14 - Kantor Penuh Gairah

9K 39 0
                                    

Malam ini, Egi kembali harus lembur di kantor. Entah mengapa belakangan ini Bu Anita sering sekali memberikan pekerjaan demi pekerjaan yang menurutnya tidak perlu untuk dikerjakan. Namun karena alasan profesionalitas, Egimerasa harus tetap mengerjakannya. Seperti sekarang, di mana Egi masih harus berada di kantor pada jam 10 malam.

"Kriiinngg ..." Tiba-tiba smartphone Egi berdering. Egi mengangkatnya setelah melihat nama orang yang menelepon.

"Halo sayang," ujar Egi mesra.

"Halo sayang, kamu lagi di mana?" Tanya Mila dari ujung telepon.

"Aku masih di kantor, Yank."

"Jam segini?" Ujar Mila kaget.

"Iya. Tiba-tiba bos baru aku ngasihkerjaan banyak banget. Kamu udah di rumah?"

"Iya, aku udah di rumah dari sore," jawab Mila. "Minggu ini bisa ketemu nggak? Aku mau ngomong sesuatu."

"Hmm, sepertinya susah. Aku ada banyak kerjaan. Emang mau ngomong apa sih? Ngomong di sini aja mumpung lagi telepon," jawab Egi.

"Gak usah deh. Yaudah kamu fokus kerja aja. Dah sayang ..." Ujar Mila sembari langsung menutup telepon.

Egi pun bingung dengan sikap Mila. Tidak biasanya pacarnya baper seperti ini. Namun Egi memutuskan untuk tidak ambil pusing, dan fokus ke apa yang tengah ia hadapi saat ini. Pekerjaannya telah selesai, dan ia pun langsung beranjak ke ruangan yang ada di depan mejanya, yaitu ruangan Bu Anita.

"Bu, semua pekerjaan yang ibu minta sudah saya selesaikan," ujar Egi kepada atasannya.

"Kamu memang pegawai teladan, Egi. Kalau Ibu minta tolong satu lagi mau?" Tanya Bu Anita yang hari ini tampak begitu anggun dengan kemeja putih berlengan tiga perempat, dan rok pendek berwarna coklat muda.

"Apa lagi, Bu?"

"Tolong pijat pundak Ibu."

Dengan wajah sumringah, Egi mengangguk. Ini bukan kali pertama Bu Anita menyuruh Egi melakukan banyak hal hingga lembur, lalu menghabiskan malam berdua. Namun sebelumnya, Egi lah yang biasanya lebih agresif untuk menarik perhatian Bu Anita. Belum pernah sekalipun Bu Anita dengan vulgar meminta dipijat seperti itu.

Egi langsung menempatkan diri di belakang Bu Anita yang sedang duduk di kursi kerjanya, dan mulai memijat pundak perempuan cantik berkulit putih itu. "Nah gitu Egi, enak begitu," ujar Bu Anita sambil memejamkan mata.

Sambil tersenyum, Egi melanjutkan pekerjaan terakhirnya malam itu dengan perasaan riang. Ia mulai dengan memijat pundak Bu Anita sebelah kiri dan kanan.

Perlahan tapi pasti, pijatan Egi bergeser ke lengan Bu Anita, serta bagian lehernya yang terbuka. Pijatan Egi kini tidak terasa seperti pijatan, melainkan lebih mirip seperti usapan. Kini usapan tersebut bahkan tidak lagi dengan tangan, melainkan dengan mulut dan lidahnya. Ya, kini Egi telah mengecup-ngecup leher Bu Anita, hingga ke belakang telinganya.

"Jangan terlalu kuat Egi, nanti meninggalkan bekas," ujar Bu Anita mengingatkan, tetapi tidak meminta Egi untuk menghentikan aksinya.

"Mau dibuat orgasme malam ini, Bu?" Bisik Egi dengan binal. Bu Anita pun mengangguk.

Egi langsung memutar kursi kerja Bu Anita hingga menghadap ke arahnya, lalu berjongkok. Ia mulai menjilati kaki Bu Anita yang masih memakai sepatu berhak tinggi, lalu naik ke betis, lutut, hingga paha perempuan cantik tersebut. 

"Ahhhhhhhhhhh ...." Teriakan Bu Anita ketika melepaskan birahi terdengar begitu kencang. Untung saja gedung kantor tersebut telah sepi, dan hanya ada mereka berdua saja yang masih lembur di situ. Selain mereka hanya ada satpam yang berjaga di lantai bawah, yang tidak akan bisa mendengar suara tersebut. 

Egi berinisiatif mengambilkan minum untuk Bu Anita. Kebetulan di meja kerja Egi yang tepat berada di depan ruangan Bu Anita, ada segelas air putih yang belum diminum. Ia pun memberikan minuman tersebut pada atasannya yang sedang mengatur napas setelah melepaskan naluri birahi yang dahsyat.

Begitu selesai menengguk air putih yang diberikan Egi, dengan tiba-tiba Bu Anita pun menarik kemeja Egi sehingga pria berusia 25 tahun tersebut jatuh ke pelukannya. Tanpa berkata apa-apa, Bu Anita pun langsung melumat bibir Egi, yang langsung disambut dengan ciuman balasan yang tak kalah liarnya. Lidah mereka kini telah saling beradu, tak ada yang mau mengalah. 

Bu Anita kemudian mengarahkan jemarinya yang lentik ke kemeja Egi. Perlahan ia lepas kancing kemeja tersebut satu per satu, lalu ia lemparkan kemeja tersebut ke belakang kursi. Ia menarik kaos dalam Egi ke atas hingga lepas, dan memperlihatkan dada bidang pria muda tersebut. 

Tidak mau kalah, Egi ganti menarik Bu Anita untuk berdiri dan mendorongnya hingga bersandar ke dinding. Ia menekan tubuh Bu Anita ke belakang, dan kembali melumat bibir atasannya tersebut. 

Sang perempuan cantik tersebut hanya bisa tersenyum sambil memejamkan mata kuat-kuat menahan birahi. Beberapa menit kemudian, Egi nampak sudah tidak tahan. Bu Anita sendiri tidak khawatir, karena ia telah menggunakan KB. Mereka berdua mengakhiri malam ini dengan ciuman yang mesra.

Sepanjang perjalanan pulang, Anita dan Egi tampak kelelahan. Mereka tidak banyak bicara, dan hanya fokus memperhatikan jalanan. Begitu sampai di depan rumah Anita, Egi kembali mencium bibir atasannya tersebut.

Ketika masuk ke dalam rumah, jarum jam telah menunjukkan pukul 2 pagi. Suami Bu Anita ternyata belum tidur dan masih menunggu istrinya di ruang tamu. "Dari mana saja kamu baru pulang jam segini?" Tanya suaminya dengan nada tinggi.

Kesal dengan cara bicara suaminya, Bu Anita membalasnya dengan nada yang tak kalah tinggi. "Aku kerja, banting tulang buat kamu dan anak kita. Nggak kayak kamu yang cuma luntang lantung di rumah gak ada kerjaan," ujar Bu Anitaketus.

"Heeii, bicara apa kamu?" Tiba-tiba suami Bu Anita menampar perempuan cantik tersebut dengan cukup keras. Tubuh Bu Anita pun hampir hilang keseimbangan.

Perempuan cantik tersebut langsung berlari ke kamar tidurnya, dan mengunci pintu dari dalam. Air matanya mengalir melewati pipi dan jatuh ke tempat tidurnya. Ia memutuskan tidak mau lagi tidur seranjang dengan lelaki yang sudah menyakitinya, untuk selamanya.

Pengkhianatan SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang