5. Maaf atas segala luka

8.7K 801 21
                                    

P A R A  P E J U A N G

– M A A F  A T A S  S E G A L A  L U K A –

⚠️Kalimat yang ditulis miring merupakan bagian dari masa lalu.

Suasana sarapan pagi ini terasa begitu hening dari biasanya. Dua anggota keluarga mereka tidak hadir dan itu pasti Juna dan Farhan.  Atau mungkin hanya Farhan karena Juna biasa makan di sekolah –tidak sarapan bersama.

Hanya Arzan dan Bian yang tidak tahu kejadian semalam. Kejadian yang benar-benar membuat hati ke-empat abang tertua sakit.

Juna sesakit itu, sekacau itu, sehancur itu tapi masih bisa bertahan diantara mereka yang jelas-jelas semakin menambah penderitaannya. Hati kamu terbuat dari apa, Juna?

"Bang Farhan kemana tumben belum bangun?" Tanya Bian setelah sekian lama hanyut dalam keheningan.

"Bang Farhan sama Juna lagi sakit, kalian makan aja duluan, buat Bian sama Arzan nanti dianter sama bang Alan," jawab Galen tanpa menatap Bian.

"Bang Farhan sakit? Ko bisa? Bukannya semalem masih baik-baik aja, buktinya masih nunggu Juna pulang." Bian menatap Galen penuh tanya lalu setelahnya menatap tajam. "Pasti karena Juna, ya? Dia kenapa si dari kemaren–"

"Fabian, stop! Gak baik ribut didepan makanan." Ghali memperingati Bian dengan datar namun tersirat kemarahan dalam ekspresinya.

Alan dari tadi hanya memperhatikan Arzan yang diam dan tidak banyak bicara seperti biasanya. "Arzan, kenapa lo?"

Arzan menatap Alan sekilas lalu menghela napas kasar. "Gak tau, dari tadi perasaan gue aneh."

"Mikirin Juna, ya?"

Tepat.

Tebakan Alan tepat sekali. Sejak kemarin malam perasaannya tidak enak dan pikirannya selalu tentang Juna. Dia merasa gelisah tanpa sebab, merasa ada yang sakit namun dia tidak tahu dibagian mana.

Melihat Arzan yang teridam, sontak Alan manarik senyum tipis. Arzan dan Juna itu kembar, jadi wajar jika salah satu diantara mereka ada yang sakit, maka yang satunya akan merasakan hal yang sama, hanya saja Arzan tidak menyadari.

"Sebelum berangkat kalian berdua mau liat bang Farhan sama Juna dulu?" Arzan dan Bian mengangguk serentak.

"Gue mau liat bang Farhan dulu." Bian bangkit dari duduknya dan berniat pergi kekamar Farhan namun suara Galen menghentikan langkahnya.

"Liat Juna sekalian, Bian."

"Gak mau, bang. Emang kenapa harus liat dia sekalian?"

"Karena dia juga abang kamu."

"Males banget. Dia udah gagal jadi abang buat Bian."

Mereka terdiam sejanak. Ada rasa sakit dihati mereka walaupun kata-kata itu ditunjukkan untuk Juna. Gagal. Sampai kapan Bian seperti ini? Sampai Juna menyusul bunda?

"Bian udah terlanjur kecewa sama Juna. Kepergian Bunda bener-bener bikin dia berubah, bang. Bukan cuman dia, tapi kita semua berubah." Arzan mendengus kesal lantas pergi dari sana menyusul Bian.

Bohong jika Arzan tidak marah pada sikap Bian. Tapi mau bagaimana lagi? Jika dipikir-pikir alasan Bian berubah karena kepergian bunda, itu sangat masuk akal. Karena bagaimanapun Bunda adalah pilar terkuat dirumah setelah sang ayah.

Sekarang bunda pergi, dan hanya tinggal ayah. Namun apa? Ayahnya seolah ikut pergi tak tahu kemana.

*****

Para Pejuang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang