Empat - Sebuah Gelang Rotan

23 3 0
                                    


Aku merupakan anak sekolah dasar yang sebentar lagi menginjak SMP. Nama Jingga selalu melekat dalam diriku. Memang namanya Jingga Fatamorgana. Iya, itu namaku. Tapi anak – anak seumuranku di sekolah selalu menambahkan nama itu dengan akhiran penyakitan.

Aku mengambil permen cokelat yang ada di saku seragamku. Pemberian Harsa kemarin lusa. Harsa selalu memintaku untuk memakan permen itu ketika aku sedih. Katanya, supaya aku tidak sedih lagi. Katanya juga, supaya aku bisa tersenyum manis lagi.

Aku memakan satu permen seperti biasa, untuk menetralisir rasa sedihku karena dibully oleh mereka. Iya, mereka teman satu sekolahku. Serendah itu, kah orang yang punya penyakit sepertiku? Bahkan, aku juga tidak meminta dilahirkan dengan tak sehat seperti ini. Aku tidak pernah menyalahkan mama yang sudah membesarkanku. Tidak juga dengan Tuhan. Kali ini memang benar, setiap manusia itu jahat. Kecuali beberapa orang yang selalu menyayangiku. Mereka tidak akan pernah menyakiti diriku.

Kali ini, bel pulang sekolah sudah berbunyi. Aku menghembuskan napasku. Membawa ransel lalu pergi keluar kelas. Melewati koridor sekolah dasar yang ramai juga akan siswa – siswi yang hendak memulangkan diri mereka. Manik mataku bertaut kearah gerbang. Seorang anak laki – laki dengan kaos oblong hitamnya terlihat tersenyum ke arahku. Senyumannya itu membuatku ikut tersenyum juga. Aku tahu siapa dia, iya... Harsa Bentala Mahameru, sahabatku. Aku mulai berlari ke arahnya. Lalu menautkan tanganku dengan tangannya dalam bentuk tos ala – ala.

"Jingga, gimana sekolah hari ini?" ujar Harsa ke arahku. Aku berusaha tersenyum di hadapan Harsa. Kami berjalan bersama menyusuri jalan kecil dari sekolah untuk bias sampai ke rumah.

"Aku tadi baik – baik aja, Sa." Ia seolah tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Ia menghentikan langkahnya, begitu juga aku yang melihatnya.

"Kamu nggak bohong?" ucap anak laki – laki itu tampak serius.

"Harsa boleh lihat permen di sakumu tinggal berapa?" Benar, aku tidak bisa menyembunyikannya dari Harsa. Aku yang mendengar kalimat yang keluar dari bibirnya itu mulai bergetar. Rasanya wajahku memanas. Semburat tangis dan isak masing – masing keluar dari bibir dan mataku. Aku tidak baik – baik saja. Aku memeluk tubuh Harsa. Menangis di raga anak itu.

"Hiks permen Jingga habis, Sa. Hiks Jingga sedih... Jingga sedih lagi." Aku tak kuat. Aku mengeluarkan semua rasa sakitku dalam pelukan itu. Tangannya mengelus pundakku pelan.

"Ada yang nakal sama Jingga, ya? Siapa? Kapan – kapan Harsa lawan."

"Temen – temen di sekolah nakal sama Jingga, hiks...emang Jingga seburuk itu yaa kalau penyakitan?"

Harsa melepas pelukanku. Tangannya mengusap pipiku, pipi yang basah akan liquid bening. "Nggak buruk, mereka yang buruk. Jadi anak kecil nggak boleh gampang nangis, Jingga. Inget dong, kalau mereka jahat kamu hajar aja mereka! Jotos!" ujarnya terkekeh. Satu tangannya terangkat membentuk sebuah otot. Aku yang melihat itu tertawa. Harsa benar – benar sangat lucu.

"Meskipun kecil begini badannya, kamu nggak boleh nangis!" ujar Harsa lagi. Aku berusaha mengulas senyumku lagi. Lalu menggandeng Harsa untuk kembali berjalan. "Kalau mereka nakal lagi nanti kalau ibuku ada uang dan penyakitku sembuh aku bakal sekolah disitu deh, biar bisa ngelindungin kamu."

Aku yang mendengar itu menganggukkan kepala. Lagi – lagi aku tersenyum atas penuturan Harsa. Bagiku aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Harsa.

"Jingga?" ucap Harsa ke arahku. Manik matanya menikam tajam menatap serius ke arahku. "Apa, Sa?" balasku.

"Di depan sekolahmu, aku lihat tadi ada yang jualan gelang. Kasihan dia enggak laku. Jadi aku beliin ini buat kamu karena ini lumayan murah." Aku menatap gelang yang ada di tangannya. Sebuah gelang tali yang dikaitkan dengan rotan. Aku yang melihat itu terkekeh antusias. "Ini buat aku, Sa?" ujarku lantas ia menganggukkan kepalanya. Ternyata ia beli dua, untuknya dan juga untukku. Gelangnya benar-benar lucu. Ia memasangkannya pada pergelangan tanganku.

HarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang