9. Diambang Batas.

9.2K 740 20
                                    

P A R A P E J U A N G

- D I A M B A N G  B A T A S -

Ares menyandarkan tubuhnya ditembok sesaat setelah para petugas medis membawa Juna kedalam ruangan IGD. Penampilannya sangat kacau, noda darah bahkan sudah mengering dibajunya. Tapi apa peduli Ares? Dia lebih peduli dengan keadaan Juna yang sekarat.

Bagi Juna, Ares itu rumah keduanya begitu juga dengan Ares. Juna berhasil merubah sikapnya menjadi lebih baik. Juna itu rapuh dan pantas untuk direngkuh.

Ares masih ingat bagaimana kecaunya Juna saat tahu jika ibunya sudah tiada. Juna bahkan sempat pingsan dua kali karena tak terima jenazah ibunya dimakamkan saat dia belum sadar. Juna marah, tapi marahnya Juna kalah dengan kemarahan saudaranya yang lain.

Ares tahu semua penderitaan Juna. Semua(?)

Pintu yang sedari tadi tertutup kini terbuka lebar, beberapa perawat berlarian membuat Ares bingung dan khawatir. Juna baik-baik saja bukan?

"S‐sus, ada apa?" Tanyanya bergetar menghentikan salah satu suster.

"Pasien mengalami patah tulang rusuk dibagian dada, dan kami akan melakukan operasi segera."

Kalimat itu seolah mampu meruntuhkan keseimbangan Ares. Semestanya sedang tidak baik-baik saja, tapi semestanya tak akan hancur kan?

"Gua gak mau binasa."

Mengingat kalimat itu seketika membuat amarahnya meledak. Mengingat, dimana dia menemukan Juna dalam keadaan mengenaskan. Maka, dalam satu tarikan napas Ares bisa menyimpulkan bahwa saudara Juna pasti tahu sesuatu.

"Kasih yang terbaik buat teman saya!"
.

"Bang Arzan," panggil Bian pelan. Arzan yang sedang memainkan ponselnya lantas menoleh pada ranjang si bungsu lalu mengangkat satu alisnya.

"Bang Juna kok gak kesini?"

"Gak tau," jawab Arzan acuh.

"Abang gak marah sama bang Juna 'kan?" Bian bertanya pelan, "lagi pula, itu bukan salah bang Juna."

"Tapi dia ingkar janji, dek." Arzan menatap Bian menjelaskan pelan-pelan tentang apa yang Juna lakukan. Arzan menjelaskan menurut apa yang dia lihat.

"Denger, ya Dek. Juna itu punya tanggung jawab buat jaga kamu dan kali ini dia lalai." Farhan mengusap surai Bian dengan lembut. Menatap adiknya penuh sayang, dan tanpa dia tahu Juna juga sangat butuh itu.

"Bian mau minta maaf sana bang Juna."

"Ngapain minta maaf? Kan udah kita bilang kalau kamu itu gak salah." Kini Ghali ikut menimpali.

"Abang tau gak waktu itu pertama kalinya Bian denger Bang Juna marah besar. Bang Juna—"

BRAKK

Pintu ruangan Bian terbuka kasar membuat penghuni sana terkejut. Pelakunya adalah Ares, yang datang dalam keadaan kacau serta napas yang memburu.

"Woy, lo punya sopan santun gak?" Maki Arzan namun sama sekali tidak dihiraukan oleh Ares.

"Siapa yang pukul Juna?" Suara berat penuh amarah Ares mengalun mengisi ruangan itu. Tatapanya menelisik satu persatu dari mereka lalu terpaku pada sosok Galen yang maju beberapa langkah dengan angkuh.

"Gue. Kenapa? Itu pantes buat dia dapetin!"

Kedua tangan Ares mengepal serta rahangnya mengeras. Terlihat jelas menahan amarah yang sayangnya masih mereka sepelekan.

"Gila lo, Bang!"

"What? Apa yang gue lakuin gak sebanding apa yang dia perbuat sampai Bian jadi kayak gini."

Para Pejuang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang