Bagian 17

69 20 2
                                    

Masih dalam jam kerja saat Julian mengecek beberapa kali pada meja Eletta. Beberapa waktu yang lalu saat Julian sibuk mengantarkan pesanan pada pelanggan lain, Eletta masih duduk dengan patuh di mejanya. Sesekali menatap Julian dengan sengaja agar Julian dapat merasakan bahwa dia sedang diawasi. Tapi itu sudah sekitar dua jam, Julian menemukan meja Eletta sudah kosong. Orang itu sudah pergi.

Julian menghampiri mejanya lalu membersihkan meja agar dapat digunakan pelanggan lain.

Perasaannya berangsur lega saat melihat Eletta tidak ada. Julian berhasil mengabaikannya sampai dia lelah sendiri dan pulang.

Ini hal yang bagus, dengan begini lama-kelamaan Eletta akan menyerah padanya.

Bukannya Julian sudah melupakan Eletta. Hanya saja semua hal sudah berubah. Julian tidak yakin dirinya yang sekarang bisa sebanding dengan Eletta. Bukan soal keadaan materialnya, ini masalah pola pikir. Julian yang sekarang sudah menjadi manusia dewasa yang realistis dengan cara kerja dunia. Sedang Eletta, dia masih bebas. Hal-hal masih berjalan sesuai keinginannya dan Julian tidak.

Itu sudah hampir tengah malam saat cafe tutup. Semua sudah dibersihkan. Julian membereskan barang pribadinya untuk dimasukkan ke dalam tas ranselnya. Hari ini Julian sudah berencana naik bus kota. Saat malam hari, sedikit bisa menghiburnya saat melihat lalu lintas kota dibalik jendela bus.

Julian menyapa teman kerjanya untuk pamit pulang. Tangannya melambai lalu segera menuju pintu.

Saat baru keluar tubuhnya berhenti bergerak saat melihat mobil sedan putih berhenti didepan cafe. Disamping mobil itu ada seorang gadis yang bersandar di pintu mobil menyilangkan tangannya didepan dada.

Itu Eletta.

Tunggu?

Apa dia menunggu Julian?

Apa dia gila??

Gadis itu tersenyum licik saat melihat Julian terlihat terkejut. Dia berdiri di depan cafe dan belum bergerak sedikitpun. Tidak melihat akan ada peegerakan, Eletta berjalan menghampiri Julian. Sampai dia tiba didepan pemuda itu senyuman licik di bibirnya berubah manis saat dia bersuara.

"ayo aku anterin pulang." katanya, setelah itu satu matanya berkedip pada Julian.

Itu seperti dia sedang menggoda Julian.

"lo?" Julian ingin bertanya tapi rasanya kalimatnya sulit keluar.

Julian terus berpikir bahwa sedari tadi Eletta menunggunya diluar cafe. Padahal kenyataannya gadis ini tadi pulang dulu ke rumahnya untuk mengambil mobil. Eletta sangat ingin pulang bersama Julian. Dan saat dia menginginkannya, dia harus mendapatkannya!

Tidak ingin mendapat penolakan lagi seperti sebelumnya, Eletta meraih lengan Julian. Menariknya tanpa mempedulikan protes yang sudah keluar dari bibir Julian.

"nggak nggak, gue balik sendiri."

Julian berjalan melewati Eletta tapi dengan keras kepala gadis itu memblokir jalannya. Merentangkan tangan sehingga Julian sulit melewatinya.

"lu nggak bisa dong lepas tangan kayak gini! Kalo waktu itu abis ospek lu nggak panggil gue buat ngobrol, gue nggak bakal sampe sejauh ini. Gue nggak bakal ngikutin lo, gue bakal berhenti saat itu juga."

"salah gue?"

"iyalah! Sadar! Kalo waktu itu lu tetep bersikap nggak peduli, gue bakal tahu diri ian. Tapi lo yang buka pintu sendiri, pas gue masuk lo usir gue lagi? Brengsek banget!"

Julian terdiam saat mendengar keluhan jujur Eletta. Jika dipikir-pikir lagi memang dia yang jahat. Seharusnya waktu itu dia tidak harus menahan Eletta. Tapi apa yang Julian lakukan hari itu adalah keinginannya, Julian juga tidak bisa menyalahkan dirinya.

ELIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang