10.

20 6 0
                                    


Hari ini, Mayra sudah berjanji akan menemani Cheno menonton bioskop. Karena permintaan lelaki itu beberapa hari lalu untuk di temani Mayra hanya karena sayang tiket yang ia beli lebih dari satu itu terbuang sia-sia. Lagian juga kan janji tidak boleh di ingkari. Selain karena janji juga Mayra sebenarnya senang-senang saja di ajak nonton geratis.

Mayra tidak menunggu Cheno di rumah Irul, melainkan di taman yang berada tidak jauh dari kompleks perumahan pondok hijau. Mayra bukannya ingin membohongi keluarga Rania, hanya saja gadis ini takut jika keluarga Rania mengira bahwa dirinya dekat dengan Cheno yang notabenenya anak sultan tajir melintir tujuh turunan tujuh tanjakan. Mayra sendiri merasa insyecure jika di jemput menggunakan mobil mewah milik Cheno. Gadis itu cukup sadar diri dia hanya anak yatim piatu yang di tampung oleh kedua orang tua Rania.

“Narel.” Mayra menghampiri Narel yang kebetulan duduk di taman itu sendirian. “Kok lo bisa ke sini? Sendirian?”

Narel menoleh sekilas ke arah Mayra dan sedikit terkejut. “Bukan urusan lo.”

“Gue Cuma nanya aja kok Na. Nyolot banget sih.” Mayra menggerutu kesal mendengar jawaban dari Narel yang benar-benar membuat moodnya hancur seketika, padahal niatnya keluar untuk memperbaiki moodnya yang hilang karena ulah lelaki di depannya kemaren. Tetapi hari ini di perburuk lagi karena pertemuan yang tidak di sengaja ini.

“Lo gak bareng Rania?” Itu pertanyaan yang lolos dari bibir Narel.

Mayra terpaku mendengar pertanyaan lelaki yang kini berada di depannya. Gadis ini berpikir, kenapa Narel mencari Rania alias mantannya. Apa jangan-jangan Narel masih menjalin hubungan diam-diam dengan Rania. Itu lah pemikiran-pemikiran yang terlintas di benak Mayra sekarang.

“Nggak. Lo samperin aja kali kerumahnya Na.”

“Males.”

“Dih. Sama pacar sendiri cuek lo.”

“Apa maks ....”

“Mayraaaa.” Ucapan Narel terpotong karena Cheno yang tiba-tiba datang menghampiri mereka. “Eh, Rel. Ngapain lo ke sini?” tanya Cheno ketika sadar ada Narel juga di taman itu.

“Jalan doang.”

“Mayra, Cheno. Kok kalian bisa di sini?” Rania datang menghampiri ketiga remaja itu. Sangat kebetulan bukan, satu-persatu manusia datang menghampiri.

“Rania. Lo mau kemana?” tanya Mayra yang sadar penampilan saudara sepupunya ini benar-benar anggun. Sangat berbeda dengannya yang hanya mengenakan dress dan rambut di ikat biasa.

“Gue mau jalan bareng Narel,” tuturnya sembari berdiri tepat di sebelah Narel.

Bisa di pastikan bagaimana perasaan Mayra melihat ini semua, sudah pasti teramat sangat sakit. Tapi mau bagaimana lagi, Mayra juga tidak punya hak untuk marah, mungkin gadis itu hanya bisa menahan cemburu melalui senyum simpulnya yang enggan luntur.

“Gue juga mau nonton bareng Mayra.” Cheno tersenyum ramah ke arah Mayra.

Ah tolonglah, situasi seperti apa sekarang. Mayra benar-benar ingin segera pergi dari sini dan berdiam diri di kamar, menurutnya itu jauh lebih baik. Menikmati kecemburuan sendiri dan menangis sepuasnya yang ia mau, tapi keadaan tidak memungkinkannya untuk menangis sekarang.

“Rel, gimana kalo kita ikut mereka nonton?” Rania memegang lengan Narel dengan senyumnya yang tidak pudar.

Narel memandang Rania sekilas lalu memandang Mayra. Lelaki itu tampak enggan mengikuti kemauan gadis di sampingnya ini, tetapi Rania menunjukkan raut seperti anak kucing yang meminta makan. Bagaimana Narel tega tidak mengabulkan permintaan gadis itu.

Behind Bound Cracks : Traces of The Past || Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang