Satu minggu telah berlalu semenjak kembalinya Sakura ke Suna. Selama satu minggu itu, Sakura fokus memulihkan tubuhnya sementara Sasori mulai kembali kepada pekerjaannya sendiri. Bicara soal Sasori, si pria yang memiliki paras muda menawan itu adalah seorang pemahat terkenal di Suna. Karya seninya telah didistribusikan keberbagai museum dan galeri seni. Dipamerkan kesana-kemari sebagai karya klasik yang tidak teredam oleh perkembangan jaman dan seni modern.
Dapat memiliki sosok seperti Akasuna Sasori terbangun di sisinya adalah keajaiban tersendiri bagi Sakura. Setiap kali ia memikirkan perbedaannya dengan Sasori, Sakura sesekali masih bertanya-tanya. Apa hal yang membuat Sasori melabuhkan hati kepadanya yang terbilang gadis biasa-biasa saja?
"Selamat pagi."
Hari ini lagi, mengulang aktivitas yang sama, Sakura menyapa Sasori yang masih terlelap di tempat tidurnya. Surai merah pria itu bergerak halus mengikuti tiupan angin musim semi yang masuk melalui jendela teras yang terbuka. Sakura menyentuh surai itu dengan jemari lentiknya dan tersenyum tipis.
Sungguh pagi yang damai, pikir Sakura.
Pagi-pagi seperti ini sudah cukup baginya.
"Selamat pagi, Sakura." Sasori--menyadari keberadaan Sakura, menjawab dengan suara serak. Matanya perlahan-lahan terbuka, memamerkan sepasang indah netra caramel yang masih kesulitan beradaptasi dengan cahaya.
"Kau bangun lebih awal dariku lagi," keluh Sasori.
"Aku membuatkanmu sarapan."
"Aku lebih menyukai kalau kau tetap tidur di sampingku."
Sakura terkekeh, "Kalau begitu kau akan ke studio dalam keadaan kelaparan."
"Itu tidak masalah daripada harus bangun tanpamu di sisiku." Sasori menangkup pipi Sakura dalam telapak tangannya. Halus kulit Sakura berbanding terbalik dengan telapak tangan Sasori yang kasar. "Aku hanya membutuhkanmu, kau tau?"
"Ada apa dengan ucapan romantismu yang tiba-tiba? Mau menyenangkanku?" Sakura menggoda Sasori sambil menusuk pipi pria itu dengan telunjuk.
"Aku bermimpi kau meninggalkanku," gumam Sasori. Ia kembali memejamkan mata. "Rasanya sangat nyata."
Saat itu, alih-alih menenangkan Sasori dengan kecupan hangat di pipi, mengucapkan kata-kata manis yang melegakan hati--Sakura sebaliknya hanya menatap wajah Sasori tanpa ekspresi yang berarti. Ketika Sasori kembali membuka mata, senyum Sakura merekah indah sempurna.
"Bangunlah, terpaku kepada sesuatu yang tidak nyata hanya akan membuang-buang waktumu."
"Sakura," panggil Sasori ketika Sakura kembali berdiri. Tangan kekarnya menangkap pergelangan tangan Sakura--menahan gadis itu pergi. Lalu, dalam satu sentakan yang tidak Sakura antisipasi, tubuh Sakura terjatuh di dada polos Sasori.
Terkejut, Sakura lekas mendongak dan menatap wajah Sasori. Tapi, bukannya menemukan reaksi dari paras seperti boneka itu, Sakura malah menemukan dirinya yang kembali dikunci dalam obsesi Sasori. Terbenam dalam erat dekapannya, kasar pagutannya, dan agresif perlakuannya.
Sakura memejam mata, tawa jenaka merekah lepas dari bibirnya ketika Sasori melonggarkan dekapannya.
"Ada apa denganmu? Kita perlu sarapan!" Sakura--mengabaikan betapa perih luka di bibirnya, menyentuh kening Sasori halus. "Ayo makan."
"Sakura," gumam Sasori kembali. "Berjanjilah padaku kau tidak akan meninggalkanku."
"Aku tidak akan meninggalkanmu Sasori," Sakura menghela napas. "Aku milikmu, ingat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR SCENT (SASUSAKU)
FanfictionUchiha Sasuke tidak pernah menyesal terhadap keputusan yang sudah ia buat. Ia tidak pernah menangisi susu yang tumpah atau bahkan meratapi waktu yang sudah berlalu. Uchiha Sasuke tidak pernah menyesali apa pun sampai ia mencium aroma manis yang men...