Entah Selasa ke berapa sejak duka menyayat nya dengan teramat, Haekal masih disitu berdiri berjam-jam. Sekedar menanti senyum yang lama tidak ia jumpai. Berdiri menatap Bandara dari jauh, kadang tanpa sengaja ia menjatuhkan butiran bening dari kelopak nya. Ada rasa takut ketika melihat Bandara tapi ada rindu yang mendesak untuk menatap Bandara.
Tahun pertama, Haekal hanya mampu menatap Bandara beberapa menit lalu ia akan duduk tersungkur, dan tahun pertama selalu saja berhasil membuat Haekal hancur tanpa bersisa.
Tahun kedua, Haekal menatap Bandara dengan berdiri tegak, memastikan bahwa ia akan baik-baik saja. Meski nyata nya senyum semu itu akan datang bersamaan dengan ia menatap Bandara.
Tahun ketiga, ada perasaan yang memaksa Haekal memasuki wilayah Bandara, ingin duduk di tempat terakhir mereka tertawa bersama. Tapi, ada cambuk yang menghantam nya mundur.
Tahun keempat, ia masih belum mampu menginjakkan kaki disana, menatap lekat tempat duduk yang seakan menjadi benda keramat untuk dirinya.
Tahun kelima, disini lah Haekal sekarang, duduk sendirian menatap lalu lalang orang-orang yang ada didepan nya, merasakan betapa dingin nya kursi kosong disebelah nya.
"Pulang, Chan"
Suara berat milik Jevan menghentikan lamunan Haekal beberapa saat, menyambut uluran tangan Jevan. Melangkah keluar seolah meninggalkan jejak yang nanti nya meminta untuk dijemput.
"Beli rujak ayo"
"Serius?"
"Iya"
Entah sejak kapan, Haekal tidak pernah mau mengkonsumsi makanan yang dulu nya sempat menjadi makanan terfavorit nya itu, asam nya Mangga muda seolah berubah menjadi tajam nya pisau, manis dari Pepaya yang biasa ia rasa kan seolah berubah menjadi pahit nya kenyataan yang merobek setiap inchi dari diri nya.
"Si Rama beli kacamata lagi"
"Si anjing itu, kacamata mulu. Gue itung-itung udah tujuh puluhan itu kacamata ga pakai kaca yang digantung di dinding ga berfaedah banget"
"Kali ini kacamata betulan, Can"
"Pakai kaca? Ga yakin gue"
"Serius anjir. Mana tebel lagi kaca nya"
"Coba dah kita ke Rama"
"Oke kita jemput"
Sejatinya, sesakit apapun yang dirasakan Haekal ia tidak pernah bisa mengungkapkan seberapa sakit dirinya yang sesungguhnya. Pada akhirnya, ia hanya akan mampu menjadi dirinya seperti yang orang-orang kenal. Ia adalah warna kuning dengan sedikit rona merah;ceria.
——————————
"Assalamualaikum, CAKRAAA!!"
"Anjing, Can. Cakra nama bapak nya si Rama!! Di gebuk lo nanti"
"APA!!? CAKRA-CAKRA!!?"
"Kan apa kata gue"
"Hehe kepeleset, Om mulut Ecan. Cakra nya ada?"
"HAH??"
"Eh Ya Allah, Rama maksud nya"
"Udah teriak-teriak manggil nama bapak gue lagi lo"
Rama datang membuka pintu Mobil milik Jevan yang langsung dipelototi Haekal. Dari ketiga nya memang Rama yang sedikit sangat peduli perihal penampilan. Anaknya gaul banget kalau kata Bang Arka.
YOU ARE READING
ℙ𝕝𝕦𝕧𝕚𝕠𝕡𝕙𝕚𝕝𝕖 [LEE HAECHAN]
Teen Fiction___________________________________________________________________ Apa yang lebih buruk dari hujan di hari Senin? Kenyataan bahwa aku masih betah hidup di masa lalu yang kelam. ©Lhc ©rbdwxyz_