8-Senin, Pisah

27 7 0
                                    

Haekal berulang kali mencoba untuk terlelap, tapi berulang kali itu pula Naya seolah muncul mengatakan kalimat kalimat manis yang didalam nya tersirat perpisahan. Tapi, semanis apapun perpisahan selalu ada pahit yang mendominasi, iyakan?

Pukul dua dini hari, Haekal mengerang frustasi menatap jam dikamar nya. Sudah memasuki hari Senin, artinya hanya tinggal menghitung jam saja, ia akan melepas semua nya. Tanya nya, jika ia menanti akan kah berbuah pertemuan? Atau hanya membuang-buang waktu? Sejatinya keraguan memang akan tetap menghantui kapan saja.

"Woy!"

"Anjing Ya Allah kaya setan lo babi!! Astaghfirullah"

"Lo ngapain jam segini grasak grusuk?"

"Gabisa tidur"

"Makan mie yu"

Tanpa menjawab, Haekal mengekori Arka ke Dapur. Menikmati Mie Instan di jam dua pagi. Sekedar mencoba mengalihkan setiap rapuh yang tetutup rapi.

"Galau, Can?"

Suara berat dan terkesan serak mengalihkan pandangan Haekal, ada Jonatan yang hanya mengenakan kaos tipis dengan muka bantal nya, menuju meja makan. Haekal tebak orang tua itu kelaperan malam-malam.

"Hooh"

"Ajak jalan dong pagi. Mumpung sempet"

"Emang dia mau?"

"Coba"

"Gitu ya?"

"Iya"

Haekal meraih ponsel nya, membuka ruang percakapan yang masih kosong, tidak ada satupun kalimat disana menandakan memang tidak ada percakapan yang terjadi.

'Besok pagi jalan-jalan dulu, ya. Gue traktir makanan yang banyak'.

Tanpa diduga, sebuah notifikasi dari Naya tanda ada balasan dari perempuan di ujung sana.

'Oke'

"Besok jalan"

"Sama?"

"Kang rujak"

"Mau?"

"Iya"

"Yaudah"

Biarkan, biarkan Haekal menikmati akhir yang lebih berwarna meskipun Jonatan sendiri tau persis akhir berwarna adalah luka terhebat nanti nya, tapi membiarkan perpisahan berjalan dengan kelabu tidak mengenakkan juga.

——————————

Naya menatap punggung tegak yang kini menikmati kopi sambil menatap kosong ke luar jendela; Ayahnya. Ada pedih membayangkan Ayahnya akan sendirian dirumah yang terasa dingin ini. Naya setuju dengan kalimat yang mengatakan 'Ayah adalah cinta pertama anak perempuan' benar. Sedalam itu cinta nya pada laki-laki yang masih terlihat gagah dan tampan meski usia nya sudah lumayan. Kerutan di wajahnya tidak terlalu terlihat, membuat pesona nya tidak luntur. Jika bisa, ia ingin memiliki seseorang yang seperti Ayah nya. Laki-laki hebat yang selama ini selalu ada untuknya.

"Rapi banget, mau kemana?"

Naya terkejut mendapati Ayahnya kini di samping nya tersenyum dengan hangat.

"Kaget, Yah. Mau jalan sama Haekal"

"Jangan lama-lama nanti kamu siap-siap, istirahat sebentar"

"Iya ga lama-lama"

Tepat pukul sembilan pagi, suara deru Motor Matic berhenti di depan rumah nya. Bergegas, Naya beranjak berpamitan pada sang Ayah lalu menemui adam yang kini terlihat berbeda.

ℙ𝕝𝕦𝕧𝕚𝕠𝕡𝕙𝕚𝕝𝕖 [LEE HAECHAN]Where stories live. Discover now