CERITA SAPULINA

147 12 15
                                    

Pagi menjelang.

"Pak, aku tinggal buruh dulu, ya?"

"Itu sayurnya ada di wajan. Peyek urangnya ada di dalam stoples."

"Hem," jawab Kuswanoto masih meringkuk memeluk ujung sarung.

"Mbok ya bangun. Sudah siang." Warsinah hadir di ambang pintu, satu bakul kecil dalam bebat jarit gendong.

"Pak, he. Mbok ya bangun toh."

"Hem."

Warsinah lalu meninggalkan suaminya yang masih melingkar di dalam sarung.

****

Cring! Belur sejenak.

Kuswanoto larut dalam belai mimpi.

"Saya terima nikahnya Sri Handayani binti Waluyo, dengan mas kawin seperangkat alat salat, serta uang sebesar, sebelas ribu seratus lima puluh rupiah. Dibayar tunai!"

"Bagaimana, Saksi?"

"Sah!"

"Sah!"

"Alhamdulillah," ujar Ustaz Sopyan yang menikahkan Kuswanoto malam ini.

Tampak Warsinah hadir serta, duduk di belakang Kuswanoto yang bersanding dengan Sri.

"Meski nikah siri, dan tak tercatat di negara, tetapi secara agama, kalian sudah sah menjadi suami istri dengan segala rukun pernikahan yang terpenuhi.

"Dicium, Kang," ledek Ustaz Sopyan.

Kuswanoto yang mengenakan kemeja putih dengan peci hitam, mengiyakan ucapan itu.

Cup!

Mengecup kening Sri.

"Yes!" batin Kuswanoto.

Acara yang berlangsung sederhana itu dihadiri oleh para tetangga dan sahabat Kuswanoto. Hanya Saimun yang tak terlihat hadir, belum pulangnya dia dari Cilacap.

"Sekarang sudah sah menjadi suami istri, langsung direncanakan saja mau anak berapa. Ha ha ha." Giliran Samamudin meledek.

"Ha ha ha." Disambut tawa oleh yang hadir.

"Cucu, Kang Din. Bukan anak."

"Ha ha ha."

Berubah merah jambu kedua pipi Sri oleh tawa ledek yang menghangatkan suasana.

"Heleh! Padune meri. Iyo, to?" (Halah! Bilang saja iri. Iya, 'kan?).

"Ayo dipersilakan Bapak-bapak, untuk menyantap hidangan yang telah disuguhkan." Ustaz Sopyan mendahului untuk menuju meja, tersaji makanan di atasnya.

"Wes gek ndang kono kok. Dikancani iko Ustaz Sopyan," (Sudah sana sekalian, ditemani itu Ustaz Sopyan), ucap Kuswanoto ramah.

Berbeda dengan biasanya, senyumnya mengembang penuh bahagia malam ini. Tampak Warsinah sibuk meladeni tamu yang hadir di balik meja prasmanan. Ah, istri yang baik.

"Sudah jamu belum, Kang!" teriak Birin seraya mengantre untuk sampai pada termos nasi.

"Wes to tenang ae, limang ronde bengi iki," (Sudah tenang saja, lima ronde malam ini), jawab Kuswanoto bercanda.

"Wes gak kober sarungan yo, Kang? Ha ha ha," (Sudah tak sempat pakai sarung ya, Kang? Ha ha ha), timpal Pondi, bujang lapuk pemilik warung tempat biasa beberapa warga bon.

"Haiyo mesti, garek ngepleh-ngepleh," (Barang tentu, tinggal telentang saja), balas Kuswanoto.

Suasana makin hangat oleh kelakar dan ramai sendok yang beradu dengan piring. Hingga malam makin larut, satu persatu tamu yang ikut mendoakan kebahagiaan Kuswanoto memperistri Sri pamit pulang, pun Warsinah yang telah mengikhlaskan suaminya untuk menikah lagi juga undur pamit.

𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗘𝗜𝗞𝗘 𝗕𝗨𝗞𝗔𝗡 𝗕𝗘𝗡𝗖𝗢𝗡𝗚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang