Hari minggu adalah hari dimana Sarella akan menghabiskan waktunya dirumah seharian full. Biasanya gadis itu akan membantu Mbok Yuli membereskan rumah selagi Sania dan mamanya pergi menghabiskan akhir pekan, selain itu Sarella juga akan mengerjakan semua tugasnya. Ya kira - kira begitulah rencananya jika saja teman kelompoknya tidak memaksanya untuk datang untuk bekerja kelompok. Entah apa yang membuat teman sekelompoknya itu repot - repot mengajaknya bekerja kelompok di Coffee shop, karena biasanya mereka hanya tinggal menerima jadi saja.
Sarella memasukan semua peralatannya setelah semua tugasnya selesai. Tidak ada yang berbeda, semua tugas dikerjakan oleh Sarella sedangkan temannya yang lain sibuk bercerita sambil berfoto - foto ria. "Tugasnya udah selesai. Aku juga udah bagi yang mana aja yang harus kalian pelajarin buat presentasi."
"Loh kok cepet sih? Padahal baru aja gue mau bantuin." Ucap salah satu temannya.
Sarella hanya tersenyum menanggapi basa - basi yang diucapkan oleh teman sekelompoknya itu. "Kalo gitu aku balik duluan ya." Pamit Sarella, tapi tidak ada yang menanggapi.
Sarella memaksakan senyumnya, gadis itu berdiri sambil membawa sisa air mineral yang dibelinya. Jujur saja, saat ini dirinya sangat lapar karena tadi pagi Sarella belum sempat sarapan, dan gadis itu tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan di coffee shop itu. Kalaupun ia memiliki uang, sudah dipastikan ia tidak akan membeli makanan disana, harga makanan disana sama dengan uang sakunya selama empat hari.
Baru saja hendak keluar dari coffe shop itu, Sarella dikagetkan dengan kedatangan Kafka dan kedua temannya. Sarella hendak membalikan badannya agar Kafka tidak menyadari keberadaannya tetapi terlambat, laki - laki itu sudah terlebih dahulu melihatnya.
Sedangkan Kafka yang melihat Sarella tentu saja kaget, laki - laki itu langsung saja mendekati Sarella tidak peduli dengan tatapan memuja para pengunjung yang didominasi oleh para perempuan itu. Teman sekelompok Sarella langsung saja menahan teriakannya, saat melihat Kafka, Daffa, dan Kenzo berjalan kearah meja mereka.
"Hai." Sapa Daffa, dan tentu saja mendapat balasan dari teman kelompok Sarella.
"Ada apa nih rame - rame disini. Tumben banget." Tanya Daffa. Sebenernya Daffa hanya basa - basi, jika saja tidak ada Sarella diantara mereka mungkin Daffa tidak akan tau jika mereka masih satu sekolah.
"I..iya kak, kita lagi kerja kelompok." Jawab salah satu teman Sarella.
"Rajinnyaa, terus udah selesai kerja kelompoknya?"
"U..udah kak."
"Bagus kalo gitu." Ucap Kafka, dan langsung menarik Sarella mengajak gadis itu ikut bersamanya.
Daffa hanya menggelengkan kepalanya melihat Kafka. "Okedeh, kalo gitu gue pergi dulu. Have fun ya." Ucap Daffa, tentu daja dengan senyum manis setiap diakhir kalimat.
Daffa dan Kenzo memilih untuk kembali keluar dari Coffee shop itu saat melihat Kafka mengajak Sarella ke lantai tiga, dimana itu adalah ruangan pribadi milik Kafka. Ya, coffe shop itu adalah milik Kafka. Tempat yang setiap malam akan beralih fungsi menjadi bar itu dibuka sejak tiga tahun yang lalu,dan sudah sangat terkenal dikalangan para remaja untuk menghabiskan waktunya disana.
"Kak aku mau pulang." Sarella mencoba melepaskan tangan Kafka.
Kafka tidak memperdulikan, laki - laki itu terus saja menarik Sarella, mengajak gadis itu keruangannya. "Nanti gue anter."
"Aku maunya sekarang kak." Tolak Sarella keras kepala.
Kafka harus banyak - banyak menyimpat stok kesabaran saat berhadapan dengan Sarella yang selalu saja menolaknya. Laki - laki itu langsung menutup ruangannya lalu menguncinya saat berhasil membawa Sarella masuk. "Temenin gue sebentar ya Sarella."
Jantung Sarella langsung berdegup kencang saat Kafka menyebut namanya diakhir kalimat. Padahal ini bukan pertama kalinya Kafka menyebut namanya, tapi hari ini rasanya berbeda. "Aku mau pulang." Cicit Sarella, sambil mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.
"Iya pulang. Nanti gue anterin. Sekarang temenin gue dulu ya." Kafka mencoba membujuk Sarella, dan sepertinya tidak sia - sia karena dengan pasrah gadis itu langsung menganggukan kepalanya.
"Tapi jangan lama ya kak." Sarella mendudukan dirinya di sofa yang ada diruangan Kafka. Matanya menatap kesetiap sudut ruangan dengan penasaran. Sarella tau yang ia lakukan tidak sopan, tapi rasa penasarannya lebih tinggi. Ruangan itu tidak terlalu besar, hanya ada satu meja kerja, satu lemari kaca serta sofa.
Kafka tersenyum melihat Sarella, laki - laki itu membuka jaket denim yang dikenakannya dan menyisakan t-shirt berwarna hitam yang melekat ditubuhnya. "Kenapa?" Tanya Kafka saat melihat alis Sarella mengerucut.
"Kak, papa kamu ngga marah kalo tau kamu bawa aku kesini?"
Kafka hampir saja tertawa mendengar Pertanyaan Sarella. Laki - laki itu mendekati Sarella kemudian duduk tepat di depan gadis itu. "Kenapa harus marah?"
Sarella lagi - lagi menautkan alisnya, merasa bingung dengan ucapan Kafka yang malah balik bertanya padanya.
"Ngga ada yang bakal marah Sarella. Ini ruangan gue, jadi gue bebas bawa siapa aja kesini." Jelas Kafka, tidak ingin membuat Sarella semakin berfikir jauh.
"Maksud kakak?"
"Masa harus gue perjelas lagi sih? Tempat ini punya gue Sarella."
Sarella membulatkan matanya, tentu saja kaget. Sarella tau Kafka kaya, tapi ia tidak menyangka jika diumurnya yang belum genap berusia delapan belas tahun Kafka sudah mempunya Coffee shop yang bisa dibilang cukup besar. Sarella cepat - cepat mengembalikan ekspresi wajahnya.
"Lo udah makan?" Kafka mengalihkan pembicaraan.
Sarella baru saja akan menjawab, saat tiba - tiba perutnya berbunyi dengan tidak tau malunya. Wajah gadis itu langsung memerah. "Aku mau pulang." Ucap Sarella langsung berdiri.
Kafka lagi - lagi menahan tawanya. Laki - laki itu ikut berdiri. "Temenin gue makan, habis itu gue anter pulang." Tanpa menunggu persetujuan dari Sarella, Kafka langsung mengajak gadis itu keluar dari ruangannya.
***
Kafka menepati janjinya, laki - laki itu benar - benar mengantarnya pulang setalah selesai mengajaknya makan. Saat ini Sarella duduk di samping Kafka yang mengemudikan mobilnya dengan santai, gadis itu memainkan jari - jarinya bingung harus memulai percakapan dari mana. "Makasi untuk makanannya kak." Ucap Sarella akhirnya.
Kafka hanya tersenyum tipis, dilihatnya sekilas Sarella, sebelum kembali fokus melihat kejalanan. "Lo harus banyak - banyak makan. Badan lo kurus banget."
Sarella tidak menjawab, lebih tepatnya ia tidak tau harus menjawab apa. Ini pertama kalinya ada orang memperhatikannya, selain bunda dan mbok Yuli tentunya.
"Mulai besok, setiap istirahat gue jemput lo. Kita makan bareng di kantin. Ngga ada penolakan." Ucap Kafka santai, tapi penuh penekanan.
"Tapi kak..."
"Nurut ya Sarella."
Lagi - lagi Jantung Sarella berdegup kencang mendengar Kafka mengucapkan namanya. "Aku ngga mau orang - orang salah faham kak." Cicit Sarella pelan.
Kafka mengerutkan alisnya, laki - laki itu langsung menepikan mobilnya, lalu menatap Sarella. "Maksud lo apa?"
"Kamu sebentar lagi tunangan sama Sania kak, aku ngga mau kalo orang mikir buruk tentang aku."
"Lo denger gosip dari mana sih? Siapa yang udah nyebarin gosip murahan kaya gitu?" Tanya Kafka kesal tapi tidak mendapat jawaban dari Sarella.
"Ngga ada yang mau tunangan Sarella. Dan gue ngga mungkin mau tunangan sama dia. Gue sukanya sama lo, jadi kalaupun gue harus tunangan itu pasti sama lo. Ngerti?"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFKA
RomanceKafka menarik sudut bibirnya sedikit lebih lebar, orang - orang tersentak melihat senyum itu, karena sangat jarang seorang Kafka tersenyum walau sedikit. Ini adalah momen langka bagi mereka semua. Kafka tidak memperdulikan orang - orang yang heboh m...