21.

32 9 0
                                    

Suara rintik hujan terdengar jelas dari dalam kamar Mayra. Malam ini, hujan seakan masih malu-malu menampakkan dirinya sehingga hanya menerjunkan beberapa rintik hujan namun mampu membasahi siapa saja yang nekat untuk tidak mencari perlindungan ketika puluhan bulir air itu jatuh.

Masih enggan meninggalkan balkon kamarnya, Mayra sibuk memandangi rintik hujan yang setia menemaninya sejak satu jam yang lalu. Dentingan hujan di atas atap membuat suara kebisingan yang tidak seberapa uniknya terkadang mampu menghangatkan hati Mayra meskipun tubuh gadis itu merasakan hawa dingin malam ini seperti magis. Hembusan nafas kasar berkali-kali terdengar seakan-akan mengkode hujan bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. Ya, memang di saat seperti ini alam akan lebih mampu memahami dari pada seorang manusia.

Di rumah, hanya ada Mayra dan asisten rumah tangga. Sebelumnya, Nira ibu dari Rania pulang. Tetapi kepulangan wanita itu hanya untuk menemui Mayra. Bukan menanyakan keadaan Mayra atau sekedar berbasa-basi untuk mengajak Mayra ke rumah sakit menjenguk Rania, tetapi kepulangan wanita itu hanya untuk memberikan perkataan pedas yang mampu merobohkan pertahanan Mayra selama ini.

Flashback on

Nira membuka kasar pintu kamar Mayra di saat gadis itu baru saja sampai di rumah ketika di antar oleh Jezo tadi. Melihat Mayra yang terlihat baik-baik saja membuat wanita paruh baya itu naik pitam dan menarik kasar pergelangan tangan Mayra.

"Kamu apain anak saya Mayra!"

"Tan-tante. Ma-mayra nggak ngelakuin apa-apa tan." Mayra masih kaget dengan kedatangan Nira yang langsung menariknya dengan kasar.

Nira menghempas pergelangan tangan Mayra dan beralih mencengkeram bahu gadis itu. "Halah, Saya tau ya. Kamu sebenarnya iri kan sama Rania. Anak saya itu bisa mendapatkan apa yang dia mau, sedangkan kamu? Kamu cuma anak yatim piatu yang tidak tau diri sehingga nekat ingin mencelakai anak saya. Harusnya kamu bersyukur karena suami saya masih mau nerima kamu di rumah ini. Kamu anak pembawa sial Mayra!" Bentak wanita itu.

"Be-berhenti Tan. Itu nggak bener," ucap Mayra sembari menghapus kasar air matanya yang luruh membasahi pipinya mendengar perkataan menyakitkan yang dilontarkan oleh tantenya.

" Kenapa?! Kamu menolak untuk sadar ha! Saya harus menyadarkan kamu Mayra, supaya kamu nggak terus ngelunjak hidup di rumah saya. Kamu itu anak pembawa sial! Dulu, mama kamu yang kamu renggut nyawanya hanya karena ngelahirin anak gak berguna kayak kamu. Lalu, papa kamu yang harus kehilangan nyawanya hanya karena om kamu menyebut nama kamu. Dan sekarang, kamu mau mencelakai anak semata wayang saya? Saya gak habis pikir kamu memang benar-benar anak pembawa sial."

Mendengar semua ucapan Nira itu bagaikan sembongkah batu besar yang menghantam kuat tepat di dadanya. Hati Mayra benar-benar nyeri dan seakan siap untuk hancur sekarang juga. Bahkan untuk menjawab ucapan Nira lagi, Mayra sudah tidak mampu, lidah nya mendadak kelu. Entah karena hatinya yang terlalu sakit atau karena ucapan tantenya itu benar adanya.

Flashback off

"Hah." Mayra kembali menghembuskan nafas kasarnya, sembari melihat buku jurnal yang masih setia di pegangan tangannya. "Haruskah, gue menghindar dari semua orang. Supaya nggak ada lagi korban."

Runtuh sudah pertahanan Mayra. Gadis itu kembali meneteskan bulir bening dari pelupuk matanya. Hujan sudah tak mampu menghangatkan hatinya, kini bukan hanya hatinya yang sakit, melainkan pikirannya juga sakit karena mengingat semua perkataan Nira. Bukan hanya Nira, melainkan Narel juga. Kata-kata seharusnya kini mendominasi dalam diri Mayra.

"Seharusnya, gue udah harus sadar dari perkataan Narel kalo gue sumber masalah buat dia. Dan sekarang, semuanya di perkuat sama tante Nira. Gue, emang gadis pembawa sial dan sumber masalah. Seandainya aja mama dulu nggak memilih buat lahirin aku, pasti mama masih hidup sampai sekarang. Dan papa, mungkin jika papa nggak memaksakan diri buat terus bekerja demi kebutuhan aku dan juga fokus akan sakitnya, papa pasti bisa sembuh. Kehadiran aku, membuat semuanya kacau. Harusnya aku nggak perlu ada kan dari dulu? Enggak ada yang bisa di banggain dari aku, apa yang bisa aku banggain coba." Mayra meremat kuat baju tepat di dadanya, rasanya benar-benar sakit. "Apa sih yang gue harapin lagi. Balasan cinta dari Narel? Bodoh banget sih gue. Kenapa harus sesakit ini yaa. Ma, Pa, Mayra pengen banget ketemu papa sama Mama. Kalian sekarang lagi liat Mayra ya? Maaf ya ma, pa, karena Mayra papa sama Mama harus berpisah hampir tujuh belas tahun lamanya. Mayra jahat banget ya. Mayra usahain ma, pa, setelah ini Mayra nggak akan buat masalah lagi, kalian nggak kecewa kan sama Mayra? Maafin Mayra."

Behind Bound Cracks : Traces of The Past || Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang