Bab 12 : Jebakan Berisi Fakta

1.6K 177 0
                                    

Arion menguap berkali-kali, menunggu seseorang di lobi hotel. Hanya dengan sekali meminta, Keyvano segera memberikan nomor ponsel Fidelya padanya. Adik iparnya itu selalu menuruti mau Arion, bahkan sesuatu yang tidak diinginkan pun akan dituruti.

"Ngapain, sih, nyuruh gue ke tempat kayak gini?" protes Fidelya, menatap marah padanya.

Senyum penuh percaya diri Arion sunggingkan, dengan langkah pelan mendekati perempuan itu.

"Aku mau minta tolong ke kamu," ucapnya.

Fidelya menatap waspada. "Mau apa?"

Arion mengerutkan kening. "Lo takut?" Melangkah semakin dekat pada perempuan itu.

Otomatis Fidelya mundur satu langkah. "Jangan macam-macam," sengitnya.

Arion menggeleng tegas. "Aku nggak serendah itu," memasukkan tangan ke dalam saku celana, "lagian, aku seberantakan ini, nggak mungkin mau ngajakin kamu kencan. Aku rapi aja kamu nggak mau, apalagi kayak gini."

Perempuan itu menilik tampilannya dari kepala sampai kaki. Rambut lepek sebab baru saja selesai olahraga di gym, kaus oblong, celana training selutut, dan sepatu olahraga.

"Bau keringat pula," Arion mencium kedua ketiaknya, "lo mau?"

Fidelya menatap jijik. "Sekarang lo mau apa?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada kesal.

"Malam ini spesial buat sahabatku, dia mau nembak cewek yang dia suk—"

"Harus gitu, nembaknya di hotel?" sela Fidelya, sewot.

"Kan, di lantai enam ada restoran."

Fidelya membulatkan bibir, nampak paham dengan arah pembicaraan ini. Ekspresi kurang santainya kini berganti sedikit lunak.

"Habis itu, baru deh ke kamar hotel," sambung Arion.

Perempuan itu mengeratkan gigi. "Gue nggak mau, sama aja gue dukung maksiat."

Seketika Arion dibuat cengo. Setelah beberapa detik, ia berdeham berkali-kali, seakan ada batu yang mengganjal tenggorokannya.

Padahal, Arion sudah menyusun rencana 24 jam, sudah dipikirkannya pula kemungkinan yang akan terjadi. Namun, tak pernah dipikirnya jawaban yang keluar dari mulut Fidelya adalah hal itu.

"Bu-bukan!" sanggahnya, meskipun terlambat, "jadi, temen aku masih di restoran, kunci mobil aku ketinggalan di kamarnya. Bantu cari ... dong." Arion ragu alasan ini akan berhasil.

Fidelya menghela napas kasar. "Kenapa nggak cari sendiri?"

Arion menggeleng cepat, wajahnya nampak sangat memohon. "Aku nggak bisa, itu kamar udah didekor seromantis mungkin, dan aku orangnya ceroboh, takutnya malah bikin rusak."

Masa bodoh, Fidelya jijik melihat wajah memohonnya, yang jelas sekarang rencana ini harus berhasil. Lagi pula, ia tidak merencanakan hal buruk, hanya sedikit jebakan yang bisa membuat perempuan itu tak berkutik padanya.

"Kenapa harus gue?" tanya Fidelya lagi, "ingat, ya, kita nggak sedeket itu sampai lo berani minta tolong di gue."

Arion tersenyum miris. "Mau gimana lagi, aku nggak punya orang yang bisa dipercaya selain temenku yang lagi di restoran, dan kamu."

"Drama lo! Ayo cepetan!"

Perempuan itu menyilangkan tangan di depan dada, berjalan menuju lift dengan wajah angkuhnya. Arion mengikuti dari belakang, meski mengenakan hoodie dan celana jeans yang terkesan murahan, penampilan Fidelya tak mempengaruhi wajah manisnya.

Arion penasaran, sihir apa yang digunakan oleh perempuan itu.

***

Berada di kamar hotel, Arion sengaja memelankan gerakan sesuai rencananya dan Razka. Fidelya dengan semangat ikut membantu, khas orang yang ingin cepat mengakhiri aktivitas tak berarti ini.

Jebakan Pak CEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang