Mayra sudah berangkat ke sekolah dengan waktu yang cukup terbilang sangat pagi, bahkan satpam yang bertugas baru saja membuka gerbang sekolah. Dirinya berangkat sendiri naik angkot karena Irul sedang ada urusan kerjaan di luar kota, sedangkan Rania sedang demam sehingga dia tidak sekolah hari ini. Hingga kini kakinya berhenti tepat di depan kelas. Masih banyak teman sekelasnya yang belum datang, hanya ada beberapa. Ia pun dengan segera masuk dan duduk di kursinya. Narel teman sebangnya juga belum datang. Yah memang dirinya yang kepagian sih datengnya, bahkan langit belum mengeluarkan sengitnya panas sinar matahari.
"Eh Mayra, sendiri aja. Rania mana?" Mina sahabat dekat Rania datang menghampiri Mayra.
"Oh itu. Rania lagi sakit, Demam. Jadi dia gak sekolah hari ini."
"Oh." Mina duduk di sampingnya. Lebih tepatnya di kursi Narel. "Nih." Mina memberikan satu beng beng kepadanya.
"Eh makasih banyak yaa." Mayra senang-senang aja menerima. Toh rejeki memang tidak boleh di tolakkan.
Mina mengangguk pelan dan tersenyum ramah. Mina ini benar-benar gadis yang cantik dan manis--menurutnya. Dari pertama kali Mayra mengenal gadis itu, dia sangat ramah dan juga baik hati, jadi tidak menyulitkan Mayra untuk beradaptasi lebih dekat dengan Mina. Setelahnya, dirinya dan mina banyak mengobrol kan hal-hal seru. Mulai dari teman-teman sekelas yang aktif ketika belajar sampai tentang ekstrakurikuler yang ada di sekolah ini. Semua cerita yang di ceritakan Mina benar-benar menjadi sangat menarik bagi Mayra.
"Minggir, gue mau duduk." Satu suara yang sangat Mayra kenal--Narel.
"Ish. Lo tarok aja tuh tas lo di meja. Gue masih mau ngobrol sama Mayra."
"Gak di sini." Suara datar Narel seakan-akan sangat mengintimidasi.
"Hihhh dasar manusia." Mina berdiri dari duduknya. "May, gue ke bangku gue dulu ya." Pamitnya dan setelah itu benar-benar pergi ke bangkunya sendiri, bisa Mayra rasakan kalau Mina benar-benar gedeg sama Narel.
Wajar saja, siapa pun pasti akan merasa kesal di usir secara tiba-tiba padahal lagi seru-serunya cerita. Bahkan Narel mengusir dengan tampangnya yang lempeng itu, mebuat siapa saja yang melihat itu pasti memiliki niat untuk menaboknya, tidak terkecuali Mayra—yang duduk di sampingnya. Haduh Narel, ramah dan lembut dikit kek ke orang lain biar enak orang lain ngobrol sama dia. Dingin banget ngalah-ngalahin es. Mayra memandangnya dengan tatapan yang juga datar. Secara ia juga merasa kesal dengan Narel yang ngusir Mina padahal kan mereka lagi asyik-asyiknya ngobrol.
Ketika sadar dirinya di pandang, Narel menaikkan sedikit alisnya ketika memandang kearah Mayra, tetap dengan khas wajahnya yang datar. Bahkan gadis itu melihatnya seolah mampu mendistraksi Narel begitu saja.
Mayra menghela nafas pelan. "Lo, jangan galak-galak dong Na sama cewek."
Narel membuang pandangannya dan beralih menatap papan tulis. MasyaAllah ya Allah sewaktu engkau menciptakan makhluk bernama Narel ini, apakah memang kadar kegalakan dan aura dinginnya sekuat ini? Atau jangan-jangan dia sejenis manusia yang bereksperimen sebagai makhluk yang bisa hidup di tempat yang dingin tanpa adanya bahan yang bisa menghangatkan—pikir Mayra.
"Na. Gue penasaran deh. Kenapa lo secuek ini?"
Narel tanpa aba-aba memberi Mayra beberapa buku. Yang Mayra tau itu adalah buku biologi. “Maksudnya apa ini? Masa iya dia nyuruh aku ngerjain makalah biologi sendirian. Kok tega banget sih sama cewek gemoy kayak aku. Ini serius aku ngerjain makalah nya. Huwaa bundaaa anak mu di tindasss cogan yang bakal jadi calon mantu bundaaa huwaa,” ucapnya di dalam hati, masih menatap bingung kearah Narel.
"Ketik yang gue tandai di buku ini. Referensinya juga lo masukin," ucapnya, setelah itu pergi meninggalkan Mayra yang langsung tersulap bak prasasti mendengar ucapan Narel.
“Astaghfirullah sabar May, sabar. Orang sabar disayang Allah gede-gede Segede gaban. Untung sayang Na, kalo nggak udah aku kutuk kamu jadi batu belah batu bertangkup. Atau nggak jadi malin Kundang aja sekalian biar keliatan anak durhaka nya. Eh? Emang aku emaknya? Maksudnya calon bini nya gitu, dia udah durhaka sama calon bininya yang cantik nya natural ini. Iya, positif thinking aja kalo aku emang cantik, namanya juga perempuan ya kan.” Lagi-lagi, gadis itu hanya bisa mengatakannya di dalam hati.
***
Setelah bel istirahat berbunyi tadi, Mayra langsung memutuskan untuk ke perpustakaan. Bukannya kerajinan belajar, hanya saja ia mau mencari lagi tamabahan referensi untuk makalah biologi ya siapa tau dibutuhkan selain buku dari Narel kan. Perpustakaan keliatan sangat sepi, ketika dirinya masuk lebih dalam sedangkan penjaga perpustakaan hanya ada di depan, mungkin karena jam istirahat kali ya jadi semua siswa-siswi lebih memilih melakukan kegiatan lain. Mayra juga baru pertama kali ke perpustakaan yang ada di sekolah ini, dan yah perpustakaan nya benar-benar besar.
"Ahhh ...." Mayra terperanjat kaget. Suara siapa itu? Perasaan ia hanya sendiri di perpustakaan ini.
Mayra celingak-celinguk mencari sumber suara yang kedengarannya seperti sedang kesakitan. Gak mungkin kan hantu siang bolong gini. Ini pasti ada salah satu siswa atau siswi yang berada di perpustakaan sama seperti dirinya.
"Eh lo?" Mayra segera menghampiri Rendi teman sekelasnya yang sudah terduduk lemah di bawah meja baca perpustakaan. Rendi seperti sedang menahan sakit yang berada di perut nya, terlihat dia memegang perutnya sambil merintih.
"Lo kenapa?" Mayra benar-benar panik sekarang.
Rendi memandang Mayra dengan wajahnya yang terlihat pucat. "Maag gue kambuh. Sakit bangettt May."
Mayra terbelalak kaget. "Lo tunggu sini bentar ok. Jangan kemana-mana." Setelahnya Mayra berlari kencang menuju kantin dan juga mengambil obat di UKS. Untungnya ia punya bakat bisa berlari kencang seperti mengejar maling. Eh tapi bukan berarti ia pernah mencuri lho ya.
Tidak berapa lama Mayra sudah kembali ke perpustakaan dengan membawa apa yang memang ia cari tadi untuk Rendi. Ia segera memberi roti, air dan juga obat sakit maag ke Rendi supaya sakitnya bisa mereda. Dan setelahnya ia duduk tepat di depan mpemuda itu.
"Lo kenapa gak ke kantin dulu sih Ren, buat makan," ucap Mayra yang kini melihat Rendi yang sedikit baikan.
"Gue harus belajar May. Bentar lagi ada olimpiade sains tingkat kabupaten."
"Ya kan lo, bisa belajar di rumah Ren. Lo jangan terlalu memaksa kan diri juga."
"Gak cukup waktunya. Gue harus ngejar target May."
Mayra menatap Rendi dengan tatapan yang benar-benar tulus dari hatinya. "Ren, gue tau olimpiade itu penting bangettt buat lo. Tapi, kesehatan lo jauh lebih penting dari itu semua. Kalo semisalnya lo dapetin apa yang lo mau, tapi badan lo gak kuat. Sama aja Ren, gak ada bahagia bahagia nya. Kesehatan itu jauh lebih penting Ren. Walau bagaimana pun jangan pernah menyepelekan penyakit. Lo, udah tau punya maag tapi nggak mau makan dulu. Jadi heran gue sebegini nya banget ya orang pinter berusaha buat belajar, lo sama kayak Rania. Bedanya Rania gak terlalu ambil pusing." Gadis itu berkata panjang lebar. Sebenarnya, ia bisa ngomong gini juga karena kepikiran sama almarhum papa yang selalu menyepelekan penyakit, sehingga sekarang dia ninggalin Mayra sendirian.
Rendi menatap Mayra, senyum simpul terulas di bibir nya. "Makasih ya. Tapi, lo gak ngerti apa yang sebenarnya terjadi May," ucapnya pelan.
"Gue emang gak tau apa yang sebenarnya terjadi. Tapi semoga sedikit ucapan gue tadi bisa lo ambil hikmahnya." Mayra berdiri dari duduknya. Karena ia rasa sebentar lagi juga akan bel masuk kelas. "Lo mau ke UKS? Gue anter. Soalnya bentar lagi bel masuk."
Rendi ikut berdiri. "Gue udah agak baikan kok. Makasih banyak ya May, atas pertolongan lo tadi. Yuk kekelas bareng."
Mayra tersenyum simpul. Rendi benar-benar sangat ramah. Meskipun pertama kali kenal wajahnya seakan-akan menyiratkan ketidaksukaannya kepada dirinya. Itulah mengapa jangan menilai orang hanya dari cover nya saja. Rendi bahkan selalu berbicara lembut kepada dirinya disaat mereka menuju kelas bersama.
Mayra melupakan satu hal, banyak orang yang melihat mereka berdua saling mengobrol. Ada yang tatapannya kaget, ada yang sinis. Dan yang sinis lebih banyak cewek-cewek yang lagi kumpul-kumpul di koridor. ia gak tau kenapa mereka seperti itu. Akan lebih baiknya memang dirinya tidak perlu ambil pusing. Iya kan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Bound Cracks : Traces of The Past || Na Jaemin
Fiksi RemajaJANGAN COPAS❗❗❗❗ BACA DENGAN BIJAK🙏🏻 Berapa banyak waktu bagi seseorang terbelenggu dengan masa lalu? Setahun ataukah dua tahun lamanya? Atau, justru bertahun-tahun masih terbelenggu? Begitu juga yang terjadi dengan dua insan yang tidak pernah sad...