28. Kesempatan dalam Kesempitan

1K 141 1
                                    

Tak terasa, setelah kejadian kemarin yang melibatkan keraguan tentang perjalanan ini, Sekar sekarang berada di atas kuda bersama Gajah Mada.

Keraguannya untuk ikut atau tidak kini sudah tidak berguna lagi, karena tidak mungkin ia kembali ke rumahnya saat mereka sudah dalam perjalanan.

Sekar terus saja bergumam dalam hati. Berdoa semoga ia tidak menyesal mengikuti perjalanan ini. Itu saja.

Tapi hal yang membuatnya agak menyesal, ia adalah satu-satunya perempuan yang menaiki kuda. Istri-istri yang lain berada di kereta yang di tarik oleh satu kuda.

Total, ada dua kereta yang masing-masing berisi tiga orang.

Kereta yang seharusnya muat diisi sampai empat orang harus diisi tiga orang karena, Sekar tidak bisa menaiki kereta.

Permaisuri tentu saja memiliki keretanya sendiri. Untuk urusan apa ia mau berbagi kereta dengan orang lain? Ia didampingi pelayan yang melayaninya setiap saat.

Jujur, Sekar tidak suka menaiki kereta. Berada di dalam kereta yang tertutup dan duduk menyamping membuat perutnya mual. Kepalanya berputar seakan-akan dunia ini sedang gempa.

Untung saja ia tidak sampai muntah. Ia hanya sangat pucat dan lemas. Itulah sebabnya dia akhirnya ia berada di kuda yang sama dengan Gajah Mada.

Walau Sekar merasa dirinya sendiri menyusahkan, ia tidak punya penolakan atau alasan. Ia tidak punya pilihan lain.

Sekar bingung dengan dirinya sendiri. Padahal ia hanya perlu duduk diam dikereta. Tapi malah mabuk perjalanan seperti orang bodoh.

Suara gemericik air sangat menenangkannya. Membuat pucat pasi yang ada diwajahnya berangsur-angsur menghilang. Rona wajahnya kembali cerah.

Sungai mungkin adalah hal yang sangat murni sejauh ini dalam perjalanannya. Walau hanya suara
yang ia dengar, sungguh mampu membangkitkan hati kecilnya. Membawanya ke tempat yang
damai.

Tapi jangan lupakan awan yang membimbing indah. Kalau perjalanan ini adalah kesialan, maka awan diatasnya adalah sesuatu yang menelan bulat-bulat kesialan itu. Kalian mungkin akan hanya diam menghadap ke atas dengan senyum mengembang jika pemandangan ini ada di depan kalian.

Walau, memang warna awan identik dengan biru dan putih, tapi beberapa kali kalian melihat awan dengan gradasi yang mewah yang cantik? Bukan tentang warna, ini lebih dari pada senja yang berwarna jingga. Ini tiga kali lebih cantik dari itu. Mungkin.

“Aku mengatakan yang sebenarnya. Pemandangannya sangat indah bukan?” Gajah Mada berbicara dari belakang. Sedikit membungkuk, sehingga mulutnya yang menyuarakan kata-katanya terkesan berbisik di telinganya.

Sekar menghindar sedikit. Merasa geli dengan hembusan menggelitik di telinganya. Apa Gajah mada tidak bisa berbicara dengan biasa saja? Tidak usahlah berbisik diteliganya. Itu sangat mengganggu dirinya. Mengganggu ketrentraman hati lebih tepatnya.

Sekar hanya mengangguk. Tidak menjawab ataupun bergumam. Memandang orang-orang yang ada disampingnya, menilik apakah ada seseorang dari mereka memperhatikannya.

Ia bersyukur karena tidak ada orang yang diam-diam memperhatikan mereka.

Tapi yang membuatnya merasa tertekan, ia selalu merasa ada orang yang mengawasi dirinya dan Gajah Mada.

Mungkin itu hanya imajinasinya saja. Karena jika memang benar ada, maka Gajah Mada juga akan menyadarinya. Tapi Gajah Mada terlihat biasa-biasa saja, jadi memang benar itu hanya imajinasinya.

Sekar membuang pikiran tentang itu. mencoba menenangkan pikirannya dan memperhatikan jalanan di depannya.

Yang Sekar tidak tahu, Gajah Mada menolehkan wajahnya ke samping begitu Sekar mengangguk dan kembali memperhatikan Jalanan. Matanya menatap tepat ke semak-semak yang tak jauh dari mereka. Saat semak-semak itu bergerak, lalu gerakan itu berpindah menjauh seiring matanya yang memperhatikannya, baru ia kembali fokus dengan jalannya.

GAJAH MADA ; Megat RosoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang