Kebetulan sekali hari ini Eletta sedang tidak ada kelas karena sang dosen ada keperluan. Setelah mengirim pesan pada Narra dan Jovan, Eletta harus gigit jari karena kedua temannya sedang tidak kosong. Keduanya hari ini ada kelas dan tidak bisa menemui Eletta. Padahal Eletta sudah berada di kampus. Tadi sebelumnya, Eletta bertemu dengan Danu, tapi orang itu akhirnya pergi juga dengan anak perempuan gebetannya. Karena terlihat Danu sedang berusaha mendekati perempuan maka Eletta tidak bisa memaksa Danu untuk menemaninya.Sekarang Eletta bingung harus melakukan apa. Jika dia pulang sekarang maka akan terasa sangat membosankan. Dirumah Eletta hanya bisa menonton drama korea dan tidak ada hal lain yang bisa dilakukan.
Setelah berpikir beberapa menit akhirnya Eletta teringat dia punya satu lagi teman main. Eletta mengirim pesan pada orang itu dan langsung dibalas.
Kedua sudut bibir Eletta kemudian terangkat karena jawaban anak itu.
Eletta segera melangkah pergi menuju parkiran. Mobilnya melaju menuju arah yang sudah lama tidak dilaluinya. Sampai akhirnya Eletta tiba, mobilnya berhenti disamping gerbang berjajar dengan mobil lain.
Dari jauh mata Eletta menyipit untuk memastikan penglihatannya. Dirasa penglihatannya tidak salah, Eletta kembali tersenyum penuh arti.
Itu adalah Jina yang dilihatnya. Anak itu sedang berjalan keluar gedung sekolah bersama seorang anak laki-laki yang cukup tampan. Mereka berdua berjalan beriringan membuat senyuman Eletta terlihat semakin menyebalkan di mata Jina.
Itu seperti senyuman mengejek.
Oh iya, Eletta datang ke sekolah lamanya untuk menjemput Jina.
Tadi dia sudah bertanya dan kebetulan Jina sangat punya waktu untuk pergi dengannya.
Saat hampir dekat dari tempat Eletta berdiri, Jina mengatakan sesuatu pada anak laki-laki itu yang membuat mereka akhirnya berpisah.
Eletta hampir tergelak tawa saat anak laki-laki itu melambaikan tangan pada Jina untuk undur diri.
"udah jadi nih?" tanya Eletta saat Jina berjalan mendekat.
Jina yang ditanyai hanya menggedikan bahunya acuh.
Sejujurnya Jina dan Jeje, anak laki-laki itu, mereka sudah menjadi dekat akhir-akhir ini. Tapi Jina belum mau menyimpulkan sesuatu terlebih dulu sebelum Jeje mengatakan yang dirasakannya. Jina tidak mau menjadi anak perempuan yang terlalu percaya diri sampai di level tidak tahu malu.
"ga jelas gitu?" tanya Eletta lagi.
Mereka sudah berjalan beriringan menuju mobil Eletta.
Jina mengangguk untuk menjawab pertanyaan Eletta.
"ck ck bocil jaman sekarang lama banget, nggak sat set sat set." olok Eletta.
Jina melirik sinis pada Eletta. "lo aja yang gedubrakan! Namanya pendekatan ya pelan, nggak kayak lo bar bar."
Mendengar kalimat Jina, Eletta terbahak keras.
"WKWKWKWK... gue tuh bukan bar-bar tapi sat set sat set." kata Eletta sambil terbahak.
Jina hanya memutar bola matanya malas.
"tumben lo ngajakin jalan, kak? Abis lulus SMA lo kan jadi jarang ngajakin, eh bukan jarang lagi, nggak pernah kali." kata Jina kemudian.
Eletta hanya terkekeh lalu meraih lengan Jina untuk menggandengnya. "hehe Narra sama Jovan pada ada kelas, kalo nggak ada mereka kan cuma elo temen gue hehehe."
"oh jadi ini rasanya dimanfaatin kalau ada perlunya." kata Jina sarkas.
Yang diolok hanya cengengesan terkekeh saja pada kalimat Jina.
Ngomong-ngomong mereka sudah sampai di tempat Eletta memarkirkan mobilnya tadi. Mereka berdua akhirnya masuk dan mobil itu berjalan. Di sela perjalanan mereka melanjutkan pembicaraan.
"mau langsung gue anterin balik apa jalan dulu?" tanya Eletta sembari fokus pada kemudi.
"jalan, tapi traktir." kata Jina dengan santai tanpa ada perasaan tidak enak.
Hal ini membuat Eletta menoleh beberapa detik pada Jina. "tumben."
"biasanya nggak mau gue traktir." lanjut Eletta sedikit mengeluh.
Jina di kursi penumpang hanya tersenyum lebih cerah. "hehe sekali-kali morotin calon kakak ipar."
Jina bicara dengan enteng tidak menyadari bahwa dia berhasil membuat Eletta sedikit terkejut sampai satu alisnya terangkat naik.
"kesambet lo?" tanya Eletta kembali fokus pada jalan di depan.
"yeee kata siapa? Dari dulu kan gue berharap banget lo balikan lagi sama abang gue! Sok-sokan gatau lagi."
"bukan gitu, gue jalan sama lo ya sebagai temen. Nggak ada hubungannya sama ian, jadi gue nggak pernah mikirin pendapat lo buat gue soal ian." jelas Eletta.
Jina yang disampingnya tersenyum menggoda. "wooo keren juga lo wkwk. Tapi lo tau kan gue selalu dukung lo hihi."
Eletta yang masih menatap lurus ke depan berpikir sebentar sebelum mulai bicara lagi. Dia tampak ragu untuk mengucapkan hal itu sampai bibir bawahnya digigitnya sendiri dengan ringan.
"sebenernya akhir-akhir ini gue lumayan sering ketemu ian." Eletta melirik sebentar pada Jina untuk memeriksa reaksinya.
Sedangkan yang dilirik masih diam ingin mendengarkan kalimat Eletta lebih lanjut.
"di kampus?" tanya Jina saat Eletta tak kunjung melanjutkan kalimatnya.
Yang ditanyai mengangguk dua kali, membenarkan posisi duduknya lebih nyaman.
"pas ospek dia jadi kating pembimbing di jurusan gue, ceritanya panjang intinya gitu deh. Gue jadi bisa ngobrol beberapa kali, tapi nihil. Dia masih nggak mau balikan. Alesannya karena gapunya waktu, cih, bullshit banget nggak sih? Gue nggak perlu waktunya gue cuma butuh dia ngakuin perasaannya, emang sesusah itu? Ok, gue paham kalau dia emang udah nggak suka sama gue, gue bakal berhenti Jin! Tapi gue masih liat dia care ke gue ya kan bikin baper anjir, Julian tuh emang brengsek kalo kata gue."
Saat Eletta selesai mengeluh panjang kali lebar, Jina mendadak tersenyum menggoda lagi pada Eletta. Seingat Jina selama mereka mulai dekat, Eletta jarang, bahkan tidak pernah membicarakan Julian sampai sebanyak ini. Ini kali pertama Eletta mengungkapkan apa yang dipikirkannya tentang Julian pada Jina secara jujur.
Dilihat dari cara Eletta mengutuki Julian, sepertinya Eletta sudah sangat kesal pada Julian. Jina bisa memahaminya karena dia juga merasakan ada sedikit perubahan pada diri kakaknya.
Menyadari tatapan menggoda milik Jina, entah kenapa Eletta menjadi salah tingkah sendiri. Bibirnya tergagap saat bicara, berbeda dengan beberapa detik yang lalu menyerocos seperti bebek.
"ahaha ngomongin apaan sih gue, u-udah mau sampe nih, e, siap-siap." ujar Eletta dengan sedikit tawa canggung.
"anjir kak santai aja kali, gue malah seneng kalo lo ngomongin bang ian. Dia kasian tau, sekarang gila duit, yang dicari duit mulu nggak ada yang merhatiin."
"wkwk iya iya bener, yang diomongin duit mulu. Gue juga denger dia sampe kerja di dua tempat."
"iya, bang ian cerita?"
Eletta menatap lurus ke jalan didepan sambil menggedikan bahunya.
"iya dia bilang, gue taunya kerjaan dia di cafe yang tempat kerja satunya gue gatau. Lo tau nggak?"
"satunya lagi dia kerja di bengkel gitu, mmm.. gue nggak tau alamat pasnya, cuman gue tau nama tempat kerjanya. Namanya bengkel Jayadi!" kata Jina sambil menjentikkan jarinya.
"HAH?! Jayadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ELIAN
RandomEletta tak pernah mengira dia bisa menjadi sepencundang ini di depan seorang anak laki-laki berlabel 'good boy' di sekolahnya. Sedangkan Julian sang ketua OSIS tanpa cela itu hanya mengikuti permainan Eletta, tidak lebih.