02 - Panggilan Sayang

217 34 0
                                    

"Nah! Itu elo bisa!"

Gue berdesas malas. "Kalau cuman begini, gue emang bisa, Saipul."

Wildan tercengir. Dia berjalan, menyeberangi net lewat bawah. "Hayuk praktek langsung dah."

Mengangguk sekilas. Gue mulai melayangkan kok dengan raket ke seberang. Gini-gini, kalau cuma pukulan servis, gue bisa. Tapi masalah gue itu ada di saat orang membalikkan kok tersebut ke arah gue. Gue sering kagok.

Ya, seperti sekarang. Gue lagi-lagi tidak berhasil memukul balik bola ke wilayah lawan.

"Buset, Min. Mau minum dulu? Kayaknya elo kurang fokus."

Gue menggeleng pelan. Lekas mengambil kok yang mendarat tidak jauh dari tempat gue berdiri. Servis lagi, kali ini gue benar-benar harus fokus. Wildan menerima pukulan dari gue, dengan ringannya melambungkan kembali ke arah gue.

Ayo, gue pasti bisa!

Satu pukulan. Kali ini gue tidak gagal. Kok tersebut kembali kepada Wildan yang kembali menangkisnya.

Gue rasa, permainan ini tidak terlalu susah. Semakin gue coba terbiasa pakai raket, semakin mudah mengontrol bola.

"Bagus, Min! Sekarang liat teknik gue!" Kok hasil tangkisan gue melambung tinggi. Wildan di seberang sudah berancang-ancang, tak sampai sedetik, dia melompat tinggi dan mengayunkan lengannya. Begitu cepat dan keras bunyi senar raketnya mengenai telak kepala kok hingga berhasil mendarat di bidang area gue.

Mengapit raket di ketiak, sementara tangan gue sibuk bertepuk takjub. Ternyata Wildan bukan sekadar pemain andalan. Tapi, benar-benar pemain yang dapat diandalkan.

Hebatlah kawan gue satu ini.

"Gila, keren juga teknik elo, Wil."

Di seberang, Wildan tampak tersenyum jumawa. "Makanya, sering-sering nonton gue latihan," sahutnya.

Lantas, dia menepi ke luar lapangan. "Istirahat dulu lah, Min. Matahari makin terik," ujarnya. Gue menurut saja, ikut menghampiri dan duduk di sampingnya.

Sebotol air mineral masih tersegel diserahkan ke gue. Terima aja, Wildan yang beli tadi alias gue dapat gratis.

"Permainan elo tadi sudah bagus," komentar Wildan sembari membuka tutup botol miliknya. "Cuman gue heran, kok elo sempet kagok tadi?"

"Gue nggak biasa pakai raket. Biasanya 'kan, gue apa-apa pakai tangan kosong."

"Iya, sih." Wildan menenggak airnya nyaris setengah botol. "Tapi, gue yakin, elo pasti cepat bisa. Jangan malu-maluin. Ingat, posisi lo sebagai pemain universal di tim. Harus bisa semuanya."

"Yeuh, Bulutangkis sama Voli beda, kali," balas gue yang sibuk membuka tutup botol. Lalu meminum seperempat air dari botol tersebut.

Wildan hanya berkedik bahu tak acuh. Cukup untuk lima menit gue dan dia beristirahat sekalian berteduh di bawah pohon. Selanjutnya, latihan kembali gue lakukan di bawah bimbingan Wildan.

Pokoknya gue harus bisa! Agar gue gak dibuli sama Juno karena nggak becus main bulutangkis. Bisa-bisa harga diri gue langsung anjlok.

.
.
.

Malam minggu kali ini, gue memilih untuk duduk anteng di depan laptop sambil streaming film lewat website ilegal. Gue gak punya uang buat langganan di Netpliks apa lagi ke bioskop. Tentu dengan modal Wi-Fi yang password-nya palakan dari rumah tetangga. Ehe, bercanda. Tetangga gue baik hati dan mereka ngasih password-nya cuma-cuma untuk gue. Mereka paham aja gue masih miskin begini.

Di tengah-tengah kegiatan gue. Notifikasi di hape bikin gue terkejut. Bukan karena apa, hanya saja deringnya tidak hanya berbunyi satu kali, melainkan berkali-kali.

WWWY? [YunGi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang