Bab 9 : Menjaga

1.4K 184 0
                                    

Arion terduduk lesu di sofa ruang rawat ayahnya. Ada Key yang juga tengah terjaga, padahal sudah tengah malam. Ia sudah menyuruh adik iparnya itu untuk pulang dan menemani Alin di rumah, tetapi ditolak mentah-mentah.

"Tidur aja, Bang, biar aku yang jagain ayah," ujar Keyvano, yang duduk di sebelah ranjang mertuanya.

Jangan heran mengapa Arion masih setia berada di sini, meskipun menolak mentah-mentah, nyatanya ia tak bisa menghapus posisi dan perasaannya sebagai seorang anak.

"Lo aja yang tidur, gue belum ngantuk." Arion menghela napas berat.

Ketakutannya tadi masih ada, meski ayahnya sudah siuman satu jam yang lalu, tetapi tangan ini masih sedikit bergetar ketika mengingat beliau jatuh kesakitan di hadapannya.

Arion sudah pasti akan merasa bersalah, sang ayah sakit akibat dirinya. Sebelumnya, ia tak pernah berpikir akan jadi seperti ini, karena dipikirnya beliau sehat dan kuat, serta keberadaan Arion tak begitu penting bagi beliau.

Yah, selain jadi penerus.

"Alin sama siapa di rumah?" tanyanya.

"Sama mama papa." Keyvano menjawab, nada bicaranya seperti orang mengantuk.

Sudah jelas begitu, Keyvano bekerja pagi hingga malam, lelah pasti sangat terasa. Melihat adik iparnya itu bekerja keras, dan bebas memilih pekerjaan yang diinginkan, membuat Arion sedikit iri.

Apalagi hidup Keyvano terlihat lebih sempurna karena sudah memiliki istri dan seorang anak. Jika dipikir-pikir, Arion sempat memikirkan pernikahan. Hanya kali itu, setelah bertemu dengan Fidelya.

"Key, lo punya kenalan nama Fidelya?" Arion jadi ngawur sendiri, sangking kehilangan ide untuk bertemu dengan perempuan itu.

Ini sama saja menanyakan 'bagaimana suasana di Jepang?' padahal, belum tahu bahwa yang ditanyai sudah pernah pergi ke negeri matahari terbit atau belum.

"Hm?" Keyvano mengerutkan kening, berpikir, "punya!" pekiknya setelah terlintas satu wajah.

Seketika Arion menatap Keyvano penuh harap. "Di mana?"

"Manager kafe Alin di Bogor," jawab adik iparnya itu.

Memang Keyvano sering menyebut kafe Alin, yang berarti kafe punya Alin, meski sebenarnya Keyvano yang mengelolah dari bawah sampai akhirnya bisa punya beberapa cabang seperti ini.

"Kirim alamatnya," Arion menarik ponsel dari atas meja, menunggu Keyvano mengirim pesan, "cepet."

Meskipun keheranan, tetapi tetap dilakukan. Keyvano mengetik di kotak pesan alamat kafenya yang berada di Bogor. Saat ponsel Arion berbunyi, senyum itu seakan mengatakan bahwa tak ada yang lebih bahagia dibandingkan alamat tersebut.

**

Arion menikmati kopi keempatnya. Tiba di Bogor malah tak membuahkan hasil apapun, yang ditemukannya hanyalah wanita bernama Fidelya, tetapi tak mirip dengan sang pujaan hati.

Sudah ia hubungi Keyvano, dan mengatakan bahwa sangat kecewa sebab merasa ditipu. Meski itu bukan kesalahan adik iparnya, karena memang Arion datang ke sini dengan tangan menggapai angin.

Ia memperhatikan sosok perempuan yang bernama Fidelya itu, mengenakan seragam pelayan, nampak sangat gesit mengantar pesanan.

Fidelya yang dikenal Arion tidak akan melakukan pekerjaan seperti itu. Jika dilihat dari mana keluarganya berasal, sudah pasti mereka bisa membeli kafe ini hanya dengan kedipan mata.

"Kopinya enak, Pak?" tanya seorang perempuan yang mendatanginya.

Arion tidak menoleh sama sekali, mata masih pada pelayan bernama Fidelya itu. Pikirannya melambung, menciptakan cerita fiksi di kepala.

"Pak?" panggil perempuan itu lagi.

Menghela napas kesal, Arion menoleh, menatap si kurang ajar yang mengganggu khayalannya. Lagi pula, ia adalah seorang pelanggan, mana bisa diganggu seperti ini oleh orang lain.

Manik mata melebar, merasa mengenali perempuan itu. Ia terduduk kaku, ingin berkata, tetapi seketika membisu. Hei, apakah air dari dukun itu manjur?

"Saya lihat Bapak udah di sini dari pagi, udah berkali-kali pesan kopi. Jadi, saya nanya, kopinya enak?" Perempuan itu tersenyum sopan.

"Fidelya," akhirnya Arion bisa menyebut namanya, "kamu Fidelya, 'kan?"

Perempuan itu ternganga dengan mata melebar, detik kemudian berjalan cepat menjauhi Arion. Meski dibuat bingung, Arion dengan berani mengejar Fidelya yang kini mengenakan pakaian rapi, riasan tipis, rambutnya terkuncir, dengan sepatu berhak yang berbunyi sesuai langkah.

Arion baru ingat, kata Keyvano Fidelya adalah manager di kafe ini, bukan pelayan. Itu berarti Keyvano yang tak tahu bahwa memiliki dua karyawan yang bernama Fidelya.

Perempuan itu masuk ke dalam pintu yang bertuliskan 'Hanya karyawan yang boleh masuk'. Namun, itu bukanlah halangan untuk Arion, ini kafe milik adik iparnya, kena masalah pun sudah pasti Keyvano akan membela dan memaafkannya.

***

Vote dan komeen

Jebakan Pak CEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang