Chapter 03

192 18 0
                                    

Seorang lelaki berjalan angkuh di atas lantai marmer mengkilap itu. Ditangannya terdapat dokumen-dokumen Organisasi yang sangat rahasia untuk diketahui siapapun. Warga sipil saja tidak boleh melihatnya, apalagi aparat kepolisian.

Tentu saja, itu dokumen gelap.

Rum, lelaki itu, sampai di sebuah pintu besar dengan ukiran indah namun mencekam. Melakukan fingerprint (Pengenalan sidik jari), dan pintu itu pun terbuka. Rum masuk kedalam, lalu, saat ia sampai di tengah ruangan dibalik pintu, ia membungkuk pada seseorang yang duduk di singgasananya.

Setelah memberikan salam dengan bungkukan, Rum kembali menegapkan tubuhnya.

"Ini berkas pengkhianat yang baru saja kita bunuh."

Wakita, atau bisa juga dipanggil Rum, menaruh dokumen itu pada meja atasannya, Renya Carasuma, dengan sopan. Carasuma hanya berdeham sebagai jawaban. Rum pun berbalik.

"Bagaimana dengannya?"

Spontan, pertanyaan Carasuma membuat Rum urung melanjutkan langkahnya.

"Kare (Dia, Jepang)?" Rum berbalik, memastikan.

"Anggota baru kita."

Mendengar itu, Rum langsung mengerti maksud Carasuma.

"Dia memutuskan untuk tetap disana."

"Nande?" tanya Carasuma dengan nada tidak suka. Suara beratnya memantul dari segala arah didalam ruangan kedap suara ini.

"Katanya dia masih punya pekerjaan disana."

Carasuma menggeram pelan.

"Wa (Dan, Jepang), dia meminta misi pertamanya."

"Misi pertama?"

"Ee (Ya, Jepang)."

"Baiklah, beri saja dia misi itu."

"Haik. Saya permisi dulu." Rum kembali membungkuk dalam, lalu melanjutkan perjalanannya.

Sementara itu, ditempat lain.

Seorang lelaki berjubah hitam dengan rambut panjang peraknya melemparkan granat kedalam sebuah ruangan yang berisi seorang mayat yang baru saja dibunuh, dan itu adalah orang yang mengkhianati Organisasi. Ia disana dengan rekannya, lelaki bertubuh gempal yang memakai jas hitam. Rekannya itu berjaga-jaga jika saja ada kesalahan dalam misi mereka.

"Ayo pergi dari tempat ini."

Kata nostalgia yang mengerikan. Lelaki rambut perak itu, Gin, berjalan lebih dulu lalu disusul oleh si gempal, Vodka. Mereka cepat-cepat menjauh sebelum granat benar-benar meledak.

Hingga akhirnya, mereka berhasil keluar dan mereka pun menaiki mobil Porsche 356A milik Gin. Vodka jarang memakai mobilnya, ia memang biasanya suka 'Numpang' di mobil Gin.

Sesampainya di markas, Gin langsung menuju ruang utama, begitu juga Vodka.

"Aniki, kau mau minum?" tawar Vodka pada Gin.

"Ambilkan," jawab Gin dengan padat dan singkat. Vodka yang sudah terbiasa dengan sifat Gin mengangguk saja. Beranjak berdiri dari kursinya, lalu pergi.

Gin mengambil ponselnya begitu mendengar deringan di sana. Ia melihat nama penelefon.

02.

02. itu berarti Rum yang menelefonnya, karrna ia memang nomor 02 dalam Organisasi.

Tumben sekali Rum menghubunginya.

"Moshimoshi (Halo, Jepang)."

"Gin, aku ada tugas untukmu saat ini."

"Apa itu?"

"Awasi dari jauh anggota baru kita."

"Anggota baru?" Gin menyeringai. Ia selalu merasa sesuatu hal yang bergejolak setiap mendengar kata 'baru', yang berarti masih hijau.

"Ya. Aku percayakan padamu. Aku akan mengirim namanya lewat email."

TUT.

Rum menutup telefon tanpa basa-basi apapun lagi. Gin segera menghapus riwayat panggilan setelah Rum selesai menelefon. Ia harus pandai menghapus jejak untuk menutupi Organisasi, lagipula tadi mereka tak memakai telefon satelit gelap.

Gin membuka email dari Rum. Membacanya.

Hanya ada satu kata tertera disana.

SNOW.

Ah, ia tahu apa minuman Snow itu.

Itu adalah salah satu minuman yang terkenal di bar-bar, dan tentu saja ia mengetahuinya. Bersamaan dengan itu, Vodka datang membawa dua gelas dan sebuah botol. Vodka meletakkan satu gelas di depan Gin, lalu di sampingnya. Ia menuangkan isi botol ke gelas Gin, begitu juga ke gelasnya.

Gin meminum anggurnya.

Dahinya agak berkerut.

Minuman apa ini? Lidahnya jelas-jelas tidak terbiasa dengan rasa baru. Biasanya padahal Vodka membawakannya minuman Vermouth, Rum, Bourbon, dan sejenisnya. Kali ini berbeda.

Gin mendongak. Melihat botol yang tadi Vodka bawa.

Cukup terkejut melihat nama alkohol itu.

SNOW.

Sepertinya ini sebuah terror? 

***

Hwhw, maaf banget baru Up sekarang. Serius, jadwal Shiya lagi padat banget, mana bentar lagi US (Ulangan Sekolah)/UBK (Ulangan Berbasis Komputer). Gimana yah, guru Shiya aja yang awalnya baek kerasa jadi killer . Hiks.

Walaupun sebenernya Shiya dari luar keliatan santai aja, padahal aslinya gugup banget sumpah. Tapi malas belajar, sampe buku Matematika dibiarkan berdebu. Gimana sih :').

Udahlah, pokoknya, 

"Tulis isi hati kalian di kolom komentar. Jangan lupa tembak bintangnya. Ditunggu!" –Shiya.

Mafia Detective ConanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang