1. Pelindung

18.3K 1K 56
                                    

P A R A P E J U A N G.

- P E L I N D U N G -


Juna melempar ponselnya dengan kasar, tepat setelah dia mendapatkan pesan yang membuatnya dilanda emosi. Tapi apa yang tertulis dipesan itu juga mampu buat dia tenang.

Ares:

Jun, markas yok. Ada yang mau gue omongin tentang si Fahri anak sma kartika yang waktu itu mukulin adek lo. Semakin cepat semakin bagus.

Febian pratama, adik Juna yang dia jaga sepenuh hati. Karena kata bunda, Bian itu titipan yang harus bener-bener dijaga sepenuh raga. Juna paham, Bian itu bungsu dan udah seharusnya dijadiin prioritas utama bagi Juna dan yang lain. Ya, meski harus ada yang terasingkan diantara mereka.

Dengan langkah cepat, Juna mengambil jaket, kunci motor, dan topi lalu keluar dari kamar. Dia tidak peduli jika waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Juna pergi kekamar Bian yang letaknya tak jauh dari kamar Juna. Saat dia buka pintu itu, ada Bian yang tengah bermain game.

"Dek," panggilya berhasil mengalihkan atensi Bian namun, hanya sementara karena pemuda itu kembali fokus pada game nya. Gak sopan tapi gak papa.

"Kenapa lo dipukulin waktu itu?" Tanya Juna tanpa basa-basi. Dia tidak peduli meskipun Bian tidak menatapnya.

"Tiba-tiba."

Juna tidak yakin dengan jawaban Bian. Dia lalu semakin masuk kedalam kamar Bian dan tepat saat itu juga Bian mematikan ponselnya. Melihat lebam yang terlukis diwajah mulus Bian, membuat emosi Juna memuncak. "Gue aja kakaknya gak pernah pukul Bian. Dan lo siapa main pukul-pulul Bian?" Batin Juna penuh kemarahan.

"Jawab jujur! Gak mungkin si Fahri tiba-tiba mukul lo. Gak mungkin ada asap kalau gak ada api."

"Jadi lo nyalahin gue, gitu? Niat lo kesini mau apa si bang?"

"Gue gak nyalahin lo. Gue cuman tanya kenapa lo tiba-tiba dipukul. Fahri kayak gitu pasti punya alasan."
Juna menarik napas panjang sesaat. "Kasih tau sekarang atau gue bakal cari tau sendiri?"

Bian mendelik tidak suka dengan perkataan Juna. "Lo ngapain ikut campur urusan gue, bang?"

"Ya karena lo adek gue, Bian! Lo itu titipan Bunda yang harus gue jaga!" Juna berteriak prustasi. Dia aneh, Bian itu sudah kelas sepuluh tapi kenapa tidak paham juga.

"Gak usah bawa-bawa Bunda. Bunda udah pergi."

Juna memejamkan matanya. Mengungkit tentang Bunda hanya membuat dirinya sakit dan membawa luka baru. Jadi, dia memilih pergi daripada harus mendengar kalimat yang akan menyakiti hatinya. Lagi.

"Maaf ya bund, gagal jaga adek."

"Mau kemana lo?"

Langkah Juna terhenti tepat saat dia melewati ruang keluarga dimana ada kakak keduanya -Galen sedang menonton tv.

"Gak liat ini udah jam berapa? Lo, buta?"

Gelen memang seperti itu. Ucapannya selalu saja pedas dan menyakitkan. Tapi Juna sudah kebal, hampir setiap hari dia mendengar nya.

Para Pejuang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang