama ngoceh sendiri. Tanggapin dikit napa." Protes Daffa, karena tidak ada satupun dari mereka berdua yang tertarik dengan topik yang dibahasnya. Dosa apa yang pernah diperbuatnya hingga ia harus diberikan teman modelan Kafka dan Kenzo yang untuk mengeluarkan satu kata rasanya harus mengerahkan banyak tenaga.
***
Kafka, Daffa, dan Kenzo berjalan di koridor sekolah setelah jam olahraga renang selesai, keadaan koridor itu sepi karena memang jam sudah menunjukan waktu pulang bagi para murid. Ketiga laki - laki itu sengaja, membilas diri mereka paling terakhir, karena tidak ingin berdesak - desakan dengan murid lainnya. Saat sampai di parkiran, tiba - tiba Kafka menghentikan langkahnya, membuat kedua temannya menatap bingung kearahnya.
"Kenapa?" Tanya Daffa, tetapi tidak dijawab oleh Kafka, laki - laki itu langsung berlari meninggalkan kedua temannya, membuat kedua temannya semakin bingung.
"Tu anak kenapa?" Lagi - lagi Daffa bertanya, dan lagi - lagi tidak mendatkan respon, kali ini dari Kenzo. Laki - laki itu hanya mengangkat bahunya acuh, lalu melanjutkan langkahnya menuju mobilnya.
"Berdosa banget gue punya temen modelan Kafka sama Kenzo." Daffa mengelus dadanya, mencoba menahan segala makian yang ingin dilontarkannya pada kedua teman bisunya itu.
Sedangkan dilain tempat, Kafka baru saja keluar dari ruang ganti, saat dirinya tidak sengaja melihat seorang gadis keluar dari kolam renang dengan bertelanjang. Tidak bertelanjang sepenuhnya sebenarnya. gadis itu hanya menggunakan dalaman berwarna hitam dan sport bra senada dengan bawahannya. kedua tangan yang memegang tas yang sudah basah untuk menutupi buah dadanya. Untuk beberapa detik, Kafka merasa dunia berhenti berputar, laki - laki itu bahkan tidak dapat mengedipkan matanya saat melihat wajah lugu gadis itu yang terlihat tegang dan ketakutan.
Kafka menyembunyikan badannya dibalik tembok, saat tiba - tiba gadis itu menghadap kearah ia berdiri, jantungnya berdegup kencang dan keringat membasahi dahinya. Tidak pernah ia merasa segugup ini sebelumnya, apalagi hanya karena melihat gadis yang hampir telanjang. Walaupun sebenarnya tidak dapat dikatakan telanjang. Bukankah sudah dikatakan jika Kafka bahkan sudah pernah melihat tubuh yang lebih sexy dibandingkan tubuh perempuan yang dikatakan oleh Daffa. Tapi, kali ini Kafka tidak dapat menolak, jika tubuh gadis yang kali ini sudah lenyap dari hadapannya adalah tubuh tersexy yang pernah dilihatnya. Dan untuk pertama kalinya Kafka merasa bersyukur karena jam olahraganya harus disatukan dengan kelas lain, karena berkat itu, ia bisa bertemu dengan gadis yang entah siapa itu, dan berhasil membuatnya tertarik.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFKA
عاطفيةKafka menarik sudut bibirnya sedikit lebih lebar, orang - orang tersentak melihat senyum itu, karena sangat jarang seorang Kafka tersenyum walau sedikit. Ini adalah momen langka bagi mereka semua. Kafka tidak memperdulikan orang - orang yang heboh m...