56. Pengiriman

801 104 9
                                    

Saat fajar tiba menyorot ke sela-sela kamar Gajah Mada, Sekar bergerak dengan lesu. Matanya masih tertutup, namun indra-indranya yang lain menyadari kalau saat ini sebuah tangan sedang memeluknya erat. Punggungnya bahkan bersentuhan dengan dada bidang pria di belakangnya.

Seperti biasa, sesuatu yang bangun di pagi hari membuat pinggul Sekar merasa panas. Tapi Sekar tidak merasa malu lagi karena ia sudah terbiasa di setiap laginya. Ia berbalik ingin membangunkan Gajah Mada agar melepaskan pelukannya karena ia sendiri tidak bisa melepaskan pelukan erat Gajah Mada. Tapi saat ia mendongak, mata segar Gajah Mada terbuka seakan ia tidak pernah tidur.

Gajah Mada tersenyum. "Pagi." Sapanya.

Sekar tersenyum lembut dan menyingkirkan rambut yang menutupi Gajah Mada. "Pagi Kang Mas." Balasnya.

Keduanya melemparkan senyum hangat dan tulus satu sama lain. Seakan-akan dunia hanya milik mereka saja.

"Bangunlah Kang Mas, panjenengan tidak bekerja?" Tanya Sekar.

"Masih banyak waktu untukku bekerja. Tapi untuk bersamamu, aku merasa kurang waktu yang aku habiskan." Ucapnya mengecup dahi Sekar.

Sekar terkekeh, tapi ia menjauhkan pinggul Gajah Mada darinya. Membuat rasa panas di pahanya menjauh. "Tapi aku perlu bangun," Ucapnya.

Gajah Mada menggeleng pias. "Bagaimana bisa seorang istri mengabaikan suaminya sendiri?"

Suara rendah penuh kesedihan membuat Sekar tertawa. Ia tidak kuasa menahan tawa mendengar Gajah Mada mengatakan itu tanpa melihat wajah garang dan badan besarnya.

"Sudahlah!" Sekar menahan senyumnya dan beranjak untuk melakukan aktivitas paginya. Karena Karti belum datang, ia tidak akan menunggu Karti.

Gajah Mada beranjak dari ranjang dan teringat kalau hari ini ia tidak perlu bekerja. Ia berjalan ke arah Sekar dan memeluknya dari belakang. "Hari ini, adalah hari dimana Bhre Wengker akan pergi ke Adibaya. Kita perlu melihatnya." Ucapnya.

Sekar teringat kalau Adibaya ditinggalkan di bawah pimpinan mantri untuk sementara, ia awalnya berpikir siapa yang akan menggenggam kekuasan itu? Karena mungkin butuh seorang yang bisa diandalkan dan terpercaya untuk bisa menangani Adibaya.

Ternyata ini adalah Bhre Wengker. Tidak heran, ia adalah seseorang yang penuh kekuasaan dan dia adalah paman sekaligus mertua Hayam Wuruk. Ini adalah kehormatannya untuk di percaya mempimpin Adibaya. Negri yang sedang di bangun.

Mungkin bagi Sekar, dikirimnya Bhre Wengker ke Adibaya adalah suatu kehormatan. Tapi tidak bagi Gajah Mada yang tahu segala isi pikiran Hayam Wuruk dan intrik masalah dikerajaan ini.

Kekuasaan Bhre Wengker sangat besar di Majapahit. Untuk segala sisi, ia hampir bisa dikatakan orang yang paling berpengaruh. Walau ia tidak menyukainya karena Bhre Wengker selalu menganggapnya musuh dalam politik, ia tidak bisa menyembunyikan kualitas Bhre Wengker.

Tapi Gajah Mada tahu alasan kenapa Bhre Wengker dipilih menjadi pemegang Adibaya.

Menurutnya, itu hanyalah tindakan halus Hayam Wuruk untuk mengusir Bhre Wengker dari Majapahit agar ia tidak terlalu ikut campur dalam pemerintahan. Mengirimnya seperti ini, akan membuatnya menyingkirkannya tanpa terlihat.

Karena dibalik matinya Pitaloka, tidak hanya Gajah Mada yang berkontribusi di dalamnya. Tapi Wengker juga berada di baliknya. Mungkin Hayam Wuruk sudah mengetahui itu, jadi ia ingin membalaskan dendamnya dengan mengucilkannya.

"Kapan beliau akan berangkat?" Sekar bertanya.

"Sebelum siang ini. Bersiaplah, kita akan melihatnya."

"Baiklah.."
.
.
.

Beberapa orang berkerumun. Diantara orang itu, salah satu orang menunggang kuda coklat dan mengenakan baju kebesaran yang penuh dengan aksesoris. Di belakangnya, ada beberapa prajurit dan pelayan yang siap sedia melayaninya.

Sebagai seorang ningrat, keluar dari Majapahit bukanlah hal yang main-main. Jika begitu, mereka hanya ingin pergi dari sana dengan kemewahan dan kebesaran yang menyertai. Sehingga mereka keluar dengan harga diri tinggi, keluar dengan penuh hormat.

Adapun kereta yang mereka bawa, itu digunakan untuk membawa Bhre Wengker ke Adibaya setelah mereka keluar dari wilayah Majapahit.

"Panjenengan sampun ngarsani Majaphit ingkang dumugi mangsa niki. Apik punapik pengabdian panjenengan kangge Majapahit, kawulo, Hayam Wuruk, ngucap matur nuwun ingkang ageng. Panjang yuswo sewu warso paman. Sugeng Margi."

(Anda telah menjaga Majapahit sampai saat ini. Pengabdian yang bagusmu untuk Majapahit. Saya, Hayam Wuruk, mengucap terimakasih banyak. Panjang umur seribu tahun paman. Selamat jalan.)

Seseorang yang berada di atas kuda hanya mengangguk dalam. Wajahnya gelap untuk sesaat, namun ia kembali mendatarkan wajahnya.

Keberangkatan ini tidak sepenuhnya sesuai keinginannya. Siapa yang ingin meninggalkan keluarga dan kekuasaan yang sudah matang? Tapi Hayam Wuruk malah mengirimnya ke sebuah negri yang sedang di bawah.

Walau kata-kata dan perbuatan Hayam Wuruk sangat lembut dan menghargainya, ia masih mangkel dalam hatinya. Pandangannya kini melirik ke anak dan istrinya.

Keduanya memiliki pandangan yang menyedihkan. Mata mereka merah, sehingga menyayat hati mereka yang memandang jauh ke mata itu.

Ia menggeleng. Tanda ia tidak apa-apa. Sedikit tindakan yang membuat kedua wanita ini tersenyum sedikit.

Sekar berdiri di sebelah Gajah Mada. Sialnya, di sebelah kanannya ada Marsih, si penindas yang tak ingin ditindas, berdiri seolah-olah mereka mengenal. Tersenyum dan menyapanya.

Jangan pula, walau ia bersikap ramah, tangannya senantiasa memegang kalung dan gelang saat ia berbicara. Mencoba membuat perhatian Sekar terpusat pada perhiasan itu. Sekar risih, namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa tersenyum menanggapi orang sok ramah ini.

Gajah Mada memandang Bhre Wengker sekilas. Saat ia melihat raut wajah yang sudah ia tebak (suram), ia mengalihkan perhatiannya kepada Sekar yang ada di sampingnya. Namun, perhatian Sekar teralihkan. Gajah Mada memeluk bahu Sekar meminta perhatian, tapi tetap saja Sekar tidak menoleh ke arahnya. Hingga akhirnya ia melihat kepada siapa Sekar tersenyum itu.

Di sebelah Sekar ada seorang wanita yang selalu mengajak Sekar bicara. Gajah Mada menyergit. Aura dari wanita itu sama seperti aura busuk yang ia rasakan di rumahnya. Saat ia pulang dari pertapaannya.

Jadi ini, orang yang berkunjung kerumahnya di saat ia tidak berada di rumah. Ia melihat wanita ini sekali lagi. Lalu melihat Sekar. Gajah Mada merapatkan alisnya sejajar dengan mata.

Gajah Mada baru kali ini menyadari hal kecil yang sensitif ini. Sekar memang mencolok karena auranya. Menatapnya seakan menatap dewi yang berada diatas walau ia tidak terlalu tinggi. Tapi bagaimana bisa Sekar sama sekali tidak memakai perhiasaan seperti perempuan lainya!!

***
Kalengberjalan :

***Kalengberjalan :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***
23 Juli 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang