02. INS : KITAB KERAMAT

50.5K 6.8K 435
                                    

Buka dan pelajari makna yang ada. __Stupid!

.S.T.U.P.I.D.

02. KITAB KERAMAT.

Jika tidak ada mesin ketik,
Aku akan menulis dengan tangan.

Jika tidak ada tinta hitam,
Aku akan menulis dengan arang.

Jika tidak ada kertas,
Aku akan menulis pada dinding.

Jika aku menulis dilarang,
Aku akan mencoret dengan tetes darah!

Wira bergidik ngeri membaca tulisan berwarna merah pada halaman pertama buku tebal dan berayap itu. Wira yakin tulisan itu diukir menggunakan cairan darah kental yang kini sudah mengering kecoklatan. Apalagi bau amisnya lumayan kentara saat pertama kali ia membuka lembaran pertama.

Pikirannya melayang pada saat kejadian di laboratorium kosong kemarin. Ia sempat menjatuhkan buku itu di lantai dan bergegas lari meninggalkan tempat horor itu karena merasa ada yang tidak beres.

"Bacalah, maka kamu akan tahu. Bacalah, maka kamu akan mengerti. Bacalah, maka kamu akan bergerak." Itu adalah kalimat terpanjang yang Asfa ucapkan padanya saat pulang sekolah.

"Fa, lo ngerjain gue ya? Gila itu buku apa? Lo dapet dari mana. Sial, gue mual sama baunya." Wira mengusap-usap perut sispacxnya itu yang terbalut seragam Almamater hijau MHS.

"Wira, kamu ditunggu mereka. Bacalah."

"Lo ngomong apasih? Gue nggak ngerti setiap yang lo omongin. Lo kalo ngomong kayak orang kesambet. Diem, datar, kosong, lurus, kayak orang yang nggak bisa liat."

Asfa tertawa pelan mendengar ucapan teman barunya itu. Hal itu membuat Wira terpesona barang sejenak. Suara tawa pelan itu? seperti melody biola. Berbanding terbalik jika Asfa sedang berbicara. Serak, basah, singkat dan berat.

"Aku emang nggak bisa lihat, Wira. Aku buta."

"Buta?"

"Iya aku buta. Buta dalam pikiran kamu, buta dalam pikiran kepala sekolah, buta dalam pikiran manusia, buta dalam pikiran semua orang." Tatapan kosong sebelah mata Asfa yang tak tertutup perban itu menandakan sorot terluka amat begitu dalam. Wira bukanlah anak yang bodoh, ia tahu itu. Itulah mengapa ia tak suka masuk kelas terbuka. Karena Wira percaya diri bahwa dirinya tidaklah bodoh. Is not Stupid!

"Lo anak senja ya? Bahasa lo terlalu tinggi buat pembahasan kayak gini. Jangan pake sastra. Ngomong langsung yang jelas."

"Itu cara aku interaksi sama orang-orang. Makannya aku masuk siswa stupid. Aku bodoh sama bahasa aku sendiri."

Wira terdiam cukup lama, bagaimana bisa siswi seperti Asfa yang jelas bagus dalam segi bahasa sastra ini masuk dalam golongan Stupid MHS. Memangnya kepintaran mereka yang masuk kelas reguler lain sebegitu besar geniusnya kah?

Lama terdiam, Wira memperhatikan perban di kanan mata gadis di depannya ini. "Kalo boleh tau, mata lo kenapa di tutup satu?"

Wira bisa merasakan tubuh Asfa yang tiba-tiba menegang karena pertanyaannya itu. "Bacalah, kamu akan tahu."

I'M NOT STUPID! [TELAH TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang