14. Farhan dan Luapan Emosi.

9.3K 750 19
                                    

P A R A  P E J U A N G

F A R H A N  D A N  L U A P A N  E M O S I –

– F A R H A N  D A N  L U A P A N  E M O S I –

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bang Arzan, kapan mau kerumah sakit?"

Arzan yang sedang bermain ponsel lantas menoleh kearah Bian di ujung tangga. Anak itu sudah rapih meskipun masih ada sedikit bekas luka.

"Kalau kayak waktu itu lagi, gimana?"

Mendengar jawaban Arzan membuat wajah Bian berubah sendu. Kemarin saat mereka diberitahu Adrian bahwa Juna sudah sadar, mereka kecuali Galen pergi kerumah sakit.

Niat Bian yang ingin meminta maaf pun harus pupus saat Juna hanya diam tak merespon bahkan melihat mereka saja tidak.

Wajar sekali bila Juna kecewa, wajar sekali bila Juna marah. Tapi, apa Juna masih membuka pintu maaf untuk mereka yang bajingan?

"Gue takut Bang Juna benci." Bian menunduk dalam, mengambil tempat tepat disamping Arzan.

"Semoga aja enggak."

"Bang Juna hebat, ya. Padahal kita udah sering ngasih dia luka tapi dia masih bertahan. Lo tau Bang, gue bener-bener ngerasa bersalah sama Bang Juna."

Arzan hanya mampu menghela napas lelah, tak bisa dipungkiri dia juga benar-benar merasa bersalah. Dia merasa gagal menjadi saudara kembar Juna, dia merasa tak pantas. Mereka berada di rahim yang sama, saling berbagi tempat, berbagi makanan tapi kenapa tidak bisa berbagi luka?

Memangnya itu adil?

Bahkan selama 2 tahun terakhir Arzan tidak tahu keadaan Juna. Untuk luka luar masih bisa dia lihat, namun dia sadar tak ada mengobati Juna kala itu. Dan untuk luka dalam? Dia tidak tahu apapun.

Yang hanya dia tahu adalah; Juna itu hebat, lebih hebat dari  apapun.

Brakk

Pintu yang terbuka keras mengejutkan mereka. Dan pelakunya adalah Farhan yang datang bersama kemarahan besar.

"Mana Galen?" Arzan menunjuk lantai atas. Sudah beberapa hari ini Galen jarang turun atau bahkan sangat jarang berbicara. Siapapun tau, penyesalan Galen pasti lebih besar diantara yang lain.

"Bang, telpon Bang Ghali sama Bang Alan. Suruh mereka pulang sekarang, kayaknya bakal ada keributan!"

Bian berucap dengan nada bergetar. Melihat Farhan yang pergi ke lantai atas dengan emosi benar-benar membuat dia takut jika abang pertamanya itu akan melakukan sesuatu yang berbahaya.

*****

"KELUAR LO ANJING!"

Umpatan kasar menjadi amukan pertama Farhan saat tiba didepan kamar adik pertamanya.

"GUA TAU LO DIDALEM YA BEGO! KELUAR ATAU GUA DOBRAK!"

Hitungan detik pintu terbuka dari dalam. Menampilkan penampilan Galen yang jauh dari kata baik, bahkan keadaan kamar yang bisa dibilang jauh dari kata rapi.

Namun Farhan tak peduli karena alasan dia kesini hanya satu; meminta pertanggung jawaban.

Maka, setelah Galen memunculkan wajahnya, Farhan lantas menarik kerah kemeja Galen dan membawanya lebih dalam.

"ENAK BANGET LO DIRUMAH, SEMENTARA SALAH SATU ADEK LO NYARIS MATI DISANA!"

Masih dengan nada yang sama, Farhan menatap bengis kearah Galen yang hanya mampu diam.

"DAN ITU SEMUA GARA-GARA LO, BANGSAT!"

Lagi dan lagi Galen hanya mampu diam, tak mengelak karena apa yang diucapkan Farhan benar.

"Kenapa diem?"

Suaranya merendah, namun kemarahannya semakin terasa. Dalam setiap waktu yang berpacu Farhan merasa semuanya terasa menyakitkan. Dia marah, marah pada keadaan dan ingin melampiaskannya kepada Galen. Pelaku terakhir yang membuat Juna terbaring disana.

"TANGGUNG JAWAB ANJING! BUKAN JADI PENGECUT YANG BISANYA CUMA LARI DARI KESALAHAN!"

Geram karena Galen hanya diam saja, Farhan lantas memukulnya bertubi-tubi dengan emosi yang kian menguasai.

Arzan dan Bian yang baru sampai hanya mampu terdiam diambang pintu, siapapun tahu Farhan dan emosi bukanlah perpaduan yang baik.

"BAJINGAN LO GALEN!"

"IYA!!" Galen balas berteriak, menatap Farhan tak kalah tajam. Napas keduanya berhembus kencang tak beraturan hingga dapat didengar.

"GUE BAJINGAN DAN LO GAK ADA BEDANYA DARI GUE!" Mendorong tubuh Farhan kasar hingga membentur dinding, kemudian Galen menunjuk wajah Farhan dengan tegas.

"LO, ANAK PERTAMA YANG GAK BISA DIANDELIN! ANAK PERTAMA YANG BISANYA CUMAN NGATUR TAPI LO SENDIRI GAK TAU ATURAN! ANAK PERTAMA PALING GAK BERGUNA YANG PERNAH GUE TEMUIN!"

"Lo lupa siapa yang biarin Juna diluar sampai terkena hipotermia? LUPA?"

"LO JUGA SAMA BEGO-NYA!"

Kini Farhan yang terdiam, menatap kosong lantai kamar yang dingin. Galen benar, dia sangat tidak berguna dan tidak bisa diandalkan sebagai anak pertama.

"Baru inget lo? Jadi yang lebih bajingan disini itu Lo!"

Tak terima dengan perkataan Galen, Farhan lantas bangkit lalu memukul Galen bertubi-tubi. Hal itu tentu membuat Arzan yang sedari tadi diam saja kini mulai beranjak untuk menghentikan acara baku hantam.

"SADAR, BANG!" Arzan menarik kakak tertuanya menjauh sementara Bian membantu Galen berdiri.

Arzan masih setia menahan Farhan yang masih emosi. Dia tahu jika kedua kakaknya ini cukup bahaya jika sedang dikuasai amarah.

"Gak seharusnya kalian berantem kayak gini, Bang! Jangan saling nyalahin karena disini kita semua salah! Kita semua ikut andil!"

Farhan mengusap wajahnya kasar lalu setelah itu hanya hening yang mengisi. Farhan tahu dia juga salah disini bahkan dia sempat menampar pipi Juna sebelumnya 'kan? Jadi benar kata Arzan bahwa semuanya ikut andil.

"Ada apa woy?"

Pekikan keras dari Alan dan Ghali yang baru datang berhasil memecah keheningan. Tanpa perlu dijelaskan keduanya sudah paham apa yang terjadi.

"Udah deh jangan main pukul lagi, gue gak mau kejadian Juna terulang lagi sama kalian berdua, Bang."

Alan menatap Farhan dan Galen bergantian. "Cukup Juna aja, Bang," lanjutnya pelan.

"Tapi gua harus ngasih tau manusia ini biar hak jadi pengecut!" Hardik Farhan.

Alan menarik Farhan menjauh saat kakak pertamanya itu berniat menghampiri Galen.

"Kita bisa omongin ini pake kepala dingin, oke."

Farhan mendelik tak terima lalu melepas paksa cekalan Alan pada bajunya. "Kepala dingin lo bilang? JUNA SAMPAI TRAUMA GARA-GARA DIA!"

Galen yang masih menormalkan pernapasannya lantas menegang. "Trauma?" Lirihnya tak percaya. Kali ini bukan hanya dia yang terkejut tapi juga semuanya.

Para Pejuang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang