"Apa kalian masih yakin, Fajri dan Zweitson gak ikut pergi?"
-Anditia Gilang Zenantara-~~~
"Han,Shan" Gilang menepuk pundak Farhan dan Shandy. Dia, Anditia Gilang Zenantara, anak pertama dari keluarga Zenantara, Abang dari Ricky dan Fenly. Otomatis dia juga menjadi sepupu jauh keluarga Aksakara.
"Gue harap kalian sadar sebelum semuanya terlambat"
Farhan terdiam. Shandy termenung. Mereka sama sama memikirkan kalimat panjang yang tadinya telah terlontar dari mulut Gilang.
"Gue takut, Lang" Shandy menjawab lebih dulu sebelum Farhan.
"Kenapa? Takut kehilangan?" Gilang tersenyum remeh melihat wajah sendu Farhan dan Shandy. "Dengan cara menghindar seperti ini, kesempatan kalian untuk kehilangan bakal lebih besar. Bahkan yang kalian takutkan hanya kehilangan satu, bisa saja kehilangan tiga sekaligus." Terselip sindiran dalam kalimat itu.
"Fiki, sumber dari ketakutan kalian. Kalian tidak pernah menganggap Fiki ada di hidup kalian, karena kalian takut Fiki pergi dari hidup kalian. Sama seperti yang telah terjadi dengan, Gayara. Bungsu Aksakara, yang pergi 16 tahun yang lalu, iya kan?"
Diam yang diberikan Farhan dan Shandy nampaknya cukup untuk menjawab pertanyaan Gilang "sedangkan Fajri dan Zweitson, adik kembar kalian itu, sangat terikat dengan Fiki. Tapi kalian justru menghindar dari Fiki, bahkan memintanya pergi sebelum dirinya menetap disini. Coba bayangin, seandainya Fiki.." Gilang menghentikan ucapannya sejenak "maaf.." dan melanjutkannya dengan hati hati "benar-benar pergi."
Farhan mengangkat kepalanya menatap Gilang. Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras. Hatinya mendadak sakit mendengar ucapan Gilang.
"Apa kalian masih yakin, Fajri dan Zweitson gak ikut pergi?"
'BRAK!'
Farhan hilang kendali. Dinding putih rumah sakit kembali menjadi korban pukulannya. Kedua tangannya mendorong dan mengunci pergerakan Gilang di dinding. Tatapan sinis nya keluar. Matanya memancarkan kemarahan. Dadanya naik turun, menahan emosi yang semakin membara "Jangan bahas kepergian di depan gue." Suara Farhan terdengar bergetar.
Gilang mencoba untuk tetap tenang. "Gue tau, kalian trauma dengan kehilangan. Tapi jangan sampai trauma itu membuat kalian justru kehilangan kesempatan. Kesempatan untuk menyesali semuanya."
Farhan semakin tak tahan mendengar ucapan Gilang. Sedangkan Shandy, sudah tenggelam dalam tangisnya. Rasa trauma mereka sama, sama-sama terhadap kehilangan. Namun, bentuknya berbeda, Farhan dengan amarahnya dan Shandy dengan tangisnya.
Gilang meneruskan perkataanya "Fiki, Fajri, Zweitson, bahkan mungkin.." Gilang melirik Shandy "Shandy" Gilang dapat melihat mata Farhan mulai diselimuti selaput bening. Mata Gilang menatap netra itu. Memberinya tatapan sendu, sebagai gambaran bentuk izin agar netra itu tak menahan kesedihannya.
"Sekarang, mereka semua bakal menjadi ketakutan lo. Cukup, Han. Jangan tarik ulur lagi, jangan buat hatinya semakin menipis. Semakin tipis hatinya, semakin ingin dia pergi. Dan jika dia semakin ingin pergi, itu artinya semakin besar kesempatan Lo buat kehilangan.." Gilang mengusap selaput bening yang telah lolos dari netra sepupunya itu sebelum melanjutkan perkataannya "semuanya.."
🖤
"Fik.." entah sudah berapa kali Fenly memanggil Fiki. Namun, netra itu tak memberi tanda apapun untuk terbuka. Kini dirinya bertugas menjaga fiki sendirian. Kemana Fajri? Kemana Ricky? Mereka tengah mengurus Zweitson yang tadinya ditemukan pingsan di samping branker Fiki. Jantungnya bermasalah kembali.