KAMPUNG GEGER LAGI

189 14 18
                                    

"Ke mana toh Njenengan, masak iya ambil bantuan saja sampai sore belum pulang." Warsinah tampak gelisah, keluar masuk pintu.

Tampak dari kejauhan satu lelaki melintas. Ada satu tembusan bagi warga untuk lebih cepat mencapai sawah, ada di ujung halaman yang ditumbuhi alpukat keju.

"E, Yo, Pariyo. Apa kamu melihat kakangmu?"

"Kang Noto, Yuk?" Pariyo balik tanya.

"Iya. Pamit ambil bantuan di balai desa, kok sampai sore belum pulang ya, Yok."

"Main ke rumah temannya barangkali, Yuk."

"Coba ditelepon," sambungnya.

"La itu masalahnya, kok ya tumben HP-nya tidak dibawa," balas Warsinah.

"Sudah, Yuk. Jangan dipikir. Kang Noto biasanya begitu, keluyuran ke rumah temannya."

"Ya, sudah. Saya permisi, Yuk."

"O, ya, Yok."

****

Di teras Masjid.

"Aku mendengar sendiri dari Yuk War, kalau Kang Noto belum juga kembali," ucap Didik, suaminya Nining Sumining.

"Yakin?" tanya Samamudin.

"Halah, eh pulang ... eh pulang ... eh paling ... paling juga ke rumahnya Sri," timpal Giman.

"Tapi kayaknya tidak mungkin. Andai iya, kenapa juga belum pulang?" tanya Didik.

"Sampean, orang baru di sini. Tidak tahu akal bulus Kang Noto. Tadi pagi, 'kan ada pembagian bantuan? Paling juga dia foya-foya sekalian mabuk cinta dengan janda itu," sulut Samamudin, kompor Bangorejo.

"Hem."

Semua diam saat Ustaz Sopyan keluar dari dalam Masjid.

"Kalian belum pulang?"

"Belum, Ustaz."

"Anu ... anu, Ustaz. Menurut Kang Didik, Kang Noto belum pulang sejak tadi pagi," kata Samamudin, sebenarnya dia ingin mengatakan hal yang dia tahu.

"Apa kita datang saja ke rumah Sri, Ustaz," imbuhnya.

"Untuk apa?"

"Ya memastikan kalau mereka tak melakukan dosa. Kalau mereka kumpul kebo terus seperti itu, kita sekampung juga akan menanggung dosanya." Kompor mulai dinyalakan.

"Astagfirullah. Jangan suka menuduh tanpa bukti. Jatuhnya fitrah ... eh, fitnah."

"Aku sebenarnya kasihan dengan Yuk War. Dia kelihatannya gelisah."

"Benar apa yang kamu katakan itu, Dik?"

"Iya, Ustaz," jawab Didik.

"Ya sudah, kalian pulang. Kita tunggu kabar selanjutnya. Urusan Warsinah biar aku yang menemani." Ustaz Sopyan segera menuju deret sendal di bawah batas suci.

"Lo? Kok Ustaz, yang menemani? Nanti jatuhnya fitrah ... eh, fitrah ... eh, fitnah ... eh, fitnah," ujar Giman yang sedikit latah.

"Astagfirullah ...." Ustaz Sopyan menepuk jidat.

"Semua ini ... eh, maksudku mengamankan kon ...."

"Da!" Kaget Sarif yang ada di belakang Giman.

"Kondom ... kondom ... kondom ... eh, kondom." Giman lantas menutup mulut.

"Kondisi," sambung Ustaz Sopyan.

"Ini di Masjid loh, Man. Nanti kalau putus burungmu aku enggak ikut-ikut, ya."

𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗘𝗜𝗞𝗘 𝗕𝗨𝗞𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗡𝗖𝗢𝗡𝗚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang