Bab 11 : Mencari Izin

1.4K 199 2
                                    

Arion bersenandung tanpa peduli suara falsnya, menebarkan senyum pada semua orang yang berpapasan dengannya. Dunia harus tahu, bahwa hari ini ia sangat bahagia. Sejak mentari menyinari, hingga tenggelam, ia habiskan waktu untuk mengganggu Fidelya.

Keyvano datang untuk membujuknya pulang, baru diketahui oleh Arion bahwa Fidelya adalah senior Keyvano dan Alin saat masih berstatus mahasiswa. Bahkan, demi bisnis yang dijalani oleh adik iparnya itu, Fidelya sampai meninggalkan pekerjaan sebelumnya dan ikut membantu membesarkan Kafe Dialinda.

Arion membuka pintu ruang rawat ayahnya, gerakan terhenti ketika melihat siapa yang berkunjung. Sudah pasti kedatangan beliau ada hubungannya dengan pertemuan Arion dan Fidelya hari ini.

"Selamat malam," sapanya.

Kedua pria itu menoleh, dari tatapan mata, ia bisa melihat kondisi sang ayah sudah lebih lebih baik. Arion mendekat, tersenyum pada tamu tersebut.

"Apa kabar, Om Dava?" Ia berusaha untuk ramah, meskipun sebenarnya kesal bukan main melihat dalang perjodohan palsu tengah berkumpul di ruangan ini.

"Baik," jawab Dava.

Arion menaruh ponsel di atas lemari kecil, kemudian menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang sang ayah. Biasanya ia tidak akan ikut bergabung pada obrolan seperti ini, tetapi karena punya tujuan, itu mengapa Arion tidak ingin beranjak.

"Om dengar, kamu udah tahu semuanya," Dava membuka percakapan, "maaf, ayahmu yang minta Om buat lakuin itu."

Meskipun masih kesal, Arion tidak ingin marah-marah, sebab beliau hanyalah mengindahkan permintaan ayahnya, dan Dava juga memegang kunci yang ingin diketahui oleh Arion.

Seperti, di mana Dava berkenalan dengan Fidelya? Siapa yang mengenalkan? Seberapa tahu tentang Fidelya? Yang lebih penting, di mana wali Fidelya?

"Boleh saya tanya sesuatu?" tanyanya.

"Jangan yang aneh-aneh." Sang ayah menyela.

"Enggak, kok." Arion merapikan duduknya, menaruh tangan di kasur. "Om kenal Fidelya dari siapa? Tahu walinya, nggak?"

Pria itu mengerutkan kening, seakan heran, mengapa bisa Arion bertanya seperti itu. "Om walinya," jawabnya.

"Ha?" Arion tak langsung percaya, "oh ... Om ini pamannya, ya?" tebaknya.

Dava menggeleng tegas. "Om ini ayahnya, ayah kandungnya."

"Lah," Ia dibuat bingung, "berarti bener dugaan saya, Fidelya bohong soal dia anak yatim-piatu."

Kini Arion yakin seratus persen, bahwa semua yang dikatakan oleh Fidelya hanyalah kebohongan agar ia mundur secara teratur. Namun, itu tak berpengaruh pada Arion yang sudah sangat yakin bahwa Fidelya adalah perempuan terakhirnya.

"Dia ngomong apa lagi?" tanya Dava, wajahnya terlihat sangat penasaran.

"Katanya, dia dibayar buat bohongi saya, dia miskin, ceroboh, bar-bar, kasar, bisa bunuh saya kapan saja, dan anak dari seorang pelacur." Arion menyebutkan tanpa meninggalkan satu kata yang keluar dari mulut Fidelya.

Safir berdeham. Arion menunggu tanggapan Dava, tetapi yang dilihatnya hanya wajah terluka. Ia tak tahu apa yang terjadi di sini, ketika menoleh pada sang ayah, beliau pun seakan bungkam dan menatap miris pada Dava.

"Saya tahu itu semua bohong, supaya saya berhenti ngejar dia," jelasnya, "emang saya kurang cakep, ya, Om?" Bercanda, demi mencairkan suasana.

Dava tersenyum tipis. "Langsung aja ke intinya, kamu mau apa?"

Arion berdecak, senyum miringnya menandakan bahwa sudah siap untuk mengatakan keinginan. "Karena Om Dava ngaku sebagai ayahnya, di sini saya minta izin mau nikahin Fidelya," ungkapnya tanpa ragu.

Pria itu menghela napas, dengan senyum mengukir di bibir. Mata melirik ke arah Safir, kemudian kembali pada Arion.

"Meskipun Om bilang iya, semua keputusan ada sama Fidelya," ujar beliau.

"Kalau dia bilang, iya?" Arion menatap intens kepada Dava.

"Kalian bisa menikah."

Senyum miring ia sunggingkan, segera bangkit dari bangku. "Dua hari kemudian, kami bakalan ke KUA—"

"Mana ada cewek mau sama pengangguran kayak kamu," interupsi Safir, meremehkan sang putra.

Arion menatap ayahnya. "Itu makanya aku bilang KUA, biar Fidelya tahu kalau aku orang miskin. Soalnya aku nggak punya duit buat adain akad mewah, undang orang banyak, sewa gedung, dan lain-lain."

Pria itu ternganga menatapnya, sedangkan Dava tertawa lepas. Arion berpamitan dan segera melancarkan aksinya.

**

Vote dan komen

Jebakan Pak CEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang