ODGJ

170 13 15
                                    

Sesampainya di rumah.

"Ha, tenane iku?" (Ha, sungguh itu?). Kuswanoto nyaris tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.

"Begitu ceritanya, Kang. Mereka datang ke rumah untuk mencari satu ODGJ yang lepas dari Rumah Sakit Jiwa."

"Betul, Pak." Satu polisi membenarkan apa yang sesungguhnya terjadi.

"Kami bermaksud untuk membawanya kembali," imbuhnya.

"Tidak loh, Kang. Sebenarnya apa yang telah terjadi hingga keadaan Njenengan, sampai kayak habis diperkosa," potong Samamudin.

"Ngawor ae lambemu waton njeplak! Seng diperkosa ki yo sopo kok!" (Mengawur saja bicaramu asal bunyi! Yang dirudapaksa itu ya siapa!).

"Sudah toh, sudah. Kasih kesempatan Pak Polisi ini mencari keterangan dari Kang Noto."

"Ke mana lelaki itu pergi, Pak?"

"La ya saya tidak tahu Pak Polisi. Wonge lungo mlayu keweden naliko krungu lan weroh padang-padang soyo nyedak," (... Orangnya pergi lari ketakutan di saat mendengar dan tahu sinar terang makin mendekat), jawab Kuswanoto kepada polisi.

"Benar tidak tahu?"

"Sumpah. Tak weroh. Do weroh dewe to nek kahananku ngene? Babak bunyak kate diperkosa." (Sumpah. Tidak tahu. Sudah lihat sendiri, 'kan kalau keadaanku begini? Babak belur mau dirudapaksa).

"Sudah paling. He he he," ledek Samamudin.

"Ko tak tonyo lo cuangkemu, Din!" (Tak tonjok loh mulutmu, Din!).

"Ya sudah, Pak RT, yang penting Bapak Kuswanoto sudah kita temukan dalam keadaan selamat. Untuk urusan selanjutnya biar kami yang akan melanjutkan pencarian besok, mengingat ini makin malam."

"O, iya. Mohon bantuan untuk warga semua bila melihat lelaki dengan penampilan perempuan manja, atau waria tepatnya, segera hubungi Pak RT."

"Baik, Pak." Serentak bersuara.

"Ya sudah, kalau begitu kami permisi, Pak RT, Pak Kuswanoto, dan semuanya."

Orang yang berkerumun di ambang pintu membuka jalan.

****

"Njenengan, kok bisa-bisanya ikut lari?" tanya Didik yang masih setia berada di rumah Kuswanoto di saat yang lain sudah pergi tak lama setelah mobil patroli meninggalkan halaman rumah.

"La awakku gak roh opo-opo. Ditarik ngono ae, yo melok mlayu to mergo gupuh." (Aku itu tak tahu apa-apa. Ditarik begitu saja, ya ikut lari karena panik).

"Oalah, Pak, Pak. Mbok ya lain kali tidak usah aneh-aneh."

"Seng aneh-aneh ki yo sopo to, Mak." (Yang aneh-aneh itu siapa, Mak).

"Sudah, Yuk, sudah. Kang Noto penting sudah pulang." Didik mencoba menengahi sekaligus meredam kepanikan Warsinah.

"Benar apa kata polisi tadi. Orang gila bisa berbuat nekat loh, Kang."

"Tidak loh, Pak. Sebenarnya ke mana orang gila itu, ha?"

"Gak weroh. Pokoke mlayu klepat lungo." (Tidak tahu. Intinya lari minggat pergi).

"Aku ini jadi khawatir kalau dia masih di kampung kita."

"Mosok to edan?" (Masak iya gila?), batin Kuswanoto tak sependapat.

"E, sudah, Kang. Aku mau pulang, mataku sudah mengantuk."

"Terima kasih ya, Dik." Warsinah mengantar Didik sampai pintu, lalu menutupnya rapat.

𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗘𝗜𝗞𝗘 𝗕𝗨𝗞𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗡𝗖𝗢𝗡𝗚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang