Gimana sih, rasanya bakal tanding bulutangkis sama si Sekretaris OSIS yang terkenal jago?
Testimoni jujur, nih. Gue ketar-ketir sampai ubun-ubun.
Lawan gue memang belum hadir di lapangan. Tetapi, suporternya sudah pada berdatangan.
Gila gak tuh. Perasaan ini bukan turnamen resmi. Tapi kenapa pada banyak yang ikutan nonton, sih? Gue sampai beku di tempat selama beberapa saat gara-gara melihat anak-anak OSIS pada datang.
Si Juno ke mana, sih? Gue pengin protes masalah ini. Pasti dia yang nyuruh anak-anak OSIS buat datang. Belum lagi cewek-cewek yang mungkin aja penggemar si SekOs bajigur kampret itu.
Mana makin lama, makin rame ini.
Gue berpaling ke Wildan yang duduk di atas tribun. Dari mukanya, dia juga kaget sepertinya. Buru-buru gue samperin itu bocah buat diskusi bentar.
"Eh, Wil. Biasanya, kalau kalian latihan, apa serame ini?" tanya gue waktu duduk di sebelahnya.
Wildan menggeleng. "Kagaklah, Min. Mana dibolehkan sama pelatih." Dia juga berasumsi, "Menurut gue, ini pasti taktik liciknya Juno biar elo makin gugup."
Nah, 'kan. Sesuai dengan kecurigaan gue. Si Juno memang licik banget. Bangsat. Selain mau buat mental gue breakdown, itu orang juga pengin mempermalukan gue di depan orang banyak. Wah, sialan banget. Awas aja si coro bangsat. Kapan-kapan akan gue smash memang muka kebanggaannya itu.
"Hah ... udahlah, mampus aja gue dah." Gue jadi frustrasi. Belum mulai, dah dibikin stres aja.
"Tenang, Min. Jangan menyerah dulu. Bentar lagi bang Je datang. Kita berdua bakal jadi suporter loyal elo." Sambil menepuk punggung gue, Wildan coba menghibur. Gue yang sudah terlanjur frustrasi cuman bisa angguk-angguk doang tanpa semangat.
Dahlah. Selamat tinggal proposal. Selamat tinggal harga diri. Selamat tinggal Juno jelek. Kalau sampai gue kalah, elo bakal jadi musuh gue seabad.
Fucek buat elo, Jun.
"AZMIN JI!"
Eh?
"HYUNG! FIGHTING!!!"
"GANBATTE ARA-ARA, AZMIN-KUN!!!"
Anjrit. Ada dua ras terkuat.
Gue langsung menoleh ke arah pintu masuk. Di samping gue, Wildan ngakak sementara gue sendiri hanya bisa melongo. Buru-buru gue menghampiri teman-teman somplak dari klub Voli yang baru pada tiba.
"Ngapain bawa begituan, anjir?" Gue nyaris depresot melihatnya.
Lana cengengesan sambil angkat-angkat banner hasil DIY dia dan anak-anak lain. Gue sih nggak masalah kalau cuma satu. Lah, ini. Hampir satu rombongan bawa banner sama papan. Mana nama gue terpampang jelas banget.
Dimas maju, ngasih spidol ke gue. "Ini, Min. Tanda tangan di sini," kata dia sambil nunjuk tempat di banner karton punya dia yang perlu gue tanda tangani. Mana gue nurut aja sama dia saking terherannya. "Gede-gede, biar kelihatan," pintanya lagi.
"Mantap kagak? Ini idenya si Jeri sama Supri," ujar Lana sambil nunjuk Jeri dan Supri yang lagi megang papan-papan kecil yang isinya huruf.
Gue rada bingung. Pengin jawab malu-maluin, tapi muka mereka pada bahagia banget. Entahlah, kok gue jadi merasa bersalah. Gue takut aja bikin mereka kecewa kalau kalah dari Juno. Bukan hanya harga diri gue, tapi nasib mereka yang notabene anak voli juga bakal dipertaruhkan di sini.
"Ya ... bagus kok, bagus." Gue terpaksa jawab begini sambil cengengesan. "Mantap, sih. Tapi, kenapa kagak bawa satu atau dua aja? Rugi, lho. Ini pasti pakai uang kas klub, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WWWY? [YunGi]
FanfictionIni kisah Azmin yang ingin bebas dari kerisihan akibat Juno yang berusaha melepaskan diri dari kejaran para mantan. Melakukan suatu kesepakatan untuk sebuah hubungan. Namun, apakah hubungan jenis ini akan tetap berlangsung seterusnya? ⚠️WARNING!!!⚠️...