3

110 10 0
                                    

You can't publish my story on another website without my permission because thinking about the plot is so difficult that I even stay up all night

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

You can't publish my story on another website without my permission because thinking about the plot is so difficult that I even stay up all night.

Tidak boleh publikasikan ceritaku di website lain tanpa seizinku karena memikirkan alur cerita itu sulit sekali bahkan aku sering begadang.

Happy reading

🍁 Sano itu

Aku duduk di jendela kamarku menikmati waktu sendiri dan menutup mataku namun ada yang mendorongku begitu saja.

Aku melihat orang tersebut ternyata dia sterry dan aku langsung memukul wajah dia karena ulahnya.

"Kau kenapa sih?!" Kesalku.

"Ck kau diam saja bodoh!" Pekik Sterry.

Aku menarik kerah baju sterry dan menatapnya tajam lalu kulihat sterry malah menangis.

"Cengeng!" Ledekku.

Aku melemparkan sterry begitu saja dan dia langsung lari dari kamarku begitu saja.

"Kau ingin membuatku menderita maka aku akan membuatmu menderita juga." Ucapku tersenyum smirk.

"Sano!" Panggil Sabo.

"Niisan!" Pekikku.

Aku langsung memeluk sabo dengan erat dan sabo mengelus surai rambutku membuat aku senang.

"Sterry kenapa menangis?" Tanya Sabo.

"Mengganggu saja membuat aku kesal tahu." Ucapku.

Sabo melepaskan pelukannya dan menyentuh hidungku membuat aku kebingungan akan hal tersebut.

"Hidungmu mimisan." Ucap Sabo.

"Tidak terasa sama sekali." Ucapku.

Aku duduk dibawah dan sabo memasukkan tisu ke hidungku padahal aku tidak merasakan apapun sejak tadi.

"Aku tidur dulu ya." Ucapku.

"Ya sudah istirahat saja." Ucap Sabo.

Aku tidur di kasurku karena lelah sekali ditambah banyak ulangan hari ini yang mendadak membuat energiku terkuras habis.

Aku terbangun dan melihat kearah jendela sudah malam ternyata jadi aku bangun dan ke dapur karena lapar.

Tiba di dapur kulihat sabo sedang memasak jadi aku langsung berlari begitu saja dan duduk dengan tenang.

"Aku juga laper niisan!" Pekikku.

"Astaga kau ini!" Kesal Sabo.

Sabo memukulku dengan spatula yang digunakannya membuat aku cemberut akan hal tersebut.

"Lain kali jangan begitu." Ucap Sabo.

"Iya janji." Ucapku.

Aku dan sabo makan malam bersama-sama walaupun dilahirkan di keluarga kaya raya namun kami berdua terbiasa mandiri.

Selesai makan malam kami berdua menonton tv dengan tenang karena kedua orangtua kami dan sterry sedang pergi entah kemana.

"Aku kadang heran." Ucapku.

"Tentang apa?" Tanya Sabo.

"Kita anak kandung lho tapi diperlakukan seperti anak angkat." Ucapku.

"Sementara sterry yang anak angkat malah diperlakukan seperti anak kandung." Ucapku.

"Orangtua kita sepertinya geser otaknya jadi begitu." Ucapku.

"Jangan begitu oi!" Pekik Sabo.

"Piala-piala yang tertampang jelas di lemari kaca saja milik kita berdua bukan milik sterry itu." Ucapku.

"Sejak kehadiran sterry semuanya berubah." Ucapku.

"Awal-awal disini dia manis sekali eh kelamaan kok buat mual ya." Ucap Sabo.

"Wajahnya itu lho buat ingin lempar pisau saja." Ucapku.

"Nah itu aku juga sempat berpikir begitu." Ucap Sabo.

"Sekali-kali jahilin begitu yuk!" Ajakku.

"Nanti tertancap beneran bagaimana?" Tanya Sabo khawatir.

"Paling mati." Ucapku.

"Nanti kita di penjara lho." Ucap Sabo.

"Beberapa tahun saja kan masih dibawah umur juga." Ucapku.

"Pemikiranmu berbeda dengan wajahmu." Ucap Sabo.

"Memang wajahku tampak seperti apa?" Tanyaku.

"Anak polos tidak mengerti apapun." Ucap Sabo.

"Jangan melihat sesuatu dari covernya dong niisan." Ucapku.

"Banyak orang yang berwajah polos namun mengerti banyak hal." Ucapku.

"Seperti kau." Ucap Sabo.

"Hahahaha benar." Tawaku.

"Bepo dia kasihan sekali." Ucap Sabo.

"Dia dibuang ke panti asuhan karena kedua orangtuanya tidak mau mengurusnya." Ucapku.

"Kita beruntung kau tahu." Ucap Sabo.

"Bisa dibilang begitu tapi menurutku malah sial." Ucapku.

"Kenapa begitu?" Tanya Sabo.

"Ayolah kalau tidak ada kehadiran sterry pasti keluarga kita baik-baik saja tanpa perlu ada persaingan setiap jam dengan anak pungut itu." Ucapku.

"Sabo kupikir suatu hal yang pasti hanya kematian saja." Ucapku.

"Kematian memang suatu hal yang pasti kau tahu." Ucap Sabo.

"Mau takoyaki." Ucapku.

"Kau ini tadi omongannya dark sekarang malah ke makanan heran aku sama pola pikirmu." Ucap Sabo.

"Tiba-tiba terlintas begitu saja." Ucapku.

"Besok aku belikan kalau sekarang sudah tengah malam." Ucap Sabo.

"Yeah mati!" Pekikku.

"Kau ini." Ucap Sabo.

"Hahahaha." Tawaku.

"Aku akan mencari cara mati tanpa rasa sakit." Ucapku.

"Bunuh diri itu sakit." Ucap Sabo.

"Minum racun saja sakit." Ucap Sabo.

"Gantung diri sakit." Ucap Sabo.

"Pokoknya apapun caramu mati pasti sakit." Ucap Sabo.

"Aku coba semua caranya." Ucapku.

Sabo menjitak kepalaku membuat aku cemberut akan hal tersebut dan aku memukul wajah sabo.

"Kurang ajar kau!" Kesal Sabo.

"Bwleh!" Ledekku.

Sabo memukul wajahku kembali dan aku menarik rambutnya sabo akhirnya kami berdua malah bertengkar.

"Kalian berdua." Ucap Touchan.

Aku dan sabo melirik kearah depan dimana touchan dan kaachan berada tapi tidak memperdulikan hal tersebut.

"Belajar sana kalian berdua terus bermain-main saja seperti anak kecil." Ucap Touchan.

"Kita masih kecil tahu buktinya belum bisa mencari uang sendiri." Ucapku.

"Kau membantah terus!" Kesal Touchan.

"Ayo kita ke kamar saja belajar." Ucap Sabo.

Sabo menarik tanganku menuju ke kamar bukan untuk belajar tapi untuk tidur karena malas saja belajar.

🍁 Pemalas

Gegabah

~ 31 Juli 2022 ~

Lebih cepat update karena kouta habis

✔️ Sabo Twins (oc male reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang