XVI : Desire

102 16 43
                                    

Masa lalu sudah selesai, jangan dikenang, ayo fokus ke masa depan

Liriknya english, kaya judul lagu di mulmednya

Cw and tw ; selfharm, drunk, blood, alcohol

...

Erlang kembali ke rumah miliknya sendiri, singkatnya, Erlang kabur dari rumah orang tuanya karena malas mendengar kata - kata kasar yang dilemparkan sang papa kepada sang mama. Ia memang bisa saja membawa sang mama kemari, tapi, ia malas berdebat dan mendapat luka dari sang papa.

Tak tanggung - tanggung, entah itu pukulan atau cambukan, Erlang sudah mendapatkan semuanya.

"Eh Erlang, udah balik?" Erlang menatap ke arah perempuan paruh baya yang datang menghampirinya, membuat senyuman terpatri di wajah tampannya.

"Iya, bi, udah balik dong, udah hampir tujuh tahun ninggalin rumah, kangen saya, kangen bibi juga deh kayanya."

Erlang memang menitipkan rumahnya pada perempuan paruh baya yang merupakan tetangga nya itu, sebab ia percaya pada perempuan yang umurnya setara dengan sang mama itu.

"Duh bisa aje lu tong, nih ya kuncinya, bibi kaga ngapa - ngapain, cuma bersihin rumah lu kok, kaga gua ambil barang lu." Ucap si perempuan paruh baya dengan logat betawi yang melekat di kalimatnya.

"Aduh, bi, maaf ya ngerepotin banget Erlang, makasih ya bi, mau dibayar berapa deh?"

Sang bibi sontak menggeleng, "Ya Allah udah tong, kaga usah, bibi ikhlas lahir batin jagain rumah lu, bibi pulang dulu ye, si bapak udah berisik onoh minta ngopi."

Belum Erlang menjawab, sang bibi sudah pergi dari hadapannya, lantas memukul sarung suaminya. Erlang meringis ngilu, karena sang bibi bukan hanya memukul kainnya saja, tapi juga memukul sampai ke bagian 'dalamnya'.

Tak ingin merasa ngilu lama - lama, kini Erlang membuka pintu rumahnya. Masih sama, suasana nya sunyi dan sedikit gelap, tapi rumahnya tampak sangat bersih. Barang - barangnya utuh, tak ada yang kurang, sang bibi benar - benar menjaga rumahnya.

Ingatannya melayang, mengingat bayang - bayang Ael yang pernah menginap di rumah besarnya, yang sukses menghapus kata hening walau sekejap. Bagaimana cerewetnya seorang Aelius, Erlang mengingat semuanya.

Ah iya, dia kemarin akhirnya menjenguk Ael pada siang hari, setelah Lian memperbolehkannya untuk menjenguk Ael. Saat sampai di sana, ia melihat kondisi Lian yang tampak berantakan, rambutnya yang awut - awutan, hidungnya yang memerah serta mata sembab juga jejak air mata yang mengering di pipinya.

Erlang juga melihat surat perceraian yang sudah ditanda tangani oleh Lian maupun Sinha, ah ini rupanya alasan kondisi Lian tampak berantakan dan tak memperbolehkan Erlang untuk menjenguk Ael pagi tadi.

Kembali lagi ke penjelajahan Erlang, kini Erlang berjalan menuju kamarnya. Kamar itu nampak kosong, tak ada lagi buku - buku yang tertata di meja belajar, tak ada lagi ratusan rumus yang ia tempel di tembok, hanya ada polaroid foto Ael yang menggantung di sana.

"Ini kalau pagi - pagi gue setiap hari liat muka lo kayanya gue bakal semangat, nikah yuk." 

"Ngelindur nih orang." 

Gambaran suasana saat itu, seketika terlukis di pikiran Erlang. Ia mengambil salah satu polaroid foto yang ada di sana, foto saat Ael tengah berada di museum, di mana saat itu rupanya Ael sadar kalau ia tengah dipotret oleh Erlang.

"Ih jangan di foto! Lagi jelek ini ah." 

Erlang perlahan tersenyum, momen itu adalah momen terindah selama mereka menjadi sepasang kekasih, walau Erlang tak tahu Ael menganggapnya kekasih atau tidak. Tapi, mengingat perkataan Lian semalam, membuat senyuman Erlang seketika luntur.

Efemeral | Bbangsun ft. Yunho [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang