Bab 7 Januari 2010 - "Hancur sudah separuh hidupku, maafkan aku kekasih"

2 0 0
                                    

Suatu waktu di Sabtu sore,...

"Karyadi," panggil Benny.

"Iya Bos Ben," jawab Karyadi.

"Lu ikut gue, sekarang, ada yang mau gue tunjukin" perintah Benny.

"Siap bos."

Karyadi kini tinggal dirumah mewah bersama Benny. Fisiknya tidak lagi terpenjara, namun kebebasannya bersifat semu, kini hidupnya seolah hanya untuk Benny.

Sore itu mobil berjalan kearah senayan dan berhenti di salah satu mal sekitar itu. Mereka sengaja duduk di salah satu restoran sekedar menikmati secangkir kopi hangat.

"Kar,..coba lu lihat wanita cantik yang duduk di meja sebelah sana bersama seorang anak," ucap Benny sembari memberi petunjuk lemah kearah wanita itu agar tidak kentara tengah menjadi perbincangan mereka.

"iya, aku lihat kenapa memangnya bos?" tanya Karyadi.

"Itu adalah anak dalam photo itu," ucap Benny. Dengan jaringan yang sudah lumayan kuat, mudah bagi Benny untuk menemukan orang di Jakarta.

Betapa kagetnya hati Karyadi mendengar kenyataan itu, namun ia tidak terlalu percaya karena merasa tidak mungkin apalagi wajah anak itu memang tidak terlihat.

Benny melihat ketidakyakinan Karyadi atasnya dari raut wajah Karyadi. "Kalo lu nggak percaya, coba lu pura-pura jalan dan perhatikan wajah anak itu baik-baik, tapi jangan terlalu dekat," jelas Benny.

Karyadipun mencoba menyelidiki dengan mengikuti petunjuk Benny. Ia tidak begitu yakin bahwa itu adalah Menul meski ada beberapa kemiripan, namun desakan akan harapannya untuk kembali bertemu Menul menyebabkan ia menghianati ketidakyakinannya itu. "Yaa Allah, itu memang benar Menul, itu Menulku, terimakasih Yaa Allah kau telah merawat Menulku," bisiknya dalam hati sembari menahan tangisan.

Selain terikat dengan perjanjian, Karyadi juga ragu menegurnya, khawatir Menul tidak lagi mengenalnya dan kalaupun, ingat ia sadar kondisinya masih belum memungkinkan, ia telah banyak merencanakan hal untuk benar-benar mendapati Menul kembali tanpa membuat Menul sengsara.

Karyadi kembali ke mejanya dengan mata yang berkaca-kaca. Benny membiarkan Karyadi meratap sebentar, lalu mencoba membuka percakapan, "Kar, malam saat lu ditangkap, sejujurnya gue ada disana mengamati lu. Jujur gue merasa bersalah, untuk menebus itu gue membawa anaklu itu ke panti asuhan. Hampir tiap minggu gue mengamati dia meski hanya dari jauh, hingga akhirnya gue melihat anak itu dipelihara oleh wanita cantik itu. Aku telusuri hingga mengetahui tempat tinggalnya. Itu semua gue lakukan untuk lu Kar," jelas Benny lalu kembali terdiam agar Karyadi dapat bebas membuang ratapannya.

"Okey Kar," ucap Benny kembali memulai percakapan, "satu janji gue udah terpenuhi. Sopir gue akan mengantarkan lu ke kampung untuk memenuhi janji gue lainnya, lalu setelahnya kita bicara bisnis, giliran lu memenuhi janji lu," ucap Benny. Karyadi hanya mengangguk karena masih menahan tangisan.

Perjalanan ke kampung adalah hal yang juga sangat didambakan oleh Karyadi. Ia lebih tenang karena telah melihat Menul dalam keadaan sehat. Kini ia ingin memastikan kekasihnya berada dalam keadaan sehat. Di belinya banyak barang sebagai hadiah untuk Minarsih.

Namun ia berencana menemui sahabatnya lebih dulu, ingin sekali ia mengucapkan terimakasih pada Tarso. Setelah melalui jalan panjang sampailah ia pada kediaman Tarso yang sudah berbeda tempat. Sangat mudah menemui rumah Tarso karena ia sekarang telah menjadi orang terpandang di kampung itu.

"Maaf pak, mau ketemu siapa ya?" tanya seseorang dari balik pagar rumah Tarso.

"Ono Tarso ne?" tanya Karyadi sedikit berteriak.

"Maaf, bapak udah punya janji?" tanya orang itu lagi.

"Durung, tolong bilang aja aku Karyadi, koncone dari Jakarta, dia mesti gelem," jawab Karyadi.

Kunamakan Kau BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang