Bab 11 "Langkah itu tak boleh terhenti"

1 0 0
                                    

"Gentong... ono opo toh, kok yo nglamun wae. opo lagi sing kurang? Pakanmu saja apik, kalah aku," ujar Tarso pada ayam jantan kesayangannya. "Kok..kok," suara ayam berbunyi seolah membalas ujaran Tarso. "Opo? Bojo? Lah wong bojomu sak abrek gitu kok." balas Tarso lagi seolah dapat saling mengerti. 

Hari Minggu justru menjadi hari tersibuk bagi Tarso karena mengurusi Gentong dan jenis burung peliharaan lainnya yang masing-masing memiliki nama itu.

"Maaf pak ada yang cari," ujar Benjot memcah konsntrasi Tarso pada Gentong. Benjot adalah salah seorang pekerja rumah Tarso yang santun namun selalu membuat Tarso tertawa karena tingkah pandirnya.

"Siapa?" tanya Tarso lalu kembali berbicara dengan Gentong sambil mengelusnya seolah tidak ada yang lebih penting dari pada si ayam jago.

"Maaf pak, ada temen lama dari Jakarta,''

"Maksudku sopo, koncoku buanyak dari Jakarta,"

"Oh iya, maaf pak, pake tongkat, satu kakinya hilang," jawab Benjot.

"Ha? Pake tongkat? Satu kakinya hilang..." Sejenak Tarso tertegun bertanya dalam hati atas jawaban yang tidak nyambung itu, lalu kemudian tersadar kembali, "ya...tapi jenenge sopo, Benjooot," balas Tarso gemes.

"Oh iya, maaf pak, namanya...Oh iya maaf pak saya lupa, tapi...kalo nggak salah...mmm,"

"Kalo nggak salah ya bener," pungkas Tarso mulai merasa geli dengan kebiasaan Benjot.

"Oh iya, maaf pak, saya baru ingat, kalau tidak salah namanya Tar...Tar..,"

"Tar...entar," tambah Tarso sengaja mempermainkan Benjot.

"Oh iya pak baru ingat, kalau tidak salah Taryadi," jawab Benjot.

Tarso tertawa dengan jawaban yang bertele-tele itu dan langsung menghentikan kegiatannya tanpa lupa berpamitan pada si Gentong meski ia sendiri masih meraba siapa yang dimaskud oleh Benjot karena ia belum pernah punya teman bernama Taryadi. Nalurinya hanya menebak bahwa yang dimaksud oleh Benjot adalah Karyadi meski tetap tidak yakin dengan tebakannya mengingat informasi dari Benjot mengenai keadaan tamunya itu.

Tarso segera berganti pakaian dan menemui tamunya. Kini nampak di hadapannya sosok lelaki yang dikenalnya, yaitu Karyadi. Tarso agak terkejut dengan tampilan Karyadi yang kini menggunakan tongkat sebagai ganti dari satu kakinya yang telah diamputasi, namun ia berusaha menutupi perasaannya dengan berpura-pura ceria.

"Hai Karyadi, wah udah lama wae, kangen aku karo kowe," sambut Tarso bergaya ceria seraya memeluknya.

"Lah iki sopo Kar?" tanya Tarso lagi sambil menunjuk perempuan cantik berkudung yang sejak tadi memapah Karyadi.

Karyadi tersenyum lalu memalingkan wajahnya kearah perempuan itu.

"Ayu toh?" ujar Karyadi membalas.

"Wee apik tenan koncoku iki, lama nggak ketemu tiba-tiba udah dapat pasangan baru, kalah aku, ha-ha," balas Tarso lagi.

"Huaha-ha, koe iki piye, iki si Menul Tar," ujar Karyadi sembari tertawa terbahak-bahak. Sejenak Tarso tertegun melihat Menul lalu tiba-tiba terisak menangis sambil menghampiri Menul

"Yaa Allah Menul, kamu sudah besar sekali, pangling aku," ucap Tarso sambil menyeka air matanya. Begitulah suasana yang diawali  keceriaan itu berubah menjadi haru.

Malam harinya saat Menul sudah tertidur Karyadi menceritakan seluruh kisahnya pada Tarso dan mengisyaratkan sikap hendak menyerah atas apa yang tengah diperjuangkannya dahulu. Tarso mendengar secara seksama lalu,...

"Kar, koe inget si Joko?" tanya Tarso sengaja mengganti topik hendak membuat Karyadi lupa dengan beban hidupnya. Karyadi terlihat berusaha mengingat namun, "wah lali aku Tar," jawab Karyadi. Tarso kemudian menyebut beberapa nama lagi, namun jawaban yang keluar dari mulut Karyadi tetap sama, "wah lali aku," hingga membuat Tarso menyerah. "Wah nyerah aku, ngene, nanti malam kebetulan ada acara ngumpul-ngumpul bareng temen SMP dirumahku, koe pasti bakal inget lagi dengan mereka" ujar Tarso.

Kunamakan Kau BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang