18.

25 9 0
                                    

"Gila! Sepupu lo caper banget sih." Gea memasang wajah kesalnya.

"Udah dari orok emang ngeselin ge. Lagian, gue juga gatau tu cewek ngelakuin apa sih sampai-sampai semua cowok ngelirik ke dia. Cantik juga enggak." Rania menampilkan raut kesalnya.

Kedua gadis itu, Rania dan Gea sedang berada di taman belakang rumah Narel. Di taman belakang itu memiliki kolam renang dan juga ada satu kolam ikan yang cukup besar. Setelah kejadian di mana Mayra di ajak oleh Jezo untuk melihat-lihat rumahnya kedua gadis itu memilih untuk beranjak dari sana.

"Kita harus nyusun rencana lagi Ra, supaya Mayra enyah di kagumi oleh cowok-cowok yang notabenenya pentolan sekolah."

"Gue ada ide ge. Agak mainstream sih." Rania sedikit meringis mengingat ide nya yang mungkin cukup gila.

Setelah mengatakan ide gila dan bodoh itu, kedua gadis itu kembali masuk ke rumah Narel. Awalnya Gea menolak mentah-mentah ide dari Rania karena resikonya adalah nyawa, tapi Rania bukanlah gadis yang pantang menyerah. Selagi itu bisa membuat satu lawannya tersingkir dari pandangan Narel ia akan melakukan itu. Tidak peduli seberapa bodoh Rania akan cinta yang lebih terlihat seperti obsesi yang tiada habisnya.

Berawal dari kemah sekolah murid baru di sekolahnya, Rania mendapatkan kesempatan satu tim bersama Narel. Awalnya Rania biasa saja karena di matanya Narel adalah lelaki tampan yang biasa, tetapi sikap dan kepribadian Narel yang aslinya sangat hangat berbeda dari covernya membuat Rania penasaran sekaligus merasa kagum ketika Narel secara sadar tidak sadar selalu membantunya ketika kesulitan. Hingga sampai lah dimana sebuah permainan gila murid baru diantara teman-temannya. Bermain truth or dare, dan saat itu botol tepat mengarah ke arah Narel. Awalnya lelaki itu memilih truth tetapi teman-temannya yang lain, yang belum terlalu mengenalnya menginginkan Narel mengambil dare bukti dari seorang lelaki sejati. Mau tidak mau Narel memilih dare itu. Tidak di sangka-sangka anak kelas sebelah yang tau Narel kurang tertarik dengan wanita menyuruh Narel untuk memilih satu prempuan untuk di jadikan pacar selama seminggu. Narel saat itu ragu, karena dia belum mengenal sepenuhnya teman-teman barunya di sekolah, alhasil Rania yang memang merasa kagum ke pada Narel mengajukan diri untuk menjadi pacar Narel agar tantangan lelaki itu selesai. Tidak mau bertele-tele dalam menjalani tantangannya, Narel menerimanya toh hanya dare begitu pikirnya.

Meskipun hanya berpacaran karena dare, Narel benar-benar memperlakukan Rania layaknya seorang gadis beruntung yang menjadi kekasihnya. Perlakukan Narel menjadi sangat manis, walaupun wajah dingin lelaki itu sulit sekali di hilangkan setidaknya Narel menjadi lebih hangat kepada gadis itu. Hingga banyak siswa-siswi di sekolahnya merasa bahwa Rania dan Narel adalah couple favorit dan mereka semua mengharapka kedua remaja itu menjalani hubungan yang benar-benar serius. Tetapi Narel tetap lah Narel, ia menghentikan hubungannya dengan Rania tepat satu minggu berjalannya hubungan mereka.

"May. Lo bisa bawa motor?" Rania menghampiri Mayra yang duduk di pojok ruangan sambil memakan pudding nya.

Mayra mengangguk pelan. "Kenapa?"

"Lo nanti ya yang bawa motor, kepala gue pusing. Takut oleng kalo gue yang bawa," ucap Rania yang lebih terkesan memerintah.

"Iya-iya bisa kok. Lo udah ada minum obat?"

Rania hanya menggeleng pelan. Melihat itu Mayra ingin bergegas mencari obat untuk Rania, tapi langkahnya terhenti ketika Rania menolak mentah-mentah niat baik Mayra. Dia mengatakan akan mendingan ketika nanti sampai di rumah.

Setalah mengatakan itu, Rania pergi meninggalkan Mayra dengan alasan ingin bergabung bersama Gea. Sedangkan Mayra masih duduk sendiri sambil menunggu Mina selesai dari toilet.

"Ni remaja jompo kerjaannya duduk doang di acara." Haedo duduk tepat di depan Mayra.

Mayra mengerucutkan bibirnya. "Terus gue harus ngapain, jungkir balik."

"Ya jalan-jalan keliling lah di rumah bak istana ini. Siapa tau setelah ini lo ada niat ngebobol ni rumah sultan." Lelaki itu terkikik geli.

"Hustt. Ntar ada yang denger dikiranya gue mau maling beneran lagi." Gadis itu menepuk pelan lengan Haedo.

Haedo tipe lelaki yang memang sangat suka bercanda. Bahkan kalau bisa, setiap berbincang dengannya akan selalu terselip perbincangan yang membuat tawa seakan-akan ingin meledak. Tapi, jika lelaki itu sudah marah dan emosi jangan coba-coba untuk membuat lelucon di depannya. Karena Haedo benar-benar ngeri ketika marah.

"Gue kangen tau sama mama lo." Mayra menopang dagunya di atas meja.

"My mommy not Miss you. Ntar gue di telantarin lagi kalo ada lo."

"Ihhh lo mah. Lagian yaa, mama juga pasti mikir seratus kali, kok bisa ya anaknya bentukannya kek lo."

"Nyelekit banget mulut anoa ini."

"Hahaha Anoa gak tuh."

Dari kejauhan, interaksi Mayra dan Haedo di lihat oleh Narel. Lelaki itu berada tidak jauh dari bawah tangga ikut berkumpul dengan papa dan rekan-rekan bisnis papanya. Di dekatnya juga ada Jezo, tapi sepertinya lelaki itu terlalu fokus dengan pembahasan mengenai bisnis keluarganya bersama rekan-rekan kerja papanya. Sedangkan Narel, fokusnya terpecah hanya karena matanya tidak sengaja menangkap siluet Mayra yang tertawa begitu renyah dan itu adalah tawa ketiga yang telah Narel lihat. Tawa pertama dan kedua ia lihat ketika masih tinggal di Bandung, sebelum semua masalah menjadi runyam karena perasaan dan kekesalannya kepada satu orang.

"Ck. Mayra ga bakalan kemana-mana lo liatin begitu ege." Jezo merangkul pundak Narel.

Jezo awalnya tidak menyadari kemana arah tuju pandangan mata Narel, tetapi setelah mengikuti arah pandang itu Jezo sedikit speechless melihat Narel yang memandang Mayra tanpa berkedip sedikit pun.

"Apaan sih lo." Narel mendorong pelan pundak Jezo.

"Lagian lo tuh kalo suka ya di deketin. Bukan di diemin aja."

"Siapa juga yang suka sama Mayra." Narel memutar bola matanya malas.

Malas memang rasanya membahas hal seperti ini bersama Jezo. Karena lelaki itu pasti selalu menggoda dan memaksa Narel untuk membuka hatinya lagi. Bukan memaksa, lebih tepatnya selalu berharap Narel akan benar-benar membuka hatinya. Karena seperti yang Jezo tau, Narel itu tidak mudah dalam menempatkan hatinya kepada seseorang, antara trauma dan belum menemukan yang benar-benar cocok.

"Kalo gitu siapa dong? Rania?"

"Lo kayak nanya sekalian ngebuat pernyataan ya."

"Hahaha ya lo, suka banget bohongi perasaan sendiri. Dosa!" Jezo menoyor pelan dahi Narel.

"Gue taubohong dosa ege. Kalo bohong pahala, udah dari orok gue bakalan bohong terus."

Behind Bound Cracks : Traces of The Past || Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang