vii

9.1K 994 46
                                    

"sungchan," panggil haechan di sela agenda belajarnya dengan yang lebih muda di caffe pada minggu sore.

yang lebih muda mengalihkan atensi dari buku yang dibaca.

"kemaren kan gue masak mie. gue nawarin bang dery mau dibikinin sekalian apa engga."

"gue tebak pasti abang lo bilang engga tapi pas mie bikinan lo mateng malah di serobot sama dia?"

"beneerrr banget sumpah gue pengen ngamuk. tapi gue tahan. kayak kata lo kalo pengen lebih dihargain gue mesti berubah kan?"

sungchan mengangguk. "terus gimana kak?"

"gue bilang gini, 'enak bang mienya?' dia masih cengengesan godain gue kek sengaja banget kayak mau bikin gue emosi. 'lain kali jangan gini lagi ya bang, kan kalo mau tadi haechan bisa bikin dua sekalian. hemat waktu.' abis itu gue tinggal, soalnya takut kelepasan ngamuk."

sungchan ngusap puncak kepala haechan. "gapapa, udah bagus kok." yang diusap kepalanya senyum manis nunjukin giginya. senyuman yang udah mulai jarang terlihat.

"ngomong-omong temen lo pada gimana kak?"

haechan kembali mengingat hari dimana teman-temannya datang untuk menjenguk hari itu.

setelah mark dan jeno kembali dari membeli camilan dua pria itu bergabung untuk duduk di atas karpet bersama yang lainnya kecuali chenle yang ikut berbaring di ranjang untuk memeluknya. haechan tidak keberatan karena selama ini dia juga suka memeluk chenle dan anak itu satu-satunya yang menerimanya dengan hangat juga tanpa penolakan.

"kak haechan besok ke sekolah mau lele jemput ga?" yang lainnya asyik main monopoli.

"gausah le, kan rumah kita ga searah." tolak haechan halus.

"besok kak haechan bareng gue le, tenang aja." sambar sungchan sambil makan kacang.

"iya, ada sungchan kok. rumah gue sama dia kan searah."

mark diam-diam mendengarkan, "kalian deket banget ya sekarang?" tanya mark tanpa bisa dicegah keluar begitu saja.

"emang kenapa bang?" tanya sungchan. "setau gue kak haechan gada pacar jadi gapapa kan gue deketin dia?"

"heh, kok malah bahas pacar!" pekik haechan yang mukanya merah.

sungchan ketawa. "ya abis pertanyaan bang mark ambigu sih. kan gue mikirnya ga boleh deket ke elo kak gara-gara lo ada pacar."

haechan ingat betul gimana ekspresi yang ditampilin mark sebelum pembicaraan mereka berhenti karena ringtone hape renjun yang berbunyi nyaring. setelahnya renjun pamit pulang, disusul mark karena dia mau mengantar renjun dan semua yang menebeng di mobil mark pun akhirnya pamit juga.

kembali ke masa sekarang, haechan berhenti meminum ice americanonya. "setelah gue masuk sebenernya ga banyak perubahan sih, kan yang berubah gue doang. tapi gue ngerasanya sih kayak sering diliatin dengan pandangan berpikir? paham ga lo maksud gue?"

"ngerti kok." sungchan menjawab cepat. "mereka pasti ngerasalah kalo elo berubah kak. tapi terlepas dari itu udah ada yang nanya belom sama lo perihal sikap lo sekarang?"

haechan menggeleng. "keknya pada ga terlalu peduli deh. mau gue jadi pendiem bahkan ngilang juga kayaknya bakalan biasa aja. ga bawa dampak besar ke hidup mereka kan?"

"ga boleh ngomong gitu." kata sungchan. "tujuan kita kan pelan-pelan bikin orang-orang sadar kalo eksistensi lo itu penting dan juga buat mereka lebih ngehargain perhatian yang lo kasih. percaya deh kak sama gue, cepat atau lambat mereka bakal sadar kok."

haechan memandang keluar jendela. "semoga aja omongan lo bener kejadian ya, chan." sahutnya dengan pandangan menerawang.

"kalopun ga ada yang sadar kalo mereka butuhin eksistensi lo. satu hal yang perlu lo inget kak." sungchan menjeda, sapuan hangat haechan rasakan pada punggung tangannya. saat dia menoleh sungchan menatapnya dengan lembut, ibu jari yang lebih muda memberi usapan hangat pada telapak tangannya yang ada di atas meja. "ada gue yang selalu nerima lo."

haechan membalasnya dengan senyuman tipis. "thanks."

annoying | markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang