PAMIT

139 12 7
                                    

Cerita Sapulina.

"Om, perlu teman Om, malam ini. Eike siap temanggung, Om," tawar Sapulina di bawah lampu penerangan jalan.

"Bencong, insaf. Woi, insaf." Mobil yang melaju pelan langsung tancap gas, menyisakan kepul karbon dioksida ke muka Sapulina.

"Hidup begindang amir. Undrang seminggu jugria belumbung dapat lekong."

"Eh, Sapu. Eike dulangan ya, Say." Satu bencong melambaikan tangan di atas sepeda motor, dengan satu lelaki berjaket dan mengenakan helm.

"Sapu ... Sapu. Sapulina," rutuk Sapulina.

"Om, jajan, Om," tawarnya seraya melambai kepada mobil yang melintas.

Tin!

Bunyi klakson, menolak tawaran.

"Om, dua ratus ribu, Om," tawarnya lagi, mencoba melambai untuk menghentikan mobil.

Tin!

Lemas seketika lutut Sapulina setelah terus bergerak mencari pelanggan, hingga.

"Woi, Bencong! Jangan lari!" teriak lelaki dengan seragam.

Jerit ketakutan seketika terdengar di perempatan jalan. Tampak para waria lari berhamburan tunggang-langgang menghindari kejaran petugas yang keluar dari mobil bertuliskan Satpol PP.

"Aww, tantib! Tantib!"

"Woe, Bencong!"

Mengetahui itu, Sapulina segera melepas sepatu hak tinggi, menyingsingkan lengan, mengangkat tinggi rok mini.

"Woe, Bencong! Jangan lari!" Teriakan itu muncul dari balik pagar taman kota.

Derap langkah mengejar jelas terdengar ada di belakangnya. Mengetahui itu, otot-otot kaki Sapulina keluar saat mengambil langkah seribu.

Wer!

Secepat kilat dia berlari untuk menghindari para petugas yang berusaha untuk menangkapnya.

Wus!

Satuan Polisi Pamong Praja yang berjumlah dua orang tak kalah cepat.

"Aww!" Sapulina berteriak lari, saat satu petugas penertiban ada di sampingnya.

"Woe, berhenti!"

Wes!

Sapulina makin kencang berlari, bak mobil Tamiya yang baru diganti baterai.

Wes!

Kembali petugas ada di sampingnya.

Wer!

Tancap gas Sapulina.

Wes!

Petugas berhasil mendahuluinya.

Ciit!

Kuat Sapulina menghentikan langkah, lalu berbelok ke kiri dengan melompati pagar.

Bruk!

Petugas yang tancap gas, bablas.

Sapulina terengah-engah setelah adu balap kecepatan kaki. Di bawah pohon mangga dia mendekam, mengatur napas.

Bulu mata barongsai dia lepas, keringat mulai mengucur dari balik rambut palsu.

"Beruntung eike pernah juara lari dari takdir Illahi."

Kerincing!

Satu suara, seperti rantai yang terseret, ada di belakang Sapulina. Dia tak menyadari itu, pikirannya tertuju kepada sosok yang tadi. Tak terlihat dari balik celah pagar sosok yang mengejarnya.

𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗘𝗜𝗞𝗘 𝗕𝗨𝗞𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗡𝗖𝗢𝗡𝗚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang