"yuk, gue anter balik." Julian berdiri, bangkit dari duduknya.
Menunggu Eletta mengikutinya. Mereka berjalan ke tempat parkir. Julian tidak membawa helm lain tapi menurutnya tidak akan jadi masalah karena ini sudah mulai gelap.
Dari tempatnya berdiri Eletta melihat Julian menaiki motor bebek bergigi dengan helm besar lamanya. Eletta terkikik karena menurutnya itu lucu.
Sampai di depan Eletta, Julian menggerakkan kepalanya memberi isyarat Eletta untuk langsung naik.
Merasakan Eletta sudah naik ke atas motornya, Julian langsung melajukan motornya. Dari kaca spion Julian dapat melihat Eletta yang duduk di ujung motor.
"pegangan." kata Julian sedikit keras agar Eletta dapat mendengarnya.
"katanya nggak boleh bertingkah kayak pacar, tapi lo nyuruh-nyuruh kayak gini, maksud lo gimana? Nggak konsisten banget, dasar orang tua!" balas Eletta nyolot.
Eletta masih tidak terima dengan cara Julian yang membuat garis di antara dia dan Eletta.
"yaudah lupain aja. Jangan deket-deket, jangan pegang gue." balas Julian.
"dih!" Eletta mendengus sebal.
Eletta mencoba melihat ke arah jalanan daripada berdebat dengan Julian. Dia tidak menyadari orang didepannya sedang menahan senyuman.
Motor itu berjalan menuju rumah Eletta sampai mereka ada di depan gerbang. Karena masih awal, rumah Eletta terdengar masih aktif dengan lampu menyala. Eletta turun dari motor Julian.
"besok gue mau beli helm."
Senyuman Julian kembali muncul. "buat apa?"
"buat nebeng elu lah."
"jangan harap, gue nggak nganterin lo lagi."
"gue lompat ke motor lo!"
"Gue pasang paku biar nggak ada yang bisa duduk."
"bisa duduk didepan!"
Julian tidak bisa membalas lagi, dia sudah kehabisan kata-kata.
"gue balik." menghiraukan Eletta, Julian pamit.
"heh!" sebelum motor Julian menyala Eletta memanggilnya.
"lo nggak cocok ngerokok." kata Eletta langsung berlari masuk ke dalam rumah.
Menutup pagar rumahnya, tidak mau mendengar Julian lagi.
-
Ditengah perjalanan pulang dengan motornya Julian melihat mobil berhenti di sisi jalan yang sepi. Melihat pemiliknya mengeluarkan peralatan perbaikan Julian menebak mobil itu sedang mogok. Tanpa berpikir Julian menepikan motornya menghampiri mobil mogok itu.
Selama beberapa bulan belakangan Julian sering menghadapi mobil mogok. Dia belajar memperbaiki mesin dari karyawan bengkel yang tinggal dekat rumahnya. Satu-satunya mobil yang tersisa di keluarganya sekarang digunakan oleh Jovial. Dan karena usia, mobil itu sering mogok. Saat ada di rumah Julian sering mengotak-atik mesinnya dan hasilnya mobil itu sudah tidak terlalu banyak mogok akhir-akhir ini. Oleh karena itu, Julian cukup percaya diri dengan kemampuannya.
Julian menengok dan itu adalah seorang pria paruh baya dengan kemeja sedang memilah kunci.
"pak, mobilnya mogok?" tanya Julian.
"saya bantu." Julian yang menawarkan langsung membuka almameternya.
Tapi pria paruh baya itu tampaknya ingin mengatakan sesuatu. "saya bi—"
"gpp pak saya lagi nggak ada kerjaan juga hehe." tanpa mengindahkan orang itu Julian membuka kap mobil.
Tapi orang itu masih ingin mengatakan sesuatu, Julian masih tak menanggapi dan sudah mulai mengerjakan mobilnya.
Karena melihat reaksi Julian dan merasa sudah tidak bisa menyela lagi, pria paruh baya itu akhirnya tidak bersuara dan hanya memperhatikan pekerjaan Julian.
Melirik almameter Julian yang bertengger di kepala motornya, pria itu membuka suara. "mahasiswa UI mas?"
"iya pak, baru semester tiga."
"ohh anak saya juga disana, baru jadi maba." kata pria itu.
Julian yang sudah menemukan penyebab kerusakan langsung menanganinya. Itu hanya butuh sepuluh menit bagi Julian untuk menyelesaikannya.
Julian menoleh lalu tersenyum pada pria itu. "oh iya pak? Masuk jurusan apa?"
"Ilkom."
"temen saya juga ada yang baru masuk ilkom."
"satu jurusan sama anak saya dong?"
"iya. Ini udah selesai, bisa dinyalain mesinnya." kata Julian dengan senyum ramah.
Pria itu sedikit terkejut saat Julian mengatakan dia sudah selesai. Lalu tanpa berkomentar lagi dia menuju ke bangku pengemudi. Menyalakan mesin mobilnya, dan itu berhasil.
Pria paruh baya ini sebenarnya berniat untuk memperbaiki mobilnya sendiri tadi karena dia juga bisa. Tapi setelah anak muda ini membantunya, itu lebih cepat dari perkiraannya.
Julian tersenyum setelah mobilnya sudah menyala. Dia mengambil almameter di kepala motornya berniat memakainya.
"mas tunggu, mau kemana?" tanya pria itu.
"saya ada kerja part time di cafe temen pak, jadi saya permisi ya."
"oh kerja?"
Julian mengangguk.
"kalau masih mau kerja, ini kartu nama saya, dateng aja langsung bilang disuruh pak Adi, kebetulan itu bengkel saya." kata pria itu.
Julian mengangkat alisnya matanya melebar. Jadi dari tadi dia membantu memperbaiki mobil milik seorang pemilik bengkel?
Julian sangat malu, itu seperti dia membantu orang yang sudah ahli.
Dia harus menyembunyikan wajahnya.
"oh maaf pak, saya pikir bapak butuh bantuan padahal bisa sendiri. Maaf pak saya sok tau." Julian menundukkan kepalanya berkali-kali merasa salah.
Pria itu terkekeh ringan. "gpp, kamu kerjanya bagus. Bisa cepet. Kalau kamu mau saya seneng banget kamu kerja di bengkel saya."
Mendengar itu wajah Julian berseri. Bekerja di bengkel kedengarannya menarik, selain itu Julian bisa mendapatkan tambahan lain selain dari cafe.
"boleh pak?"
"boleh banget! Dateng aja."
"siap pak, saya kesana!"
Pria paruh baya itu tertawa menertawakan semangat Julian. Lalu pergi dengan mobilnya begitu juga dengan Julian.
Motornya melaju menuju cafe tempat dia bekerja paruh waktu. Itu adalah cafe milik kakak Jamal. Sudah sekitar satu tahun Julian bekerja disana.
Saat sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian kerja, kaus polo hitam ditambah celemek barista berwarna coklat. Julian mengambil alih pertukaran karyawan.
Selesai dengan beberapa pesanan, Julian menghampiri Jamal yang sedari tadi duduk di meja bar.
"kenapa muka lo?" Jamal bertanya pada Julian yang terus tersenyum.
Sedikit aneh menurut jamal.
"gue ditawarin kerja di bengkel. Kayaknya lumayan deh buat nambah tabungan sekalian belajar hehe."
"lu mau pergi dari cafe??"
"enggak lah, bisa siang gue ke bengkel sampe sore. Malemnya kesini."
"kuliah lo gimana tolol?"
"cari jadwal pagi."
Jamal menggelengkan kepalanya tidak mempercayai temannya ini.
"udah gila duit lo." olok jamal.
Julian tertawa karena komentar jamal. Dia tidak membantahnya karena itu benar.
"dunia sama manusia itu butuh duit bro wkwk."
KAMU SEDANG MEMBACA
ELIAN
RandomEletta tak pernah mengira dia bisa menjadi sepencundang ini di depan seorang anak laki-laki berlabel 'good boy' di sekolahnya. Sedangkan Julian sang ketua OSIS tanpa cela itu hanya mengikuti permainan Eletta, tidak lebih.