Mendung

193 7 3
                                    


"Mendung belum tentu hujan."

"Terluka belum tentu tak dapat bahagia."

~Langit Bintang Angkasa~

*-*-*-*-*-*
"Takdir itu sudah di garis kan."

"Sama hal nya dengan luka, pasti ada obat sebagai penyembuh nya."

~Semesta Purnama Jingga~

*-*-*-*-*-*


Hari ini adalah hari paling buruk dalam hidupnya.

Akhir dari kisah hidupnya.

Tuhan boleh 'kah  jika meminta untuk mati saja?

Jingga lelah ....

Gadis itu tenggelam di dalam pikirannya sendiri.

Menelan pil pahit dari kesalahan nya hampir dua bulan yang lalu. Waktu itu, waktu dimana semua nya terjadi.

Tangan nya terlulur untuk mengusap perut rata miliknya. Makhluk kecil dengan bentuk yang belum sempurna.

Kak Langit apa kamu tahu, kak? Dia? Hidup? Kak Langit kamu kemana? Batin Jingga.

Ringis pilu dirinya tahan.

Dengan dada yang bergemuruh menahan amarahnya. Karena jika di luapkan semuanya akan percuma saja.

Matanya memanas menahan air matanya yang ingin menerobos keluar.

"G-gueee ..." Belum sempat gadis itu menyelesaikan ucapannya bahu nya di tepuk oleh seseorang.

"Lo ngapain disini, tumben nggak sama pacar lo? Si Bagaskara Rafardhan, sibuk OSIS ya?" Tanya Edgard yang tak lain adalah teman dekat Bagas.

Gadis itu menelan saliva nya susah payah.

"Cih! Lo kenapa? Lo sakit?" Tanya Edgard.

Namun gadis itu masih belum menjawab nya. Nafasnya seolah-olah tercekat di kerongkongan. Otak nya berusaha mencerna apa yang baru saja di lihat oleh kedua netra cokelat terang nya itu.

"K-kak Langit?" Lirih Jingga.

Edgard menaikkan sebelah alisnya.

Lalu menoleh ke arah di mana gadis itu memandang.

"Lo kenal sama dia? Sejak kapan weii? Halu ya? Dia itu kan anak donatur di SMA Nusa Bhakti emang sih baru pindah dari SMA Kencana tiga bulan lalu tapi .... dia itu udah punya pacar. Namanya Rea Anastasya lo kenal kan? Kenal lah, kan Rea itu adik nya Fero ketua kelas kita." Ujar Edgard.

Mendengar penuturan dari Edgard lantas membuat gadis itu bungkam.

"Enggak kok, cuman tahu aja." Cicit Jingga pelan.

Hati nya terasa sakit. Dirinya benar-benar tidak berguna saat ini.

"Gue ke kelas dulu ya? Mau lanjut nugas nanti di marahin Bu Sarah kalau telat ngumpulin tugas nya." Ujar Jingga.

Edgard mengangguk pelan.

"Yaudah sana, yang pinter biar jadi dokter." Ujar Edgard lalu dirinya mengusak pucuk kepala gadis itu sebelum ia pergi meninggalkan tempat itu.

Jingga terdiam beberapa saat.

Setelah itu dirinya memilih untuk pergi menuju kelas nya.

Sementara itu di sana Langit nampak menatap kearah Rea seolah-olah meminta ijin untuk pergi dari sana secepatnya.

Antara LANGIT Dan SEMESTA (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang