Part 4

400 54 0
                                    

Yeay, kembali lagi bersama akoh!

Jangan lupa tinggalkan jejak biar gak nyasar!

Happy Reading ❤

*****

"Min kali min?"

"Minmin!" jawab Elvanka, dengan wajah datar menatap Feli.

Feli berdecak sebal. "Gue serius Elvankaaa!" rengeknya.

"Ples, Feli!"

Feli membanting penanya di atas meja. "Siapa sih penemu MTK? Nyusahin aja!" celetuknya, sebal.

Elvanka merotasikan kedua bola matanya. "Apanya sih yang susah, itu kan cuma dijumlahin aja!"

"Cuma?" tanya Feli, berharap salah dengar. "Ini bukan sekedar cuma untuk manusia cantik kek gue, ini mah penderitaan!"

Tringgggggggg

Feli bernapas legah. "Tau aja tuh bel kalo gue udah emosi!" ujarnya, saat suara bel terdengar sangat nyaring.

Bruk

Feli memegang dadanya, kaget saat gulungan karton tiba-tiba tergeletak begitu saja di meja mereka.

Elvanka mengerutkan dahinya, lalu menoleh ke arah Vana. Orang yang baru saja meletakkan karton di atas mejanya.

"Wah." Feli menatap takjub gambar lapangan basket setelah membuka kertas karton itu, sangat rapi tanpa adanya coretan walau dibuat menggunakan pena. "Ini, dia yang gambar?" Feli menatap Elvanka.

Elvanka mengangguk-anggukkan kepalanya dengan mata yang masih terpesona pada gambaran itu. "Mungkin."

****

"Elvanka. Alumni SMP Indrama, anak yatim piatu dan sekarang tinggal sama Tantenya!" kata Keitty, dengan pandangan yang tak lepas dari laptop.

"Cuma itu?" tanya Moka, tak puas.

"Dia punya Kakak perempuan!"

Moka berdecak sebal. "Dia udah pernah pacaran?"

Keitty menatap Moka. "Dia cuma dekat sama satu cowok, dan itu pun sahabat dia!"

"Chafel?"

Semua mata langsung tertuju pada Bana.

"Waktu dia di kantin, di sana ada Chafel!"

Rano mengangguk-anggukkan kepalanya. "Chafel pasti sahabat Elvanka, gak mungkin mereka pacaran. Setau gue Chafel deket sama Oliv!" ujar Rano.

Moka tersenyum puas. "Jadi, siapa yang mau deketin Elvanka?" Moka menatap Bana dan Alfa secara bergantian.

Alfa berdehem sejenak. "Sesuai dengan apa yang gue rencana di kantin tadi pagi, Rano yang bakal maju!"

Raut wajah Moka mendadak berubah. "Kenapa harus Rano?" tanyanya, tak suka.

"Gini ya Neng Moka, gue gak bisa karena!" Alfa sengaja menggatung kalimatnya, dan melanjutkan dengan cara menunjuk Eci yang sedang menempel di lengannya, semua mata sontak menatap Eci. "Dan Bana gak bisa karena panggilan dia di sekolah bakal jadi masalah!" lanjut Alfa.

Moka mengembuskan napas kasarnya.

Rano memegang pundak Moka, membuat gadis itu menatap ke arahnya. "It's okey, apapun buat lo!" ujarnya, dengan senyum di wajah tampannya.

Sepuing Harapan (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang