Bagian Delapan 🐍

19 1 0
                                    

SEBELUM MEMBACA LEBIH BAIK VOTE DAN KOMEN TERLEBIH DAHULU.

HAPPY READING DAN SEMOGA SUKA....

.
.
.
.
.

Setelah sampai di bagian depan rumah kosong itu, keadaan tampak begitu memprihatinkan. Beberapa pohon-pohon kecil tampak roboh, juga tiang-tiang listrik juga ikut roboh akibat kejadian itu. Selesa kira dirinya pergi sudah begitu lama, ternyata perkiraannya salah. Salah besar!!

Orang-orang juga masih tampak berlindung di bawah rumah kosong ini, karena hanya rumah ini yang masih berdiri tegak, sedangkan selebihnya sudah hampir sama nasibnya seperti pohon-pohon itu.

Hujan juga masih tampak turun cukup deras, tapi Selesa tetap bergeming ditempatnya sampai akhirnya ada seseorang yang menarik tangannya untuk berteduh diujung Rumah tersebut.

"Kamu ngapain berdiri aja disana? Mau mati ketimpa pohon atau tiang listrik?"

Sedangkan orang yang ditanya hanya diam, pikirannya masih melayang entah kemana.

"Hei, kamu kenapa sa?" Tanya orang tersebut seraya menggerakkan tangannya didepan wajah Selesa.

Apa Selesa masih bingung, sama yang terjadi barusan? Pikir orang tersebut.

"Sa, hei. Hujannya udah mulai reda, ayo aku antar pulang sebelum hal yang gak diinginkan kembali lagi," ujarnya kesekian kalinya dan mampu membuat Selesa tersadar lalu menoleh kearah sang lawan bicara.

"Ah, iya. maaf, aku tadi masih syok, Ayo balik." Lalu mereka berlalu dari sana termasuk orang-orang yang berteduh tadi.

Setiap langkah yang mereka lewati, setiap itu pula keheningan terjadi. Antara Selesa atau pun pria disebelahnya ini tidak ada satupun yang mau membuka suara, padahal sebelumnya mereka tampak begitu dekat dan akrab.

Saat sampai di depan Rumah Selesa pun tetap terjadi keheningan. Selesa yang tampak kikuk dengan keadaan, serta cowo disebelah Selesa yang tampak bingung ingin memulai dari mana, sampai pada akhirnya ...

"Selesa."

"Ree."

Panggilan secara bersama itu membuat mereka tersenyum kikuk dan mulai tunjuk menunjuk untuk memulai pembicaraan yang entah apa itu.

"Ladies first, oke," ujar Ree kepada Selesa yang tampak gugup.

"Ah tidak, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih saja." Ree yang mendengar itu hanya mengangguk seraya tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu aku ingin menjelaskan sesuatu yang mungkin menjadi pertanyaan mu sejak tadi."

Ree mengambil jeda dahulu, dia ingin melihat reaksi Selesa, tapi tampaknya Selesa hanya diam dan menunggu kelanjutan dari kata-katanya barusan.

"Begini, sebenarnya kita adalah manusia pilihan. Awalnya aku juga merasa bingung seperti kamu, aku selalu bertanya-tanya tapi selalu tidak mendapatkan jawabannya. Tapi setelah bertemu dengan paman zu aku baru menyadari kalau aku sudah ditakdirkan mendapatkan kelebihan ini."

"Paman Zu? Siapa dia?"

"Paman Zu adalah orang yang kita temui tadi, yang memakai jubah itu," Ujar Ree dengan ekpresi menerawang. Selesa hanya mengangguk kaku bingung ingin bereaksi seperti apa.

"Kamu tau Sa, paman Zu sebenarnya sudah lama memata-matai kita. Tapi, karna waktunya yang belum tepat jadi dia belum menunjukkan jati dirinya."

"Aku saja baru mengenal dia 3 minggu ini dan langsung diajarkan beberapa ilmu yang sebelum nya tidak aku ketahui"

"Secepat itu kah?"

"Ya. Tapi kamu lah yang lebih beruntung, karna langsung diajarkan tanpa diuji terlebih dahulu."

life of a Fortune teller Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang